Penerimaan anggota baru Komunitas SMADA Hijau dilaksanakan. Entah tanggal berapa hari itu, yang ku ingat kami memakai baju putih abu. Bahkan nama hari juga aku bingung, antara hari Selasa atau Rabu. Memori yang satu ini kurang spesifik. Baiklah, aku mencobanya.
Para anggota baru ini datang ke kelas X IPA 1 sampai X IPS 4, mendata anggota baru. Kami akan berkumpul di pohon Beringin selepas Dzuhur bersamaan dengan Istirahat kedua. Tempatnya berada di samping mushola serta gerbang kedua sekolah. Mereka memberikan penjelasan seputar SMADA Hijau juga program-programnya dan visi misi komunitas ini. Wakil ketua komunitas, bahkan tidak asing bagiku. Pernah bertemu di depan mushola pada waktu MOS dan juga kelas ku tempo hari. Tersenyum melihat ku ketika memperkenalkan diri saat di depan kami bersama beberapa temannya.
Anggota mereka banyak yang berasal dari kelas IPS, sedangkan IPA hanya segelintir saja. Harusnya, dari Jurusan IPA yang memiliki minat terbesar untuk mengikuti komunitas SMADA Hijau dibandingkan mereka. Tapi entah alasan apa, justru berbanding terbalik. Aku bahkan ingat percakapan Feren dan Jupe (tukang teriak di telinga kak Galih) teman satu SMP.
"Banyak yang daftar jadi anggota MPK." Jupe membuka topik pembicaraan.
"OSIS juga tak kalah banyak, mungkin dua atau tiga kali lipat dari yang MPK dan Provos juga. Dengar-dengar nih ya. Mereka di pilih oleh guru dan anggota Polisi," sambung Feren.
"Susah lah kalau mau jadi anggota Provos. Ada syarat-syarat khususnya." Jupe menimpali
"Komunitas SMADA Hijau?" tanya ku.
Mereka tertawa.
“Eh, komunitas itu ngga terkenal. Sepi peminatnya. Beda kalau OSIS, PROVOS, MPK,” jelas Feren.
*****
Minggu ini, kami akan mengikuti proses penerimaan anggota baru (Outbond) dan aku bahagia karena Nur ikutan juga.
Kami berkumpul di halaman Mushola jam delapan. Memakai baju dan sepatu bebas serta training olahraga SMADA. Membawa bekal dan juga ember. Untuk apa itu, aku belum tau.
Kak Naufal memberikan penjelasan tentang kegiatan yang kami ikuti ini. Ada permainan rintang alam. Susunan kegiatan diberi tahu ketika semua anggota baru dan panitia berkumpul.
Permainan dimulai, kami terdiri dari beberapa kelompok dan aku bersyukur karena satu tim dengan Nur dan Yaya beserta dua anak IPS yang hingga kini nama mereka tidak ku ketahui. Mulai dari depan pos satpam. Berawal dari merayap melewati tali-tali berwarna hitam. Kegiatan ini persis seperti yang dilakukan anggota baru TNI. Ditengah-tengah merayap ada gelagat mencurigakan dari seorang panitia yang bertugas mengawas kami. Kakak kelas laki-laki datang sambil membawa ember dan benar saja.
Byur....
Pakaian dan tubuhku basah, terasa lengket ketika cairan itu, tanpa basa-basi menyentuh kulit. Ternyata, cairan itu berisi tanah liat yang di campur air. Lalu disiram ke tubuh kami. Kak Dani, teman kakak perempuan ku waktu SMP. Dengan cepat, dia menghampiri panitia yang masih memegang ember dan hendak menyiramkannya lagi ke tubuh ku.
"Hei, apa yang kau lakukan?" tanyanya.
"Menghabiskan lumpur ini, masih ada sisa." Gerakan tangan kakak yang hampir menyiram isi ember itu, berhenti sejenak.
"Mana ku lihat." Sambil memeriksa ember itu.
"Oh iya masih ada. Jangan siram lumpur ini ke Shania, yang pakai baju biru tua itu. Adik teman ku satu kelas waktu SMP dulu," jelas kak Dani.
"Terus lempar kemana? Mereka hampir menyelesaikan tantangan. Ini semua gara-gara kamu." Mereka berdebat, kakak kelas yang memegang ember itu, dari nada suaranya terdengar kesal. Menjadi kesempatan bagi kami untuk menghindar. Mempercepat gerakan merayap.
"Makanya buruan siram. Oh, ke yang tinggi itu aja." Sambil menunjuk ke arah Nur.
Byur....
Nur, yang berada di belakang ku berhenti sebentar. Kaget, menunduk kemudian menatap ke depan. Terlihat kesal. Andai saja keadaan dan waktu itu tidak terlalu serius, juga mengabaikan perasaan Nur. Mungkin saja reaksi ku saat melihat dia. Pasti akan tertawa terpingkal-pingkal seperti yang baru saja aku lakukan saat ini. Beberapa kali jari tangan ku berhenti menari di atas papan keyboard laptop. Dari memori ini, aku memahami pentingnya dekat dengan orang dalam.
*****
Kami pun melanjutkan perjalanan, dan permainan berikutnya telah menunggu. Di depan kami, ada beberapa tali yang mirip sarang laba-laba.
Tiba giliran kelompok kami dan harus menyelesaikan rintangan yang ada di depan mata.
"Kalian harus bisa melewati lingkaran ini tanpa menyentuh tali. Gunakan cara apapun untuk bisa menyelesaikan tantangan. Kalau gagal, kalian dapat hukuman." Dengan suara yang tegas kak Ira menjelaskan. Kak Naufal dan Kak Dani memberikan contoh. Tapi kami tidak boleh melewati bagian yang telah dicontohkan.
"Kakak kasih waktu 1 menit untuk berpikir dan menentukan cara apa yang kalian ambil." Kak Naufal menambahkan.
Kami berdiskusi.
"Menurutku kita gunting saja talinya, selesai," usul ku.
"Emang kamu bawa gunting?" tanya anak IPS yang memakai kerudung merah jambu.
"Nggak, coba ya aku bawa gunting tadi." Aku menggaruk kepala yang tidak gatal. Menahan malu.
"Telat," sambung anak IPS yang rambutnya panjang di kuncir kuda.
"Kalau gitu kita robohkan saja tiang itu," jawab Yaya dengan nada kesal.
"Nggak gitu juga kali Yaya, itu bukannya menyelesaikan tantangan. Tapi malah menambah dan membuat masalah baru." Aku protes.
"Gimana kalau kita loncat di atas lingkaran terluar." Nur berkata sambil meyakinkan kami.
"Tapi kayaknya nggak bisa deh, tingginya aja satu meter. Lagi pula ada temen kita yang tidak bisa menyelesaikan rintangan itu."
Kami sibuk memberi dan mencari solusi.
"Waktu kalian habis. Selesaikan tantangan sarang laba-laba ini."
Aku akhirnya punya ide, lalu berdiri di depan rintangan yang akan kami lewati. Tangan ku melebarkan lubang yang berada di tengah sarang.
"Siapa yang pertama melewati lubang ini?"
Aku meyakinkan mereka. Akhirnya Nur yang berinisiatif menaklukkan rintangan itu. Begitu hati-hati melangkah. Agar bagian tubuh tidak terkena tali.