Hampir seminggu dilalui Kane dengan sangat melelahkan. Dia harus membantu persiapan untuk pameran hari ini. Pulang malam dan berangkat pagi. Sudah seperti Neng Toyib. Pada Jum'at sorenya Kane dan kedua temannya mengangkut barang-barang yang dibutuhkan. Sekaligus memasang perlengkapan pameran.
Mereka memperindah booth dengan LCD dan proyektor yang akan memutar film bulan madu klien-klien mereka. Dua meja terjajar rapi dengan taplak berwarna putih bermotif shabic . Beberapa merchandise yang dipajang untuk menarik perhatian. Kemudian di pasang lampu berwarna biru laut dan kuning yang memberikan kesan dramatik.
Tidak mudah untuk mempersiapkan semuanya, apalagi hanya ada satu laki-laki dan dua perempuan. Akhirnya mereka harus ikhlas pulang lebih larut malam dengan badan pegal-pegal. Kane berharap semua berjalan sesuai perhitungannya. Pulang malam dan besok berangkat pagi hingga pameran berakhir.
Namun rupanya, sang Ibu mencurigai Kane berperilaku seperti itu untuk menghindari percakapan mengenai lamaran. Tanpa bertanya, ibu Kane meledak-ledak memarahi anak bungsunya hingga ayah Kane harus turun tangan meredam kemarahan istrinya.
"Ibu audah mencarikan calon yang tepat untuk kamu. Memberikanmu yang terbaik. Kenapa hanya menikah saja kamu begini! Kamu mempersulit keadaan. Ibu nggak enak sama orang tuanya Arkesh yang sudah berniat untuk melamar kamu!"
Meri mengusap lembut punggung adiknya yang semakin merunduk. Kane merasa ditimpa beban yang bertumpuk-tumpuk. Pekerjaan dan urusan pribadinya bercampur aduk di kepalanya. Sayangnya, dia tidak bisa menyuarakan isi hatinya. Percuma batinnya.
Dia hanya bisa menangis saat perjalanan menuju pameran.
***
Seperti biasa, pameran wedding selalu saja ramai dengan pengunjung. Berbagai macam WO dan catering ikut meramaikan event itu. Semuanya totalitas. Seperti WO yang merias booth mereka dengan bunga-bunga. Ada juga yang memasang LCD atau gaun-gaun pernikahan yang membuat setiap wanita yang menggunakannya di hari pernikahannya.
Kane datang ke tempat pameran dengan wajah yang sembab, meskipun telah dia hapus air matanya. Hatinya masih menyimpan lara. Namun, melihat hasil pekerjaan mereka semalam, hati Kane sedikit terhibur. Booth mereka terlihat tidak kalah bagus. Sangat memuaskan.
"Ne, kamu abis nangis?" Marsia menyapa Kane yang menatap kosong ke arah booth mereka.
"I'm okay."
"Yakin? Kamu bisa cerita ke aku kalau ada masalah."
Kane melirik ke arah Beni yang berdiri tidak jauh dari mereka. Si tukang kepo itu diam tidak melakukan apa-apa. "Nggak deh, ntar ada yang kepo," bisik Kane.