Suram. Mood baik Kane menguap diudara. Sejak bulan madu Charles, rasanya dia memiliki tumpukan beban yang ada di kepalanya. Belum lagi mengenai perjodohan yang ternyata dengan teman kuliahnya. Jika bisa, dia ingin memberontak. Namun, sudah lama jiwanya terkungkung dalam sangkar yang tidak pasti.
Kalau saat ini ada yang mencari gara-gara dengannya, orang itu adalah Beni. Pria yang tidak peka dengan suasana hati perempuan.
“Jadi, bulan madu yang kemarin gagal, Ne?” Beni menatap Kane serius. Gadis itu melirik laki-laki di depannya tanpa mengatakan apapun, kemudian kembali beralih ke catatannya yang berada di atas meja. Tangannya sibuk mencatat hal yang sudah mereka bahas untuk event promosi minggu depan.
“Beneran istrinya selingkuh?” Beni masih mencecarnya dengan pertanyaan yang enggan Kane jawab. Kini Kane melirik Marsia, jelas temannya yang membocorkan cerita itu kepada Beni-pria dengan kekepoan sekandang gajah. Marsia mengulum bibirnya, kakinya menendang kecil kaki Beni.
“Yah, kalau gagal saat eksekusi, wajar aja sih Ne. Aku juga pernah gagal. Pas mau mengunjungi pantai, eh sudah tutup gara-gara kesorean. Terus ada lagi, padahal hotel sudah di booking, tapi pihak hotelnya ada miskomunikasi. Jadinya pindah hotel. Waktu itu klienku rewel banget. Aku diomelin seharian.”
Marsia menyikut Beni dan mengancam untuk diam menggunakan matanya. Marsia melihat perubahan raut wajah Kane. Dia tahu gimana perasaan Kane yang disinggung kegagalannya kemarin.
“Tapi baru kali ini ada suami ditinggal istri pas bulan madu. Apa istrinya nggak suka sama suaminya? Atau suaminya yang bermasalah? Mungkin suami Katlyn ....”
Kane membanting bolpoin di atas buku catatannya. Matanya eenatap bergantian dari Beni ke Marsia dan kembali pada Beni. “Iya. Rencana kemarin memang gagal. Dan rencana gagal memang wajar ... bagi kamu. Tapi tidak bagiku. Istrinya juga berselingkuh tapi ....” Kane menekan setiap kalimat yang dia lontarkan. “Suaminya bukan orang yang seperti itu.”
Kane memasukkan alat tulisnya dan memberikan buku catatannya dengan lembaran terbuka kepada Beni. “Kamu buat pamfletnya dengan isi seperti ini dan juga banner. Soft file-nya kamu kirim ke Mbak Jena.” Kane beranjak dari tempat duduknya tanpa mengatakan apapun lagi.
Dia mengambil lembaran data klien pasangan Herdianto untuk diinput ke dalam komputer. Kane berusaha memfokuskan pikirannya kembali. Marsia menggeret kursi ke sebelah Kane dan duduk sambil mengamati Kane.
Matanya melirik Marsia sekilas. Tidak ada minat untuk meladeni temannya. Hatinya sudah cukup dongkol.
“Apa yang terjadi selama di Bali waktu aku nggak ada?”
“Sudah aku ceritakan semua,” jawab Kane tanpa menoleh. Marsia mengangguk dengan cengengesan. "Lebih baik kamu kembali bekerja."
“Yakin kamu nggak ada apa-apa sama mister Charles?” Marsia tidak mempedulikan perintah Kane.
Kane menghentikan pekerjaannya. Nama itu, sudah beberapa hari tertinggal tapi masih saja membuat jantungnya berdegup kencang. “Nggak.” Kembali Kane mengerjakan pekerjaannya. Dia hanya membohongi diri sendiri. Namun, itu lebih baik daripada jujur dan membuatnya lebih sakit.
"Jangan ganggu, Mar," ucapnya ketus. "Aku laporin Mbak Jena, lho."
Marsia tersenyum misterius. Dia masih ingin mengusik gadis itu. “Mister Charles orangnya ganteng. Kalau bahasa Inggrisnya he is charming. Ada daya pikat tersendiri.”