Memori Minggu Pagi

Mulya Abdul Syukur
Chapter #4

Kuburan Raksasa

Bukan saja menyoal PR matematika-ku yang terbengkalai dan balik menatapku penuh ancaman tiap kali aku melihat ke dalam ransel sekolah, upaya Anin menghindariku sepanjang minggu itu, benar-benar menjadi sebuah pukulan hebat yang harus kuakui membuatku praktis lumpuh.

Anin seringkali marah atau merajuk. Hal itu terbilang alami dalam hubungan kami berdua. Tapi memutuskan untuk berhenti bicara padaku sampai-sampai ia harus mengasingkan dirinya ke rumah Nenek di Puraseda, benar-benar sebuah langkah serius yang sedikit membuatku ketakutan.

Masalahnya begini, kalau kau mengetahui seseorang yang kau yakin tidak akan pernah membencimu suatu kali menunjukkan sikap yang bertolak belakang, kau barangkali telah mengenal horor jenis baru.

Aku mungkin bisa dengan bebas menguasai kamar Anin dan tidur di dipannya sendirian sehingga aku bisa leluasa berguling kesana kemari tanpa khawatir kakak perempuanku bakal protes atau menyelinapkan jemari lentiknya dan mencubit lenganku supaya aku diam. Tapi selama Anin pergi, malam-malam yang kualami secara ajaib terasa semakin panjang.

Meskipun aku masuk kamar dan mematikan lampu sebelum pukul 9 malam sebagaimana yang telah ditetapkan ayah kami, aku baru bisa jatuh tertidur menjelang tengah malam.


*


Di bagian ini aku akan sedikit kembali ke belakang. Sebagai informasi saja, kecuali Kara, Wendi dan Mami, kami semua dilahirkan di Puraseda.

Lihat selengkapnya