SENIN, 7 JULI 2014
Ini adalah hari beserta tanggal dan tahun pelaksanaan MOS pertama. Langkah kaki membawa tubuhku masuk ke gerbang sekolah. Aku disambut tatapan tajam, mengawasi. Minim guratan senyuman di wajah dua satpam itu. Mereka berdiri bersebelahan, tepat di depan pos satpam.
Aku menganggukkan kepala, tanda kenalan tak resmi. Mereka juga membalas dengan gerakan yang sama. Setelah beberapa langkah melewati satpam itu, mereka kembali melihat ke arah gerbang. Keduanya bergerak hampir bersamaan. Aku belum melihat teman-teman ku. Namun, wajah-wajah yang masih terlihat asing mulai memasuki halaman sekolah ini.
(Bunga dari pohon Trembesi Samanea Saman)
Saat aku masuk, kantor pos satpam itu berada di sebelah kanan. Ada tempat duduk dari campuran semen dan keramik putih. Di tengahnya berdiri kokoh sebuah pohon. Aku yakin, pohon ini tidak hanya ditanam sebagai tanaman peneduh. Pasti memiliki banyak manfaat.
Aku tertarik memperhatikannya. Ternyata pohon ini sedang berbunga. Bentuknya unik. Memiliki campuran warna putih dan merah muda. Bercak berwarna merah muda tersebut berada di bagian atas. Bunga ini memiliki benang sari yang menyerupai bulu burung Merak. Dalam sekuntum bunga, terdapat 20-30 benang sari. Kalau duduk di sana, aku jamin terlindungi dari sinar matahari. Lingkungannya sangat asri dan sejuk dipandang.
Hampir di setiap sudut sekolah, ada berbagai jenis tanaman dan aku suka. Tidak banyak berbeda dari sekolah lama ku.
Berjalan santai, sesekali melirik kanan-kiri menikmati waktu. Kami masuk ke kelas masih 15 menit lagi. Ketika berjalan di depan koridor, ada seseorang yang memanggil nama ku. Spontan, ku balikan tubuh dan aku terkejut... ya ampun ternyata dia!!!
"Hei. Kamu yang naik angkot tadi kan, yang duduk di depan ku?" tanyanya.
"Iya, kenapa?" jawabku dengan nada kesal.
Andai saja pembaca berada di sampingku, mungkin nada suaranya pasti tidak enak di dengar.
Dia memberikan name text yang aku dapatkan dari sekolah, menyerahkan barang itu kepadaku.
"Nih, tadi ketinggalan di angkot."
Ku perhatikan name text itu sambil tertegun, apakah aku begitu ceroboh?
"Terima kasih," balas ku. Entah dia dengar atau tidak.
*****
Ketika pelaksanaan MOS. Para pesertanya memang memiliki dua papan nama. Satu, didapat dari sekolah yang berisi informasi tahun pelaksanaan MOS, nama lengkap, NISN dan juga asal sekolah. Lebih mudah disebut kartu identitas.
Papan nama kedua, khusus yang mereka buat sendiri atas instruksi kakak senior. Ukurannya 15×30 cm, terbuat dari potongan kardus bekas dilapisi karton warna hitam. Tali plastik warna hitam untuk kalungnya dan berisi tentang informasi seperti nama lengkap, asal sekolah, nama grup dan foto se-alay mungkin sambil makan cincau. Tapi foto milik Shania. Malah lebih cocok jadi iklan cincau utuh. Di balik kardus berisi cita-cita pemilik papan nama. Harusnya tadi. Papan namanya, dimasukkan ke dalam tas karung beras yang tertempel lambang sekolah. Namun Shania sepertinya ingin lebih praktis.
"Kamu tadi dipanggil sama sopir angkot," lanjutnya.
Shania menatapnya bingung. Kemudian teriak sambil panik. "Oh iya, aku lupa bayar ongkosnya." Dengan refleks menepuk jidat.
Kemudian balik ke arah gerbang. Tangannya langsung dipegang kakak laki-laki itu. "Mau kemana?" Shania yang masih panik lantas bilang, "Nyusul angkot tadi."
