Sebuah meja dengan bentuk persegi panjang itu diisi tiga orang yang tidak terlalu akrab sebelum kelompok ini dibuat. Bina menghembuskan napas pelan sebelum akhirnya berusaha tersenyum untuk mencairkan kebekuan dalam kelompok ini. Beberapa menit lalu, Bu Alya, guru TIK mereka yang tambun itu menyuruh kelas sebelas untuk membuat kelompok yang diisi tiga orang siswa-siswi guna mengerjakan tugas sepele. Membuat cerpen sebanyak tiga lembar file word.
"Jadi Pertama-tama kita harus buat ceritanya dulu, kan?" tanya gadis dengan wajah lembut itu, Camelia Sabina. Atau yang lebih sering disapa, Bina.
"Iya, setelah itu baru kita ketik," jawab Mika sambil membuka bukunya dan mulai menulis. "Tentukan dulu temanya, ada yang punya ide?"
Bina mencoba berpikir, sesekali ekor matanya melirik ke arah Alvin yang juga berada dalam kelompok mereka tapi diam saja tanpa memberikan pendapat. Pemuda itu tampak asyik menunduk, larut dalam dunia sendiri. Seakan ujung meja yang sejak tadi ia lihat lebih menarik ketimbang dua gadis yang sekarang ini tengah menjadi rekannya. Lama-lama, Bina kesal juga. Dilemparnya pulpen yang sejak tadi ia ketuk di atas meja itu ke kepala Alvin, membuat pemuda itu meringis karena terkejut.
"Bantu pikir dong," ucap Bina.
Mika ikut menengok ke arah Alvin yang sejak tadi ia biarkan mematung.
"Iya nih Vin, temanya apaan?"
"Enggak tau, aku mana bisa masalah ginian," jawab pemuda itu datar.
"Ya udah, kita mulai dari yang paling gampang, nama tokoh aja dulu," usul Bina membuat Mika dan Alvin mengangguk setuju namun kembali bingung sejurus kemudian.
"Siapa ya?" tanya Mika seraya berpikir, manik matanya melirik ke sana kemari mencari inspirasi.
"Mika aja!" celetuk Alvin yang langsung mendapat delikan dari gadis yang duduk di hadapannya.
"Enggak, yang lain," tolak Mika tak setuju.
"Kenapa, sih? Kan bagus."
Mika tersenyum miring. Tak habis pikir dengan jalan pikiran pemuda itu. "Selain itu."
"Aku maunya itu," kata Alvin masih bersikeras.
"Kok jadi kamu yang ngatur, enhgak mau, itu namaku."
"Elah, tadi minta pendapat terus giliran aku kasih pendapat ditolak, perempuan ribet, ya." kata pemuda itu dengan nada kesal.
"Elo ngasih ide ngira ngira dong Vin,"kata Bina yang mengerti alasan Mika menolak ide Alvin.
"Gini aja, namanya Bella dan ... Rina, gimana?" saran Mika asal-asalan. Tapi, kedua rekan kelompoknya itu tak punya alasan untuk menolak. "Aku juga ada ide buat ceritanya."
"Bagus, kalau gitu kamu dikte aja biar aku yang tulis."
"Terus dia?"
Bina menengok ke arah Alvin. "Dia yang baca di depan kelas nanti."
Setelah itu, kelompok mereka kembali terkurung dalam pikiran yang mencari ide. Sesekali Mika mengumpat dalam hati, memaki Alvin yang kini menjelma jadi batu lagi. Di tengah kesibukannya menulis, Bina melengos memperhatikan kelompok lain yang tak kalah konyolnya. Di sudut ruangan sana, kelompok Gita dan Zaina, dua gadis tak terpisahkan itu lebih memilih menghabiskan waktu untuk mengobrol sambil tertawa ria dari pada mengerjakan tugas mereka.
Sedang di satu sisi ada Ge yang memisah dari kelompoknya. Pemuda itu malah bergabung dengan kelompok Aldo serta Nora yang hari ini membentuk band dadakan, menyanyikan lagu india.
"Meri ashique ab tum hi ho...." Nora menyanyi tanpa peduli dengan buku tugasnya yang masih terisi setengah halaman.