Naura terlihat tengah berjalan sendirian di koridor sembari bersenandung pelan. Awalnya dia tampak tak peduli dengan murid-murid lain yang berlalu lalang di sekitarnya. Tapi tiba-tiba, ada sesuatu yang berhasil mencuri perhatiannya.
Bukannya dia si anak baru itu?
Naura pun segera berlari kecil menghampiri seorang murid perempuan dengan rambut panjang yang terurai. Meski ragu, Naura tetap menggapai bahu perempuan itu sembari menyapa, "Nada?"
"Iya?" sahut siswi tersebut seraya berbalik menghadap Naura.
"Syukurlah, gue nggak salah orang, Nad." Naura menghela napas lega. Kemudian dia menyunggingkan senyum cerahnya. "Akhirnya kita bisa bertemu lagi ya? Gimana? Betah sekolah di sini?"
"Wait, elo ... " ucapan Nada tertahan. Dahinya berkerut, tampak seperti orang yang sedang berusaha mengingat sesuatu. Dalam benaknya, dia bertanya-tanya, apakah perempuan ini mengenalnya?
Tanpa sadar Naura menunjuk ke arah dirinya sendiri. "Gue Naura, masa lo udah lupa, sih? Gue yang waktu itu udah antar lo ke ruang guru. Ingat?"
Spontan Nada menjentikkan jarinya ketika dia sudah mengingat kembali siapa orang yang ada di hadapannya kini. "Astaga, Naura yang itu rupanya. Kirain siapa tadi."
Naura merajuk dengan bibir cemberutnya, "Emang yang punya nama Naura ada berapa banyak di sekolah ini? Sampai-sampai lo nggak ingat sama gue. Sedih banget gue, dilupain sama lo."
Nada menunduk, dia sepertinya merasa sangat tak enak dengan Naura. "Maaf ya, gue emang agak susah mengingat wajah orang. Tapi gue ingat kok sama nama lo."
Tiba-tiba Naura terbahak saat melihat ekspresi lucu Nada yang berhasil tertipu oleh akting abal-abalnya. "Gue cuma bercanda kali. Udah nggak apa-apa, gue juga nggak mempersalahkannya kok. Wajar kalo lo lupa, kita aja baru sekali ketemuannya, itu pun cuma sebentar."
"Tapi tetap aja gue merasa bersalah, apalagi gue punya hutang budi sama lo, Nau."
"Udah-udah jangan bahas itu lagi. Mending lo jawab dulu pertanyaan yang gue tanyain tadi," potong Naura mencoba mengalihkan pembicaraan mereka ke hal lain. Kemudian dia mengulangi pertanyaan yang sempat dia lontarkan beberapa waktu lalu, "Gimana? Lo betah nggak sekolah di sini?"
"Betah kok, sekolah di sini adem banget rasanya. Mungkin karena banyak pohon-pohonnya kali ya?"
"True! Gue dulu malah ngira kalo ini tuh hutan bukannya sekolahan. Emang rindang banget sih pohon-pohonnya. Apalagi di belakang sekolah, beh, gue aja sampai mikir apa di sana ada binatang buasnya?"
Nada terkikik mendengar cerita Naura yang menurutnya sangat tak masuk akal. "Serius, Nau?"
"Iya beneran, kapan-kapan deh gue antar lo ke sana. Gue jamin, lo bakalan takjub pas lihatnya."
Keduanya pun tertawa dengan pembicaraan mereka yang sedikit absurb itu. Lalu Naura kembali bertanya, "Oh iya, by the way, lo mau ke mana? Kenapa sendirian? Nggak takut kesasar lagi?"
Nada terkekeh pelan mendengar ucapan Naura yang kembali menyinggung tentang kejadian saat pertama kali mereka bertemu. "Nggak mungkin lah, gue udah dua minggu di sini, ya kali masih nggak hapal juga, Nau?"
"Sebenarnya tadi teman-teman gue udah ngajakin gue ke kantin. Tapi berhubung gue harus ngejar materi pelajaran yang tertinggal lumayan jauh, jadi gue sering telat deh istirahatnya," imbuh Nada.
Naura mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. "Kebetulan, gue juga mau ke sana sekarang. Barengan aja kalo gitu, daripada lo jalan sendirian 'kan?"
"Boleh," sahut Nada dengan senyum lebarnya.
Lalu mereka pun berjalan bersama menuju kantin. Di sepanjang perjalanan, Naura dan Nada tak henti-hentinya mengobrol tentang ini dan itu.
"Nad, lo sadar nggak sih dari tadi banyak yang ngeliatin lo?" tanya Naura ketika menyadari ada begitu banyak pasang mata yang terus menatap ke arah Nada.
"Hampir setiap hari kayak gitu, gue juga nggak tahu kenapa. Bahkan gue sampai berpikiran, memangnya ada sesuatu yang salah ya sama penampilan gue?"
Naura kembali memperhatikan semua orang yang memandangi Nada. Samar-samar dia mendengar beberapa pujian yang terlontar dari bibir mereka.