JUM'AT, 11 JULI 2014
Setelah mengikat tali sepatu, aku bergegas menuju keluar gang rumahku. Hari ini, aku berangkat dari rumah dengan berjalan kaki. Setelah itu, aku menunggu di halte angkot menuju sekolah. Selang 15 menit, akhirnya melintas. Angkot yang aku tumpangi masih menunggu penumpang lain yang terburu-buru, takut tertinggal. Perjalanan ke sekolah kali ini, aku menghabiskan waktunya dengan melamun. Ada beberapa penumpang yang memakai seragam sama seperti ku. Tapi aku merasa sepi. Tidak ada kak Dhery. Kemana dia? Sedang apa? Kenapa hari ini dia tidak ada? Aku memang kesal saat bertemu dengannya. Namun sekarang aku malah memikirkan orang yang menyebalkan itu. Bolehkah aku merindukannya?
"Jangan ngelamun," tegur Kak Jack, sopir angkot. Kepalanya sampai menoleh ke belakang, melihat ku.
"Kamu mikirin siapa?" tanya orang yang duduk di sampingku.
Aku hanya menggelengkan kepala. Terpaksa mengukir senyuman. Membohongi diri sendiri dan orang lain.
Teman perempuan ku melirik lagi. Sekarang, dia berada di pintu angkot. Hendak turun.
"Shania. Kita sudah di depan gerbang sekolah. Kamu mau masuk atau tidak," teriaknya. Lalu, setengah berlari. Melewati gerbang sekolah.
Bel sekolah berbunyi beberapa detik lalu.
Aku melangkahkan kaki. Berjalan keluar angkot. Sambil bertanya dalam hati. Kenapa aku begitu merindukannya?
"Hei, kamu! Mau masuk atau saya kunci dari dalam pagarnya," teriak satpam itu. Wajahnya kesal. Juga pak sopir. Aku sempat lupa membayar uang jasa angkot kepadanya. Sopir angkot malah tertawa kecil.
"Dek, men ka patah hati. Jangen nue igak mikir e. Fokus kek sekulah bailah. Belajar rajin-rajin. Men jodoh dak bakal lari kemane-mane," goda sopir angkot.
(Dek, kalau kau patah hati. Jangan terlalu memikirkannya. Fokus ke sekolah saja lah. Belajar yang rajin. Kalau jodoh tidak akan lari kemana-mana.)
Aku menoleh sebentar. Tanpa banyak bicara. Langsung bergegas masuk ke dalam sekolah dan berjalan dengan berbagai dugaan buruk tentang kak Dhery. Apakah dia sudah pergi meninggalkan sekolah ini atau...
"Shania," teriak seseorang. Muncul begitu saja dari belakang gedung kelas 12 IPS.
"Iya." Aku menoleh sebentar. Refleks. Suara itu.
"Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu. Cepatlah." Lalu dia meraih tanganku.
Kami berlari bersama dengan berpegangan tangan. Untuk pertama kalinya.
*****
Kami berlari menyusuri kelas-kelas yang hampir penuh. Beberapa orang sibuk dengan urusannya, sebagian lagi tidak peduli dan yang lain penasaran ketika melihat kami melewati halaman belakang kelas. Sampai akhirnya. Kami berhenti di tempat terakhir acara MOS. Aku memperhatikan sekeliling. Tempat ini di seperti benteng. Pohon tumbuh dengan kokoh, berdaun lebat. Kami berjalan perlahan. Kak Dhery menunjuk sebuah pohon yang berdiri di ujung lapangan olahraga.
"Lihat Shania. Pohon itu seperti lukisan di atas kanvas."