Apa yang menjadi rahasia?
Semua tahu bahwa Tuhan memberikan
dua mata, dua telinga, dan satu mulut.
Banyaklah melihat sekitar hingga membuatmu peka.
Banyaklah mendengar hingga menjadikanmu perasa
Sedikitlah berkomentar supaya tak banyak hati yang terluka.
(L.K)
🍁🍁🍁
Ketika orang tua diberikan amanah untuk menjaga titipan Tuhan, dilema bisa saja menjadi kendala utama. Satu sisi kemandirian, kepekaan hingga kepedulian mungkin menjadi karakter yang ingin ditanamkan.
Namun, apalah daya karena memanjakannya, mencukupi segala kebutuhan, hingga membelanya mati-matian adalah hal yang kerap dilakukan tanpa kesadaran yang utuh.
Biru benar-benar tidak menyangka pada sikap yang diperlihatkan oleh seorang Hartawan Adiguna. Jika guru BK itu tidak menyela di antara Rajasa dan pemilik sekolah, mungkin akan ada korban jiwa bersimbah darah di ruangan itu.
Rajasa babak belur dihajar sang ayah. Sambil menangis, Pak Hartawan memukul dan melontarkan sumpah serapahnya pada sang putra bungsu. Awalnya, Pak Hartawan tidak percaya, tetapi begitu melihat video rekaman dari Biru, sampai video rekaman terbaru yang dikirim Ardan, si pemilik sekolah naik pitam.
"Di mana otak kamu? Ibu kamu pasti menangis! Dia juga tidak akan tenang melihat putra kesayangannya menyiksa seorang perempuan dengan tidak berperikemanusiaan. Menyuruhnya membunuh bayi yang tidak berdosa!"
"Pak, jangan seperti ini. Rajasa bisa mati, Pak!" Biru menahan tangan Pak Hartawan yang hendak memukul putranya sekali lagi.
Suara gaduh dari ruang pimpinan itu menarik perhatian beberapa orang dan membuat mereka terpaksa membuka pintu karena teriakan yang cukup keras.
"Ayah berdosa tidak bisa mendidik kamu dengan baik, Nak. Ayah dosa besar pada keluarga Arina. Dia sudah seperti anak Ayah sendiri. Ternyata kamu merusaknya! Merusak masa depannya yang sudah Ayah atur dengan baik!"
Rajasa bungkam dan meringkuk berusaha melindungi kepalanya sedari tadi. Sang ayah benar-benar menunjukkan kemurkaannya. Biru tak sampai hati melihat ayah dan anak itu. Keduanya sama-sama hancur dan tidak terselamatkan.
"Ayah kecewa sama kamu, Nak. Ayah benar-benar kecewa!" Pak Hartawan berjalan ke luar ruangan dan meninggalkan Biru yang membantu Rajasa untuk bangkit.
"Ayah hanya memikiran Kakak terus. Sekarang perhatian Ayah benar-benar terpusat pada saya. Saat saya meminta perhatian dengan benar, dia selalu tak acuh. Giliran meminta perhatian dengan cara begini, dia murka." Rajasa tersenyum dan meringis seketika saat merasakan perih di sudut bibirnya yang sobek.
Biru bergeming mendengar ucapan Rajasa. Kata-kata sederhana yang baru diucapkannya itu terasa menampar. Lelaki itu bergegas mencengkeram lengan Rajasa saat anak didiknya beranjak.
"Saya nggak akan kabur. Arina menjadi tanggung jawab saya. Terima kasih atas bantuannya, Pak. Kalau nggak begini mungkin Ayah tetap nggak peduli sama saya."
Si guru BK merasakan aura yang berbeda dari Rajasa. Dia merasa anak didiknya ini menemukan kepuasan dan merasa rencananya selama ini berhasil. Biru menangkap sorot mata Rajasa penuh kelegaan, meski tersirat penyesalan, tetapi matanya sama sekali tidak menampakkan beban.
Kegemparan menampar SMAPSA sekali lagi. Seorang Hartawan Adiguna membungkukkan badannya sedalam mungkin di hadapan seluruh dewan guru dan staf. Dia meminta maaf atas perilaku sang putra.