Hari yang dinanti pun tiba, pemilihan OSIS dimulai. Masing-masing pelajar mendapatkan bagian kertas suara dengan foto calon ketua dan wakil OSIS. Setelah pembacaan visi dan misi Rendra yang ternyata melenceng jauh dari rencana awal, serta pembacaan dari pasangan nomor urut dua. Pemilu resmi dibuka.
Mika maju dan mengambil kertas suara yang disodorkan padanya lalu masuk ke dalam bilik. Gadis itu dengan cepat meraih paku dan menusuk nomer dua. Lalu mencelupkan jari kelingkingnya ke dalam tinta yang telah disediakan panitia sebagaiĀ bukti bahwa ia telah ikut serta dalam pemilihan ini.
Mika tanpa sengaja melihat ke arah Wira yang kini tersenyum semringah seraya mengangkat tangannya, memberi tanda jempol pada gadis itu. Ia hanya mengangguk dan berpaling lagi, mendapati Nora yang sekarang mendapat giliran.
"Inget ya Nora," pesan Mika sebelum berlalu.
"Sip, tenang aja, Mik."
Pemilihan itu berlangsung lancar hingga tiba acara pembacaan hasil voting yang paling mendebarkan. Ketegangan terpancar jelas di wajah para calon OSIS ketika kertas pertama di buka Pak Ilham.
"Nomor dua," katanya yang kemudian menunjukkan kertas suara yang bolong di bagian muka Wira.
Para pendukung pasangan nomor urut dua jadi bersorak girang. Tiga kertas selanjutnya dibuka dan berturut-turut menampilkan pilihan nomor dua.
"Hurayy!"
"Nomor 2 yes yes yes"
"Radi, akulah pendukungmu,"
"Kak Wira dan Radi is the best."
Para pendukung Radi dan Wira berkoar-koar senang, membuat Rendra dan kawan kawan jadi pesimis. Kalahnya itu sebenarnya tidak masalah, tapi malunya itu yang membuat mereka tertekan. Rendra dan Syamir terpaksa harus bersembunyi di balik tiang kelas. Sampai akhirnya tiba di kertas suara yang kesepuluh baru lah muncul nomor satu.
"Nomor satu," kata Pak Ilham diiringi tawa.
Dan seakan balas dendam, semua kartu yang dibaca setelahnya menunjukkan angka satu berturut-turut. Keadaan berbalik, meski nomor dua juga menyerang, tetap saja nomor satu kini jadi unggul. Rendra yang tadinya bersembunyi jadi kembali berani menampilkan diri dengan optimis. Rasa percaya dirinya sudah terhimpun kembali. Akhirnya, pemilu itu dinyatakan selesai dengan kemenangan yang berada di pihak Rendra.
"Kok Rendra sih," gerutu Mika dengan wajah muram. "Kalau gini mah namanya jadi tim sukses yang tidak sukses."
"Enggak apa, kok. Makasih, ya Mik," ucap Wira tulus. Ia tahu Mika juga sudah membantunya sebisa mungkin.
"Eh? Maaf Wir, kamu kalah."
"Bukan salah kamu, mungkin visi misiku yang kurang menarik. Lagian, yang pilih aku rupanya banyak juga, jadi gak malu-maluin."
"Iya juga sih."
"Eh, tapi aku juga ada kabar gembira."
"Apaan?"