Honeymoon Project

Andita Rizkyna N
Chapter #7

ENAM

Kane mendarat di bandara dengan selamat. Setelah salam perpisahan awak pesawat melalui interkom, para penumpang berlomba-lomba menurunkan barang bawaan dari bagasi kabin. Kane, yang tempat duduknya jauh dari pintu keluar, masih duduk menunggu surutnya penumpang keluar dari kabin pesawat. Tidak ada yang membuatnya terburu untuk keluar kabin selain badannya yang lelah dan rindu akan tempat tidur.

Setelah melewati hari yang lelah, Kane dipaksa berangkat malam ini untuk menemani Marsia. Partner kerjanya sedikit syok dengan berita mengenai Katlyn. Jika hal itu sampai ke telinga Charles, bisa bubar jalan pekerjaan mereka. Marsia membutuhkan dukungan untuk menghadapi Charles esok pagi.

Kane keluar ke terminal kedatangan domestik, dipanggilnya taksi berwarna biru yang sudah terpercaya sejak lama. Dia melempar tas ke dalam tempat duduk belakang kemudi, diikuti dengan dirinya masuk dan duduk manis di sana.

“G Residence

Taksi berangkat keluar bandara. Pandangan Kane keluar jendela menatap lampu-lampu jalan tol Mandara yang jaraknya berjauhan. Langit malam di Bali begitu gelap. Laut pun tak terlihat dari dalam taksi. Bintang-bintang enggan menampakkan diri, mungkin awan mendung menutup cahaya mereka sampai ke bumi. Seperti mendung masalah yang menutup pikiran jernih Kane. Andaikan bisa, dia ingin berteriak sekencang-kencangnya agar masalah terlepas bersama suaranya.

Apa aku harus jujur saja? Tapi aku nggak punya bukti. Kalau pun punya, apa tidak menambah masalah?

Kane mengkhawatirkan bagaimana reaksi kliennya. Marah? Kecewa? Menganggapnya tidak profesional? Penanggung jawab yang payah? Paling parah kalau bosnya tahu, dia bisa dipecat. Kane berpikir harusnya dia tadi menghampiri dan menyeret Katlyn pergi bersamanya. Masa bodoh dengan selingkuhannya, masa bodoh juga dengan reaksi Katlyn, yang penting pekerjaannya selamat. Namun, kenapa dia tidak bisa melakukannya? Apa akal sehatnya masih berfungsi dengan benar di saat genting seperti ini?

Bego, bego, bego!

Kane menghentakkan kaki dan mengacak rambutnya. Tidak peduli supir taksi melihatnya dari kaca spion dengan pandangan heran, yang jelas masalah ini merupakan masalah besar bagi pekerjaannya. Lebih frustasi lagi dia harus membuat alasan mengapa tidak datang bersama Katlyn.

Pendingin mobil menyelimuti tubuhnya. Pikirannya tumpul, badannya pasrah terhadap lelah. Matanya pun hampir terpejam jika supir taksi tidak mengingatkannya sudah sampai di depan hotel. Kane turun dari taksi setelah membayar sesuai argo. Jangan tanyakan kenapa mereka menginap di hotel yang berbeda dengan kliennya karena jelas uang saku mereka tidak akan cukup untuk menyewa sebuah kamar di hotel berbintang lima.

Kane membawa tas pakaian di pundak kanan dan sling bag di pundak kiri. Langkah kakinya sudah seperti orang mabuk. Dia menuju kamar nomor lima, di mana rekannya sudah menunggunya. Tangannya mengetuk pintu dengan tegas agar Marsia bisa mendengarnya. Badannya tidak sabar ingin memeluk guling dan bergelung di atas tempat tidur tanpa mimpi.

Cklek!

“Hai Ne!” 

Kane tidak punya tenaga membalas sapaan temannya. Dia meletakkan kedua tasnya di lantai dan langsung membanting diri tanpa menghiraukan Marsia. Matanya menatap lampu kamar. Sinarnya membuat matanya perih dan pening. Sejenak dia memejamkan mata untuk menetralisir kepenatan dan pikiranya yang semerawut.

Lihat selengkapnya