Dia tertawa kecil. "Ngga usah. Sudah kakak bayar." Shania menarik nafas lega setelah mendengarnya.
Langsung merogoh kantong baju. Mengambil beberapa uang. Kemudian menyerahkan ke orang yang selalu dia kutuk diperjalanan menuju sekolah. Beberapa menit yang lalu. Berniat mengganti uang tersebut. "Nggak usah dibayar. Cuma kakak mau tanya. Nama kamu Shania Karmila dari SMP yang bersebelahan sama SMA ini kan?" Dengan cepat dia menjawab "Iya kak." Kemudian bertanya lagi "Dulu murid pindahan di SD 12 ya?"
Shania terkejut kemudian membenarkannya. "Aku baru kali ini ketemu sama kakak. Memangnya ada apa sampai kakak bertanya seperti itu?"
Kakak laki-laki itu diam. Kejadian ini bukanlah rahasia, mungkin saja bapak satpam itu juga melihatnya. Namun, beliau memilih untuk tidak menyimpannya terlalu dalam.
Hingga beberapa menit kemudian, gerbang utama dipenuhi murid-murid yang berdesakan. Ingin masuk ke dalam sekolah. Suara klakson motor membuat Shania kaget, hingga dia hampir terjatuh. Kakak laki-laki dengan sigap menangkap tangannya. Mengajak ke tepi jalan. Ada yang meneriaki namanya. Shania menoleh, berbicara sebentar. Ketika berbalik. Kakak laki-laki sudah pergi. Tidak ada jawaban. Hingga saat catatan ini diterbitkan. Masih belum Shania temukan jawabannya. Kenapa laki-laki tersebut bertanya dan seringkali menghindari tempat yang ramai.
*****
Saat ini, aku duduk di kelas sambil menunggu manusia-manusia lainnya.
Tepat pukul 07.00 bel di sekolah berbunyi dan kami pun bergegas mengikuti upacara. Kami masih memakai seragam putih biru. Lengkap dengan dasi dan topi SMP yang belakangnya dimodifikasi dengan kain agar menutupi leher. Namanya topi Jepang, itu penjelasan dari senior. Warna kain, tali, name text dan kuncir rambut (perempuan) merupakan ciri dari grup/kelompok mana.
Kami melakukan upacara di sekolah baru pada hari pertama dilaksanakannya MOS dan kepala sekolah itu namanya Pak Irwan.
Guru yang pernah bercanda dengan bapak asal Yogyakarta. Beliau memberi pengarahan dan juga nasihat-nasihat yang membuat kaki pegal sangking lamanya berdiri. Tepat pukul 08.00, upacara dibubarkan (rencananya) tapi tiba-tiba. Terdengar perintah.
"PASUKAN SAYA AMBIL ALIH, SIAP GERAK!!!"
Semua mengikuti instruksi dari sumber suara.
"Untuk kelas 11 dan 12, silahkan masuk ke kelas masing-masing.
"JAYA," kata mereka kompak, sambil balik kanan dan melangkah meninggalkan lapangan upacara. Aku membayang kalau ada yang namanya Jaya, kira-kira apa reaksinya ya? aku tersenyum. Pasti dia dibully sama teman-temannya, tiba-tiba aku jadi sedih.
"Perhatian semuanya. Kepada semua siswa grup 7. Bapak tambahkan waktu untuk berdiri di lapangan upacara selama sepuluh menit, karena saat upacara tadi banyak yang ngobrol. Untuk yang lainnya, silahkan masuk ke kelas masing-masing dan selamat mengikuti kegiatan MOS. Terimakasih."
Langkah kaki beramai-ramai menuju kelas masing-masing. Sesampainya di depan pintu, kami disuruh berbaris. Satu barisan untuk laki-laki dan satu barisan lagi untuk perempuan. Pintu kelas kemudian ditutup dan dijaga oleh kakak kelas yang bernama Bhaskara Galih Pratama.
Tingginya sekitar 154 cm. Warna kulitnya sawo matang. Badannya kurus, tapi seimbang sama berat dan tinggi badannya. Kami disuruh ketok-ketok pintu kelas sambil bilang.