Para pemuda di kelas sebelas agama masih sibuk berkumpul dan mengadakan rapat dadakan. Tadi Pak Ilham sudah mendesak nama-nama yang akan diajukan sebagai calon OSIS tahun ini. Katanya, harus ada perwakilan kelas sebelas.
"Ayo dong, siapa nih yang mau nyalon?" tanya Rendra dengan buku terbuka dan pulpen tergenggam di tangan. Bersiap menulis nama calon kandidat.
"Emang siapa yang buka salon?" Alvin balik bertanya
"Kebanyakan mikirin adek kelas ya gitu jadinya."
Alvin mencibir malu. Ia memang selalu kalah jika berdebat dengan Rendra.
"Siapa dong?" Rendra kembali bertanya. Para pemuda diam seribu bahasa.
"Kamu aja lah Ren, cocok kayanya," celetuk Joe meski matanya masih sibuk di depan layar hp yang sejak tadi berbunyi double kill, triple kill, dan lain sebagainya.
"Iya, demi masa depan bangsa dan negara," tambah Aldo setuju.
"Masa aku?"
"Ya siapa lagi? Kamu kan punya jiwa kepemimpinan yang paling bagus di kelas ini," puji Alvin yang sebenarnya hanya mencari kambing hitam agar bukan ia yang dipilih.
Ge yang berada di kumpulan itu ikut menambahkan, "Iya juga sih, biasanya kan Rendra terus yang selalu jadi perwakilan kelas kita buat jadi pembina upacara."
"Pembina apanya, ketua Ge!" seru Aldo membenarkan.
"Oh, iya, itu tuh Ketuaan."
Rendra langsung melayangkan tatapan tajam ke arah Ge. "Masukin sumur juga nih, anak."
"Yee, becanda dikit boleh dong, bosen dari tadi pusing, serius mulu."
"Oke, kita udah dapat calon ketua, calonnya Rendra," putus Hakim sudah merebut pulpen dari tangan Rendra dan menulis nama pemuda itu di sana.
"Kan aku belum bilang iya."
"Tapi kami semua udah setuju."
"Udahlah setuju aja, tenang, ada kami kok yang jadi tim suksesnya," ucap Tama sembari mengepalkan tangan ke udara menyemangati. "Asal nurut aja nanti sama kami kalo udah jadi Osis."
"Lah gimana gitu?"
"Ya nanti kebijakannya kami yang bikin, terus juga jadiin kami anggota osisnya dong."
"Ohh, gitu, ya udahlah, anggap aja aku ketos boneka," kata Rendra tertawa.
"Wakilnya siapa?" tanya Hakim mengingatkan.