Seorang bocah laki-laki berusia 9 tahun terlihat tengah berebut mainan dengan teman sebayanya. Kemudian bocah itu mendorong tubuh temannya karena temannya tersebut tak kunjung memberikan mainan mobil-mobilan yang sangat dia inginkan.
"Rehan!" teriak seorang wanita paruh baya sembari berlari menghampiri putranya yang terjatuh di atas rerumputan. "Kamu nggak apa-apa, Nak?"
Bocah yang bernama Rehan itu pun langsung menggeleng meskipun air matanya sudah saling berebut ingin keluar duluan. Kemudian sang ibu melayangkan tatapan tak suka ke arah bocah yang tadi mendorong anaknya. "Kamu ini punya masalah apa? Kenapa sampai mendorong anak saya?!"
"Dia nggak mau ngasih mainannya!" bocah itu menjawab dengan apa adanya.
"Ya 'kan mainannya emang punya anak saya! Kalo dia nggak mau pinjami kamu, kamu-nya ya jangan maksa. Apalagi sampai dorong-dorong begitu. Beruntung dia nggak apa-apa, kalau dia terluka memangnya kamu mau tanggung jawab?!"
Bocah itu hanya diam, tapi sorot matanya seolah berkata kalau dia tidak peduli, karena yang terpenting baginya adalah mainan tersebut bisa ada digenggaman tangannya.
"Sekarang, kamu minta maaf sama anak saya!" perintah ibunya Rehan sembari berkacak pinggang. Sedangkan Rehan, sedari tadi hanya bersembunyi di balik tubuh ibunya.
"Nggak mau!" tolak bocah itu.
"Apa?" balas ibunya Rehan dengan ekspresi wajah tak percaya. "Kamu bilang apa barusan? Nggak mau? Dasar anak kurang ajar! Udah nakal, nggak punya sopan santun lagi sama orang tua!"
"Permisi?"
Ibunya Rehan pun menoleh saat ada yang datang menghampirinya. Mendadak ekspresinya langsung berubah, yang awalnya penuh amarah kini berganti dengan guratan wajah sumringah. Kemudian Ibunya Rehan merespon dengan sangat ramah, "Iya? Ada apa ya, Pak?"
"Ini, saya tadi nggak sengaja ngeliat Ibu marah-marah di depan anak-anak. Kalo boleh tahu ada masalah apa ya, Bu?" tanya orang tersebut sedikit berhati-hati. "Oh iya, sebelumnya perkenalkan nama saya Rajendra, saya penghuni baru di komplek sini. Salam kenal?"
"Ah iya, salam kenal juga. Saya Helena panggil saja Helen," sahut Ibunya Rehan sembari menjabat tangan Rajendra. "Jadi begini, Pak, anak ini itu udah ngedorong anak saya Rehan sampai jatuh. Sebagai ibu, jelas dong saya nggak terima, terus saya suruh dia minta maaf sama anak saya, tapi yang ada dia malah nggak mau. Padahal di sini dia yang salah duluan!"
Tiba-tiba Rajendra berjongkok untuk menyamai tinggi tubuhnya dengan tubuh dari bocah laki-laki itu. Kemudian dia tersenyum hangat seraya bertanya, "Nama kamu siapa?"
Bocah tersebut tampak ragu untuk menjawab dan seolah mengerti dengan situasi yang terjadi, Rajendra pun langsung mengusap punggung bocah itu untuk memberikan sedikit ketenangan. "Nggak apa-apa. Om cuma mau tahu nama kamu aja, kok. Nggak usah takut."
"Kavin." Akhirnya bocah tersebut bersedia menyebutkan namanya meskipun dengan suara yang pelan.
Rajendra mengangguk-anggukkan kepalanya, kemudian dia memberi isyarat pada Rehan agar mendekat ke arahnya. Rehan pun mendongak meminta izin pada Helena terlebih dahulu. Helena yang tengah melipat kedua tangannya di dada langsung mengangguk sebagai tanda persetujuan.
"Nama kamu Rehan, 'kan?" tanya Rajendra seraya menyunggingkan senyum tulusnya. Rehan yang ada di sebelah kanannya segera menjawab dengan sekali anggukan kepala.