Memorable Classroom

Nur Annisa
Chapter #26

25. Sepiring Nasi Goreng

Sepekan berlalu, dan sekarang yang tersisa dari ulangan hanyalah kenangan. Serta sebuah kelegaan. Ulangan tengah semester biasanya tidak libur, tapi hari terakhirnya juga tetap disambut dengan penuh suka cita.

Hari pertama seusai UTS adalah jam kosong. Menyenangkan, tapi juga kadang membosankan. Namanya juga remaja labil, yang pas sekolah mintanya libur, pas libur mintanya sekolah. Terus pas belajar katanya capek pas jam kosong katanya bosan.

Jadilah sekarang, Ge datang sebagai penyelamat. Menjalankan tugasnya sebagai moodbooster-nya kelas. Bersenjatakan alat penabuh yang mirip gendang atau yang biasa disebut para pelajar Al-Ar dengan sebutan terbang. Katanya dia akn menunjukkan bakatnya yang tak pernah ditunjukkan pada orang lain, hari ini khusus di kelas safinatun najah.

Mungkin karena tak ada inspirasi, atau bisa juga karena ulangan bagi Ge masih menyisakan kesan yang cukup berarti, bukannya menyanyi dengan baik ia malah mengeluarkan suara cemprengnya sambil membacakan sisa soal fiqih yang tertinggal di kelas Dengan nada madihin.

"Aaaaaaaaaa ...." teriaknya disela-sela nyanyian.

Meski begitu, semuanya tetap terhibur. Menertawakan orang lain memang adalah hal paling ampun membunuh rasa lelah. Mika yang baru datang dari kantin dengan sepiring nasi goreng di tangannya juga ikut tertawa melihat hal itu. Pada saat begini adalah kesempatan langka untuk bisa merasakan sensasi makan dalam kelas yang konon katanya lebih berkualitas.

"Tumben nih, berani makan di kelas?"

"Kan jam kosong juga seharian ini, Bu kantinnya gak ngelarang kok."

"Ini nasi goreng aja?" tanya Nia sembari mencemili kerupuk warna-warni khas nasi goreng yang ada di piring itu. "Gak haus?"

Mika menepuk dahinya. "Oh iya, lupa beli minum." Gadis itu jadi bergegas keluar lagi setelah meletakkan piringnya di meja. "Titip, ya."

"Tenang aja Mika," kata Tama yang tiba-tiba berteriak, Mika sedikit melirik penuh ancaman pada pemuda itu sebelum akhirnya berlalu pergi tanpa kata.

Seiiring kepergian Mika, mata Tama menangkap bayangan sesosok kakak kelas yang melewati lorong kelas mereka. Ada Adan yang baru saja datang sehabis membersihkan mushola secara sukarela. Melihat adanya kesempatan karena Nia dan para gadis lainnya tengah sibuk mengobrol, Tama dengan sangat hati-hati mengambil piring berisi nasi goreng milik Mika dan membawanya pergi keluar.

"Adan!" panggil Tama tanpa embel-embel kakak, karena kebanyakan pemuda di sekolah itu memang tak memanggil kakak kelas dengan hormat seperti para gadis. "Abis bersihin mushola, ya?"

"Iya, kenapa?"

"Pasti capek, kan? Ini nih ada nasi goreng dari Mika."

"Serius?"

"Iya dong dua rius malahan."

"Wah, tapi, Mikanya mana?" tanyanya meski sudah langsung percaya saja bahwa yang dikatakan Tama adalah kebenaran. "Mau ngucapin terima kasih dulu."

"Jangan, dia malu katanya." Tama tertawa puas melihat Adan yang berbinar. "Udah makan aja sana, nanti balikin piringnya ke sini ya."

"Gitu ya?"

"Iya gitu, udah sana cepet."

"Oke, deh."

"Ngapain tuh Adan?" tanya Rama yang baru datang dan kini menggantikan posisi Adan mengobrol dengan Tama.

"Dalam masa penjajakan pasangan baru."

"Hah?"

"Udahlah, gak usah tahu. Mau apa ke sini?"

"Panggilin Rasya dong."

"Ogah, panggil aja sendiri."

"Ye, tadi nanya."

Lihat selengkapnya