Setelah pertemuan pertama mereka, Kavin dan Nada pun berteman baik hingga keduanya menginjak umur ke 13 tahun. Tepatnya tahun di mana, keduanya mulai masuk ke sekolah menengah pertama.
Tanpa disangka-sangka, ternyata Nada juga masuk ke sekolah yang sama dengan Kavin. Jelas saja Kavin sangat bahagia, dengan begitu dia bisa terus bertemu Nada.
Kini Kavin dan Nada tengah berada di taman komplek perumahan mereka. Kavin mendorong tali ayunan yang dinaiki Nada dengan hati-hati. "Nad, besok aku ulang tahun. Jangan sampai lupa ya?"
"Ya nggak mungkin 'lah aku lupa," sahut Nada sembari menikmati hembusan angin di sore hari. "Besok setelah pulang sekolah, kamu tunggu aku di tempat ini ya? Ada yang mau aku kasih ke kamu."
Kavin yang mulai lelah, akhirnya ikut duduk di ayunan kosong yang ada di sebelah Nada. Dia menunduk menatap butiran-butiran pasir yang diinjaknya. "Kamu mau ngasih ke aku apa, Nad?"
Nada menoleh ke arah Kavin. "Rahasia! Kalo aku kasih tahu kamu sekarang, namanya bukan kejutan lagi, Kav."
Kavin mendongak dan tatapan mereka pun saling bertubrukan. "Aku boleh minta satu permintaan ke kamu nggak, Nad?"
"Permintaan apa?" tanya Nada dengan wajah polosnya.
"Tetap di sisiku ya, Nad?"
Nada terdiam sejenak, tetapi beberapa detik setelahnya dia justru tertawa karena permintaan Kavin yang begitu lucu. Dia kira laki-laki itu akan meminta mainan seperti tahun lalu, ternyata tidak. "Tanpa kamu minta, aku akan selalu di sisi kamu, Kav."
Kavin mengulurkan jari kelingkingnya ke arah Nada. "Janji?"
"Janji!" Nada menyahut dengan sangat yakin sembari menautkan jari kelingkingnya ke kelingking Kavin.
***
Sesuai permintaan Nada kemarin sore, Kavin pun datang ke tempat ayunan dengan perasaan yang ceria. Dilihat dari ekspresi wajahnya, Kavin tampak seperti tidak sabar ingin bertemu dengan Nada.
Tetapi sampai hari hampir menggelap, kehadiran Nada tak juga muncul-muncul. Raut wajah Kavin mulai terlihat sendu, namun dia juga masih setia untuk menunggu. Satu menit, dua menit, tiga menit, bahkan sampai satu jam lebih dia menunggu di sana, Nada belum juga menampakkan batang hidungnya.
Apa dia lupa?
Satu pertanyaan yang terus memenuhi pikiran Kavin.
"Kavin?"
Kavin menoleh ke sumber suara, dan ternyata di sana ada Nada yang berdiri sambil membawa sebuah kotak yang Kavin sendiri tidak tahu apa isinya. Namun bukan itu yang menjadi fokus utamanya, melainkan kedua mata milik Nada yang terlihat memerah. Apa dia baru saja menangis?
"Aku kira kamu lupa, kenapa telat?"
Nada tak menjawab, lalu dia segera menyerahkan kotak tersebut kepada Kavin. Tanpa berucap apa-apa, Nada pun pergi begitu saja meninggalkan Kavin yang kini tengah menatapnya tak mengerti.
"Nada? Kamu mau ke mana?!"
Nada sama sekali tak menggubris teriakan Kavin. Kakinya terus melangkah jauh meninggalkan taman bermain tersebut.
***
Beberapa hari setelah kejadian itu, Kavin tidak pernah lagi melihat Nada. Apa dia sakit? Rasa cemas yang begitu besar membuat Kavin memutuskan untuk berkunjung ke rumah Nada.
Tok ... Tok ... Tok ...
"Om Jendra? Nada? Ini Kavin, apa kalian ada di rumah?"