Jadi murid dengan tubuh kecil itu ada enak ada nggak enaknya. Itu di alami oleh Tyas. Pertumbuhan badannya yang kecil mungil meski masih dalam ukuran normal, di tambah usia masuk sekolah yang lebih muda dari teman-teman seangkatannya, membuat Tyas paling kecil sendiri di sekolah.
Saat SD dia menangis ketika tak diajak kegiatan Persami (perkemahan saptu Minggu) ketika kelas 3 karena dirinya paling kecil dan pendek.
Di SD, Tyas selalu disisihkan dan diejek teman-temannya karena keimutan dan bentuk tubuhnya yang mungil. Teman-teman lelaki selalu menggoda bahkan membullynya. Sering Tyas pulang dengan sepatu sebelah atau tas yang sudah tidak ada isinya karena disembunyikan atau dibuang teman-teman lelakinya. Ia pulang sambil menangis dan mengadu pada Bapak.
Tapi apa tanggapan bapaknya? Bapak malah marah pada Tyas.
“Dijahatin teman kenapa ngadu sama Bapak? Lawan sendiri. Gitu aja cengeng!” bentak Bapak.
Dan sejak itu, Tyas tidak lagi menangis dan mengadu jika dibully teman-temannya. Tapi ia membalas bahkan sering apa yang diperbuat teman-teman padanya, ia akan membalasnya lebih dari itu. Sering sekali Tyas berantem adu tonjok dengan teman lelakinya. Hingga akhirnya, tak ada yang berani mengganggunya karena ia di cap galak.
Tapi Tyas tidak pernah berbuat ulah jika ia tak diusik. Pergaulan Tyas cukup baik. Dan kelebihannya yang lain, otak Tyas lumayan pintar dalam menangkap pelajaran. Sejak kelas tiga prestasinya mulai menjulang. Tiap semester jika tak rangking satu, ia selalu rangking dua atau tak pernah jauh dari lima besar. Padahal Tyas bukan tipe anak yang senang belajar atau menghafal. Siang ia sibuk kerja di rumah dan mengasuh adiknya. Dan malamnya sering tidur awal karena kecapean.
Isi otak dan keberaniannya ini yang membuat Tyas bisa hidup damai terlepas dari godaan usil teman-teman akhirnya. Tyas meski tubuhnya kecil cukup mampu dijadikan ketua kelompok jika belajar bersama, karena dia yang bisa memecahkan Pe-er Pe-er yang diberikan guru untuk tugas kerja kelompok.
Meski begitu, Tyas tetap tak begitu suka bergaul. Dia lebih senang menyendiri. Jika jam istirahat, ketika teman-temannya berkelompok pergi jajan, karena nyaris Tyas tak diberikan uang saku, ia selalu menghabiskan waktu istirahat dengan membaca buku di perpustakaan sekolah. Dari kecil Tyas menyadaro bahwa dia sangat suka membaca. Bahkan bisa disebut kuti buku. Buku apa saja, bahkan sampai bungkusan dagangan, jika ada bacaannya ia pasti akan membacanya.
Tapi jika sudah bergabung dengan teman, Tyas selalu bisa menghidupkan suasana. Sifatnya yang murah senyum dan doyan bercanda membuat teman atau gurunya selalu terhibur jika ada Tyas.
Ia ingat ketika tiba hari saptu, dimana pelajaran akan diganti dengan jalan-jalan ke alam terbuka dan semua murid wajib ikut. Kegiatan biasanya berjalan kaki pulang pergi ke tempat-tempat yang bisa dijadikan ajang bermain dan edukasi. Di kampungnya ada suatu danau buatan sebagai Tampingan irigasi yang mengairi hampir lima kampung, kesanalah murid-murid dibawa.
Tyas kecil selalu berjalan paling belakang karena bawaan nasi dan air yang wajib dibekal murid memberati tas besar pemberian kakak sepupunya. Guru-guru sering menertawakannya.
“Kamu masuk aja ke tas itu Tyas, terus suruh temen kamu yang bawa. Kok orang sama tas malah lebih gede tasnya!” begitu Pak Rudi, salah seorang guru mencandainya. Tyas hanya tersenyum malu-malu.
***
“Jangan naik mobil, naek onta aja kamu. Naik mobil Deket aja mabok!” itu ejekan Bagus, teman SD nya ketika mereka sama-sama satu sekolah di SMP yang sama.