Suasana kelas terasa damai saat jam kosong karena jadwal pembelajaran yang belum berjalan secara intensif. Beberapa siswa memilih meninggalkan kelas untuk sekedar pergi ke kantin demi bisa melewati koridor kelas sepuluh yang sedang menjadi incaran. Tapi, cukup banyak juga yang masih memilih bertahan di dalam sana. Mika salah satunya. Gadis itu sejak tadi dengan setia menemani Rasya yang tak bisa melepaskan senyuman ketika memperhatikan Ka Rama, kakak kelas mereka yang sedang bermain bola di lapangan. Satu tim bersama Rendra juga Alvin.
"Ras, liat deh itu mau dibuat lapangan voli, ya?" tanya Mika dengan wajah keruh melihat beberapa orang yang tengah mengukur lahan baru dekat lapangan bola.
Belum lagi Rasya sempat menjawab, Jihan tiba-tiba datang dan menyeruak di antara kedua gadis itu.
"Wah, aku gak bisa main voli," ucap gadis itu sambil memain-mainkan ujung kerudung putih yang ia kenakan.
Meski berpenampilan jauh dari kata feminim, gadis dengan nama Jihan Marion yang terkenal dengan kesan tomboi itu tetap memperhatikan penampilannya agar senantiasa terlihat rapi. Berbeda dari gadis tomboi lain yang suka melakukan olahraga atau kegiatan anak laki-laki, Jihan justru kebalikannya. Ia tak punya keahlian dalam bidang olahraga.
"Iya, kan, Jihan? Apa yang asik coba?" Mika menggigiti sedotan es kopi dalam plastik yang ia letakkan di kusen jendela.
Jihan mengangguk setuju, berbeda dengan Rasya yang malah tertawa melihat wajah cemberut gadis di sampingnya itu. "Ya iyalah, Mika mukul bolanya aja gak pernah kena,” ucapnya Rasya yang memang sudah mengenal Mika sejak kecil.
"Udah, dari pada liatin orang yang lagi bikin lapangan voli, mending liatin oppa," ajak Nia yang membuat Mika langsung berbinar senang.
Keduanya memang menyukai drama dari negeri ginseng itu, meski Mika tak separah Nia yang rela menghabiskan jatah kuota bulanannya buat oppa-oppa hallyu. Mika hanya menyukai dramanya, berbeda dengan Nia yang memilih paket lengkap hingga juga begitu menggilai para idol yang biasanya sering membuat gadis mungil itu ber-fangirling ria.
"Wahai sekalian penduduk bumi!" seru Ge dengan suara cemprengnya sambil membawa tas punggung berwarna hitam yang jelas bukan miliknya karena tas pemuda itu telah ada di meja sejak pagi tadi.
"Apaan sih Ge! Ganggu tau!” protes Nia karena suara merdu aktor korea di gawainya tergantikan oleh suara cempreng pemuda itu.
“Ini nih, gue ada barang bagus,” ucap Ge dengan tampang yang dibuat semeyakinkan mungkin, membuat Farina yang sejak tadi hanya menekuri buku kosong di hadapannya ikut menoleh. Begitupula Gita dan Erika.
"Apaan? Kamu mau nakut-nakutin kita, kan? Itu tas isinya pasti kodok!” tebak Gita yang kemudian bergidik geli.
Gadis itu tak bisa menghilangkan bayangan binatang berwarna hijau tua dengan lendir di tubuhnya itu. Teringat kejadian beberapa bulan lalu sebelum libur panjang dan mereka masih duduk di kelas sepuluh. Saat itu, Ge dengan usilnya memasukkan katak yang akan mereka jadikan bahan penelitian untuk tugas biologi ke dalam tas milik Rulla, hanya agar bisa melihat bagaimana ekspresi gadis pendiam itu ketika menjerit ketakutan. Alhasil, Rulla malah sakit dan tidak masuk selama dua hari berturut-turut.
“Ih, Agita dewiya tersayang, kamu gak percaya sama Abang Ge?” tanya Ge dengan kerlingan yang malah membuat Gita semakin geli dibuatnya. “Liat aja dulu.”
“Ya udah keluarin aja sih,” ucap Zaina yang sudah sangat penasaran.
Ge mengangguk sejenak, berlagak serius dan berakting seakan menjadi seorang pesulap yang tengah beraksi. “Tara!” pekik Ge berlebihan sambil mengeluarkan sebuah rok span berwarna merah jambu dari dalam tas itu. Membuat para gadis yang berada di dalam kelas melongo bingung. “Nih, barang bagus, kan? Ayo mumpung lagi cuci gudang cuma lima ribuan.” Ge menawarkan rok itu persis seperti sales yang tengah berusaha menarik pembeli.
“Aneh, dapat dari mana kamu?” tanya Mika yang semenjak tadi hanya memperhatiakan dalam kebingungan.