"Seriusan? Kapan?" tanya Nia masih tak percaya akan berita yang disampaikan Zatin.
"Beneran, Kak Nila cerita sendiri sama aku, dia jadian sama Tama," ungkap Zatin yang langsung membuat seluruh gadis dalam kelas heboh tak keruan.
Pasalnya, kak Nila yang merupakan ketua asrama mereka itu dikenal playgirl dan cukup pemilih soal pasangan. Memang bukan hal aneh karena Tama juga tak bisa dibilang jelek. Pemuda itu punya rahang tegas dengan kulit putih yang bersinar. Masuklah kalau dikategorikan boyfriend material. Hanya saja yang membuat Gita, Rasya, dan lainnya tak habis pikir adalah, mau-maunya sih Nila kasmaran sama adik kelasnya sendiri. Masih mending kalau kakak kelasnya cowok, lah dia kan cewek.
Terlebih, mereka ini sekolah di Madrasah Aliyah. Sekolah berbasis agama, yang menganggap cinta sebagai sesuatu yang mengganggu belajar dan pacaran adalah hal yang membuang-buang waktu. Meski jelas sekali tertera di peraturan sekolah, masih saja banyak oknum-oknum yang berani melanggar. Contohnya saja Nila yang memang sudah profesional. Meski satu sekolah sudah tahu, tetap saja tak terendus para guru. Namanya bersih, tak sekalipun pernah masuk dalam daftar blackbook.
Cinta itu hitam putih, kadang bisa jadi sangat suci seolah tidak bersalah. Seakan perasaan yang mereka dapat itu benar datangnya dari Tuhan, dan boleh diekspresikan dengan cara bagaimana saja. Namun, salah ambil tindakan malah membuatnya jadi hitam, sumber dosa tak berkesudahan.
"Aku enggak habis pikir," kata Rasya ikut nimbrung.
Mika yang mendengar nama musuhnya disebut-sebut juga mengangguk setuju. "Mau ya Kak Nila sama yang begitu, si Tama kan nyebelinnya bukan main."
"Halah, bilang aja cemburu." Zatin mencibir disertai delikan.
di antara semua anak kelas, gadis dengan kulit sawo matang itu adalah yang paling dekat dengan Nila. Bahkan dia tanpa sungkan memanggil kakak kelas mereka itu dengan sebutan 'Mamah'. Padahal menurut Mika, kak Santi jauh lebih kentara jiwa keibuannya.
"Udah, udah, ngapain sih pada berantem, itu kan urusan Kak Nila sama Tama," ucap Nia mencoba melerai.
Nora mengangguk, gadis itu jadi memandang lurus ke arah tempat duduk Tama kemudian tergelak sendiri. "Lagian, biar si Tama tau rasa diselingkuhin sama Kak Nila."
"Menurut aku sih Kak Nila enggak bakal selingkuh," bela Zatin masih tak mau kalah.
Mika memutar bola matanya jengah, bagaimanapun Zatin membela kakak kesayangannya itu, tetap saja tak bisa menghilangkan predikat yang sudah Nila raih. Semua orang, juga satu sekolah sudah tau kalau dia suka bergonta-ganti pasangan. Tapi, karena Nila tak pernah mengganggu bagi hidup Mika, gadis itu santai-santai saja. Toh, itu urusannnya Nila. Mau dia jatuh cinta sama teman satu angkatan, satu kelas, ataupun adik kelas yang masih gemas-gemas, itu hak dia.
Zatin terus saja meracau, ditambah Nora yang tak mau kalah. Tak ada yang bisa melerai. Lagi pula kenyataan bahwa keduanya adalah teman akrab sedari SMP membuat Zatin dan Nora sering terlibat percekcokan yang untungnya tak pernah menjadikan mereka sebagai musuh. Sampai sebuah seruan menghentikan perdebatan di antara keduanya.