Memori Shania

Suci Adinata
Chapter #2

Memori 1 : Prolog

Suara-suara mulai masuk ke rongga telinga. Awalnya pelan, hingga sepersekian detik berlalu. Aku dapat mendengar suara Mamak dengan jelas. Tentu saja suara itu yang membuat ku terbangun. Mata ku berkedip beberapa kali. Kemudian mengumpulkan energi untuk bangun dari tempat tidur dan membuka pintu kamar. Lalu mengajak kaki melangkah. Bergegas ke ruang tamu, melihat jam dinding. Sambil menunggu antrian mandi, aku menyiapkan perlengkapan MOS. Mengecek alat-alat yang diminta kakak kelas.

Tahun ajaran baru. Hari pertama masuk SMA. Tidak ada yang berubah.

Jam dinding menunjukkan angka 05.30 dan aku sudah selesai mempersiapkan diri. Oh iya, rambutku di kuncir dulu. Jadi selama MOS. Mamak selalu menguncir rambut ku dengan telaten. Rutinitas kami sebelum berangkat ke sekolah, harus sarapan. Apapun menunya. Hal yang paling penting, bisa mengganjal perut sebelum makan siang. Kakak perempuan ku dari tadi mondar-mandir, sambil mengomel. Ada barang yang harus dia cari.

Sementara itu, aku sedang membuka tas. Mengecek kembali peralatan yang akan dibawa. Memastikan tidak ada yang tertinggal. Semua beres. Aku memakai peralatan serba baru. Kecuali tali rafia dan topi Jepang ini. Tali rafia masih ada. Ayah menyediakannya jika diperlukan. Warna hitam, cocok. Jadi tidak perlu beli. Topi Jepang dari kakak ku, dia membuatnya sendiri.

Setelah berpamitan. Aku keluar rumah menyusuri jalan. Menuju ke tempat yang biasa aku gunakan untuk menunggu angkutan umum. Aku tiba-tiba tersenyum.

Kepala ku menghadirkan memori pertama kali naik angkot. Aku pernah ditinggal kak Lia. Aku menangis, keluar rumah. Kemudian Ayah mengejar ku. Hari itu, ayah mengantar ku ke sekolah. Kejadian yang lucu ini, masih membekas hingga sekarang. Orang-orang tampak heran melihat ku, berjalan sambil tersenyum.

Aku jadi penasaran dengan acara MOS di SMA. Apakah sama saat acara MOS di SMP? Acara MOS yang ku ingat saat ini, ketika mengirimkan surat kepada ketua OSIS. Karena panitia MOS penasaran, maka surat itu dibaca dan semua orang mendengarkan dengan seksama. Isinya? Hanya perkenalan diri sebagai adik kelas.

Padahal semua panitia MOS ingin mendapatkan kejutan besar dari tulisan ku. Setelah mengetahui isinya. Mereka diam. Ketua OSIS cuma bilang terimakasih.

Hanya itu saja yang ku ingat. Memori ketika SMP.

Sambil berjalan menuju tempat menunggu angkot. Banyak rangkaian dan dugaan yang membuat ku ingin menebak suasana MOS di SMA.

Tanpa terasa, aku telah sampai pada tujuan. Setelah melihat kanan-kiri dan aman. Aku menyeberang jalan. Kemudian berdiri di tepi jalan dan menghentikan angkot yang pertama kali lewat di depan ku.

Roda mobil itu berhenti sejenak dan aku kemudian masuk, lalu duduk dengan tenang. Penumpang lain melihat ku. Tapi hanya sebentar. Mesin mobil dihidupkan. Berjalan seperti biasanya. Baru saja merasa tenang. Namun, entah ada apa.

Angkutan umum berwarna hitam yang aku tumpangi, tiba-tiba berhenti di depan sebuah Masjid. Seorang laki-laki dengan membawa kamera di lehernya. Melangkahkan kaki menuju kami. Dengan cepat, sopir angkutan itu menekan pedal rem sekuat tenaga. Membuat para penumpang merasakan efeknya, menjadi kesal. Orang itu setengah berlari untuk mendekat, dia meminta maaf kepada sopir dan para penumpang. Setelah itu, masuk ke dalam mobil. Lalu duduk. Ternyata dia, si biang kerok yang menghentikan laju kendaraan roda empat. Satu orang yang paling menyebalkan pagi ini.

Tentu saja, selain membuat jantung ku berdebar tak karuan. Juga karena dia, kenyamanan ku direnggut. Dalam angkutan menuju sekolah baru. Pandangan mata dan garis bibir yang membentuk senyuman itu, dia arahkan kepada ku. Sorot mata para penumpang, lagi-lagi menatapku. Berbisik satu sama lain.

Sebagian penumpang malah tertawa kegirangan, mungkin pernah mengalami hal yang sama seperti diriku. Akhirnya aku melepaskan name text itu. Menaruhnya di sebelah kanan ku.

Beberapa orang di dalam angkutan ini malah tidak peduli. Si biang kerok itu, terus menatapku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tersenyum lagi. Mata kami saling bertemu tanpa sengaja, beberapa kali. Dia melihat ku, pandangan matanya berpindah.

Lihat selengkapnya