Memori Shania

Suci Adinata
Chapter #3

Memori 2 : Flashback MOS

Hari Sabtu lalu, tepatnya tanggal 5 Juli 2014. Dimana hari itu, merupakan hari yang...

Sudah lah. Lupakan saja. Aku mengetik kalimat pembuka, yang awalnya otak ku sangat ribut dan ingin mendikte semua kata untuk mendeskripsikannya. Sekarang entah bersembunyi dimana semua kata-kata itu. Mataku terasa berat dan aku mengalah ketika tubuh ini mengajak untuk tertidur sejenak.

Sebelum kesadaran ku hilang. Aku masih sempat memikirkan peristiwa itu, bahkan sudah beberapa tahun lalu. Namun, masih terasa. Seperti baru saja terjadi. Semuanya begitu nyata.

Sekitar 30 menit kemudian. Aku terbangun. Lalu melanjutkan ketikan naskah. Kebiasaan yang entah sampai kapan akan bertahan.

Pada hari itu, semua siswa baru memakai pakaian olahraga dari berbagai Sekolah Menengah Pertama. Terlihat warna-warni, tidak seragam. Semua berkumpul di sebuah ruangan (lebih tepatnya halaman parkir motor siswa) dengan meletakkan beberapa kursi dan tenda. Maka disulap jadi aula dadakan. Ada beberapa murid yang duduk disana. Termasuk juga aku dan tentu saja bersama orang tua atau wali murid. Ada hal menarik dari perdebatan kecil yang dilakukan kedua guru itu, aku masih ingat.

Aku memperhatikan dua orang guru yang sedang berdiskusi. Aku berada di barisan ke 4. Jadi, bisa terlihat jelas ekspresi mereka. Tapi sebelum itu, mereka saling menatap satu sama lain. Satu kalimat yang aku dengar dari guru. “Biar aku saja yang memperkenalkan diri dulu.” Salah satu dari mereka menawarkan kesempatan. Kemudian beliau meraih microphone.

"Di sebelah saya ini Bapak Irwan kepala sekolahnya," ucap guru laki-laki paruh baya bertubuh kurus, berkacamata dan lumayan tinggi, menepuk bahu kawannya.

Seseorang yang disebutkan temannya. Sedari tadi tertunduk, mengangkat kepala dan terkejut. Lalu, beliau tertawa.

"Bukan, saya Waka Kesiswaan. Bapak yang di sebelah saya Kepala sekolahnya," jawab guru laki-laki yang begitu kental aksen Jawa (Sleman, Yogyakarta). Mereka kemudian tertawa bersama. Keakraban mereka terasa. Saling menepuk bahu, saling melemparkan candaan. Guru yang dibilang kepala sekolah tertunduk, entah apa sebabnya. Mungkin karena beliau tidak ingin pamer atau nggak mau dibilang sombong. Aku tidak mendapatkan jawaban yang jelas. Perdebatan itu bukan urusan ku.

Saat melihat bapak yang berkacamata, beliau menarik perhatian kami. Apalagi saat mendengarnya berbicara dan juga bukan tipe orang yang suka marah-marah. Kelihatannya baik.

Bapak kepala sekolah akhirnya memberi penjelasan tentang begitu banyak hal. Setelah penjelasan program sekolah yang panjang lebar (sampai-sampai aku mengantuk).

Para orang tua dan wali murid disuruh pulang. Terdengar nama-nama murid baru di absen berdasarkan nilai rangking Ujian Nasional dan dibagi ke dalam 7 grup.

"Grup 1"

"Grup 2"

"Grup 3"

"Grup 4, Shania Karmila." Namaku terdengar dan berada di urutan absen ke 4.

Cuma 1 orang yang aku kenal di grup ini. Kakak kelas satu SMP dan ku pikir hanya dia. Namanya Khairunnisa, aku memanggilnya kak Nisa. Dia adalah salah satu perangkat penting di dalam grup ini. Bisa dibilang senior.

"Jangan kaget," ujarnya sambil berjalan di sampingku dan memandu lainnya ke sebuah gedung bertingkat dua, tempat dilaksanakannya MOS. Kak Nisa cuma tersenyum dan melihat kebawah. Seperti ada sesuatu hal yang disembunyikannya. Belum sempat aku bertanya. Sampai akhirnya kami berdua sudah tiba di sebuah gedung, tiba-tiba.

"LARI!!" perintah kakak kelas laki-laki berbadan tegap.

"LARI!!! LARI DEK!!!" sambung yang lainnya.

Aku berlari dan langsung masuk ke rombongan. Walaupun janggal, tidak ada pilihan lain. Kecuali mengikuti rombongan yang sudah lebih dulu tiba.

Kami pun berlari mengelilingi lantai 1 dan 2. Lalu menaiki dan menuruni tangga, di putaran pertama. Aku terkejut bukan main. Tiba-tiba kakak kelas berbaris dekat dengan kami dan berteriak tepat di telinga ku. Sontak aku langsung menutup kedua telinga dengan kedua telapak tangan. Mereka sudah menghitung jarak dan kecepatan supaya suara mereka bisa tepat masuk ke telinga.

"TANYA DEK, TANYA!!!" Mereka berteriak bersama-sama.

"TANYA DIMANA RUANGANNYA!!!" sorak yang lain tak mau kalah dari kelompok pertama.

Tidak ada yang bertanya dan kami pun terus berlari.

Saat berada di lantai 2 untuk melanjutkan putaran kedua. Ada seorang laki-laki satu angkatan dengan ku, dia bertanya kepada kakak kelas. Hanya saja ditatap sinis.

Akhirnya aku mencoba bertanya.

"Kak, dimana ruangannya?"

Orang yang ku ajukan pertanyaan malah menatapku tajam dan tersenyum tipis dengan sudut bibir yang terlihat naik sedikit. Meremehkan.

"Kenapa tanya! Cari sendiri lah, sekarang cepat lari!!!" Tangannya direntangkan, lalu jari telunjuk menuju ke arah depan.

Menjengkelkan!!! Tadi disuruh tanya, aku bertanya malah mereka membentak ku. Aku berbicara sendiri sambil berlari. Di putaran ketiga, kami baru mengetahui keberadaan tempatnya.

Lihat selengkapnya