Ibu kane melongo mendengar permintaan Kane yang tiba-tiba. Heran saja, tidak ada petir yang menggelegar atau kesurupan masal, anak terakhirnya yang seperti tak tergoyahkan merubah keinginannya.
“Tenan tho, Nduk*?” tanya Ibu lagi. Memastikan jika permintaan Kane tidak bersifat sementara.
Kane mengangguk. “Iya Bu.”
"Nggak bercanda tho?"
Kane menggeleng. Raut wajah serius Ibu berubah menjadi cerah seperti anak kecil mendapatkan permen. “Syukurlah. Nanti Ibu kabari teman Ibu. Kalau bisa secepatnya. Bagaimana kalau minggu ini?”
Kane memaksakan diri menyunggingkan senyum. “Terserah Ibu.”
Hal ini bukan tiba-tiba bagi Kane meminta perjodohan. Semua ini terjadi karena surel permintaan maafnya kepada Charles menggunakan e-mail pribadinya. Jika mengingatnya, dia merasa sangat malu. Surat permintaan maaf yang harusnya dia tulis secara resmi, malah memperlihatkan isi hatinya yang sedang kacau. Terlihat receh.
Dia sudah membacanya berkali-kali surel itu dan ingin menghapusnya. Namun, kecelakaan terceroboh terjadi. Tanpa sengaja e-mail-nya terkirim gara-gara Marsia mendadak menyapanya dari belakang.
Kane gelagapan. Panik. Pikirannya kacau. Dia tidak bisa berpikir dengan tepat. Marsia yang tidak tahu apa yang terjadi, melihat Kane megap-megap, malah menggeretnya untuk diskusi mengenai event yang akan datang. Otomatis surel itu terkirim dengan cantiknya ke alamat surel Charles. Hanya ada dua kata, balasan dari Charles yang membuat Kane merasa semakin terpuruk.
Tidak masalah.
Salam
Charles. W
Balasan itu menandakan, hanya dia yang baper dengan pertemuan mereka. Malu. Salah tingkah. Ingin tenggelam ke dasar bumi. Kane rasakan saat itu. Untuk menutupi rasa kecewa dan malunya, Kane akhirnya menerima acara perjodohan demi melupakan pria yang membuatnya gila. Runtuh sudah prinsip yang dia bangun.
***
Waktu terlalu cepat berlalu bagi Kane dan dirinya belum siap menghadapi akhir pekan. Seperti yang dikatakan ibunya. Tepat hari minggu, kedua keluarga saling bertemu. Baru acara perkenalan keluarga inti saja, tapi ibu Kane sudah heboh mempersiapkan berbagai hidangan pembuka.
“Berapa orang yang datang, Bu?”
“Sekitar lima orang.”
Bola mata Kane melebar. “Lima? Tapi kenapa makanannya sebanyak ini?”