Kavin segera masuk ke kediamannya setelah memarkirkan sepeda motornya di garasi rumah. Dia terlihat tengah bersenandung pelan sambil memainkan kunci motor di jari telunjuknya. Kemudian dia mulai menaiki satu persatu anak tangga yang akan membawanya ke lantai dua, tempat di mana kamarnya berada.
Dari luar saja rumah Kavin sudah tampak megah, apalagi di dalamnya? Bahkan saat pertama kali memasuki halaman rumahnya, siapa pun akan merasa takjub dengan air mancur yang indah dan ikan-ikan lucu yang berenang bebas di kolamnya. Sedangkan di beberapa sudut ruangan, mulai dari ruang tamu, ruang makan, ruang keluarga dan ruang-ruang lainnya, ada sebuah guci keramik yang sangat antik dan terlihat mahal tengah terpajang dengan rapinya.
Tetapi meskipun begitu, rumah yang sebenarnya banyak diimpikan oleh beberapa orang, seperti tak ada artinya sama sekali di mata Kavin. Menurutnya, apa gunanya rumah besar dan luas jika hanya ditempatinya seorang diri? Yang ada, dia terus merasa sepi di setiap hari-harinya.
Setelah sampai di depan kamarnya, Kavin segera membuka pintu tersebut. Namun tubuhnya mendadak kaku saat tahu ada seseorang yang tanpa izin masuk ke dalam kamar pribadinya.
"Akhirnya lo pulang juga," ujar seorang perempuan berambut panjang yang kini tengah duduk di kasur milik Kavin.
"Nada?" gumam Kavin yang dengan spontan menyebut nama dari perempuan yang kini tengah berjalan mendekat ke arahnya.
"Apa kabar, Kav? Udah lama banget ya kita nggak pernah ketemu."
Kavin langsung menghindar ketika sadar Nada akan memeluknya dan dengan sikap tak suka dia langsung bertanya, "Siapa yang ngasih lo akses masuk seenaknya ke kamar gue?!"
"Tante Raya," jawab Nada sembari berjalan-jalan meneliti ke sekeliling kamar Kavin. Kemudian dia berbalik dan kembali menatap Kavin yang sekarang juga sedang menatap dirinya dengan tajam. Nada tersenyum miring sembari mengangkat sebuah kunci berbandol tengkorak yang sangat tidak asing di mata Kavin. "Bahkan tante Raya juga yang ngasih sendiri kunci kamar lo ke gue."
Bagi Nada, kamar Kavin tidak terlihat seperti kamar laki-laki pada umumnya yang biasanya lebih sering berantakan. Ternyata Kavin yang dia kenal sejak dulu telah banyak berubah, sekarang bocah ingusan itu telah tumbuh menjadi laki-laki yang tampan dan keren.
Kavin berdecak dan segera menghampiri Nada untuk merebut kunci cadangan tersebut. Namun sayang, Kavin kalah cepat dengan Nada yang langsung menarik tangannya dan menyembunyikannya ke belakang tubuhnya. Kavin mendesis dengan nada bicaranya yang mengancam, "Kembalikan kunci kamar gue, selagi gue masih minta baik-baik ke lo!"
Nada mencondongkan wajahnya ke depan, sehingga jarak yang tercipta di antara mereka kini hanya sejengkal tangan orang dewasa. Dan bukannya takut, Nada justru menantang ucapan Kavin barusan. "Kalo gue nggak mau? Emangnya lo mau ngapain?"
Kavin terdiam sejenak sebelum kemudian dia lebih dulu menjauhkan dirinya dari Nada. Lalu dia lebih memilih untuk melepas tas dan juga jas almamater yang sedari tadi masih melekat di tubuh tegapnya. "Kenapa lo balik lagi ke Indonesia? Udah nggak betah tinggal di Korea?"