Memori Sonata

🕯Koo Marko✨
Chapter #6

Bab 2: Mo (Bagian II)

Membayangkan perawakan Falla yang sangat kecil, lucu, dan “gila” benar-benar membuatku tidak habis pikir Rico menyia-nyiakan anugerah seimut dirinya. Entah kenapa, aku berharap Alifah bisa segila dan selucunya pada saat yang bersamaan. Karena perawakannya ini, saat ia bilang sakit hati, hatiku juga terenyuh. Aku hanya bisa bilang padanya untuk bersabar. Barangkali Rico perlu waktu untuk berpikir karena memang di satu sisi orang tuanya juga tidak merestui.

Terlepas dari itu, ia mengingatkan kami untuk berhati-hati. Memang awalnya ia dan Rico sering nge-chat. Lama-kelamaan, dari yang setiap hari ingin tahu kabar masing-masing, menjadi tiga hari sekali seperti minum obat saja. Aku tidak percaya dan tidak setuju dengan perkataannya. Bagiku, pola pikir mereka yang terlalu tidak dewasa.

Seiring berjalannya waktu, Alifah cerita padaku, bahwa Rico mulai serius lagi. Alasan Rico, ada sedikit berkaitan denganku. Kabar hubunganku dengan Alifah mulai tersebar ke mana-mana, kecuali telinga para guru, aku tebak seperti itu karena belum ada guru yang mengintervensi atau menyinggung hubungan kami. Bisa dibilang masih aman. Aku juga bahagia mendengar hubungan mereka membaik.

Ketika classmeeting, semua kegiatan belajar dibebaskan. Itu adalah kesempatan emasku dengan Alifah untuk menghabiskan waktu bersama di kelas. Ia bukan tipe perempuan yang segila Falla. Ketika kelas kami bertanding basket dan aku juga sebagai pemain, ia tidak pernah berteriak-teriak mendukung kelas kami. Sebaliknya, aku yang terlalu gila saat tim basket perempuan kami dan ia juga sebagai pemain tampil melawan kelas XII IPS 2. Aku menjadi pelatih, sekaligus suporter dengan yel-yel yang pernah membuat GBK bergemuruh. “MIPA 2!” Prok-prok dua kali, lalu tiga kali, dan terus berulang-ulang. Urat maluku benar-benar telah putus dan aku tidak peduli apa kata dunia. Yang ada saat itu hanya Alifah.

Biarpun rasa cinta kami sangat besar sampai melewati pembatas agama, cemburu memang menjadi momok yang menakutkan. Aku sendiri sangat mudah cemburuan apalagi melihatnya sangat akrab dengan lelaki lain, meskipun itu teman kecilku sendiri, yaitu Joseph. Di SMAN 1 Belinyu, aku dan Joseph sekelas. Ia yang menyadarkanku bahwa Alifah adalah putri mantan kepala sekolah kami sewaktu SMP, sekaligus putri dari guru matematika yang paling mereka benci, yaitu Bu Sulfat. Joseph, ia lebih jago dariku bila soal pacaran. Ia adalah kelinci. Pengalamannya soal cinta telah segudang. Ia bahkan pernah mengalami yang namanya cinta sesaat. Paginya menembak seseorang, malamnya langsung putus. Aku tahu dari ceritanya dengan temanku, Handai, ketika kami sedang membuat miniatur bandara untuk acara karnaval 17-an. Mereka pikir aku tidak tahu karena cara mereka yang berbicara ala-ala kode FBI. Kode FBI masih terbilang mudah untuk dipecahkan, daripada kode Tuhan. Jadi, wajar saja bila aku bisa menarik kesimpulan seperti itu dan tepat.

Alifah tidak hanya dekat dengan Joseph, tetapi ia juga punya beberapa teman di pramuka. Rata-rata berkarisma dan beriwa kepemimpinan. Dalam Islam, seorang suami nantinya akan menjadi imam dalam salat. Menjadi imam pun tidak sembarangan orang layak. Bila terlalu lembek, bisa dibilang banci dan tidak pantas. Oleh karena itu, menuntut tanggung jawab yang besar dan butuh jiwa kepemimpinan. Berpikir seperti itu ditambah menyadari jiwa kepemimpinan mereka, alarmku langsung berbunyi dan bilang mereka adalah ancaman. Bibirku terasa berat dan otot wajahku menegang, menjadikan semua emosiku datar seperti dandang besi.

Ada satu momen di mana ia benar-benar membuatku naik pitam, yaitu di saat ia membiarkan teman masa kecilnya bercanda dengan menginjak kakinya tepat di depan mataku. Mereka bercanda dengan benar-benar seru, justru itu yang menyakitkan bagiku. Kami punya cara untuk mengatasi rasa cemburu sejak awal, yaitu dengan masing-masing dari kami menjaga jarak terhadap lawan jenis, bahkan bersentuhan pun tidak boleh. Bila melanggar, wajib mengakui dan meminta maaf sebelum ketahuan. Aku telah melakukannya, tetapi ia dengan canda kaki seperti itu, jelas mengingkari kata-katanya sendiri.

Orang bilang cemburu tanda cinta, tetapi mengapa rasanya sangat tidak mengenakkan, seolah-olah ada sebuah batu besar yang mengganjal bronkusku. Mungkin bisa diganti cemburu tanda pertengkaran. Terlintas dalam benakku saat itu ingin membalas perbuatannya saja. Aku memang tersiksa apalagi kalau diminta mengajar perempuan belajar. Setiap kali mendekat, yang teringat justru Alifah. Bagaimana kalau ia marah, nanti rasanya seperti hari menjadi suram. Ada satu teman perempuanku, namanya Wewen. Aku pernah menyukainya dalam pandangan pertama saat pertama kali kami sekelas. Ia memiliki hobi yang ekstrem, yaitu balap motor. Ia adalah perempuan pertama yang kuajak bercanda di SMA, tetapi tidak pernah berpikir untuk menembaknya. Ia sering bertanya padaku tentang matematika meski tahu aku dan Alifah berpacaran. Aku sendiri juga merasa nyaman. Ia seperti pelarian bagiku, dari masalah yang dihadirkan Alifah.

Pernah sekali aku merasa jenuh dan menulis sebuah pesan kode panjang dengan membalik alfabet dengan tanda dan angka. Caranya mudah memakai papan ketik di WA, cukup ubah mode huruf menjadi tanda, lalu cari yang tumpang-tindih. Misalnya, huruf A, ketika papan ketik diganti menjadi angka dan tanda, munculnya simbol @ ‘tag'. Dari sana aku mulai menulis panjang yang isinya ajakan untuk putus saja.

Aku yakin ia tidak paham sama sekali. Aku juga ragu dengan ajakan itu sehingga kutuliskan saja dalam kode. Kalau yakin, sudah sejak awal hubungan kami berakhir. Di masa-masa jenuh itu, timbul suatu pemikiran melenceng yang akibatnya terus menghantuiku sampai saat ini. Aku tahu perkataan Falla mulai menjadi kenyataan karena semakin hari, aku mulai jenuh nge-chat dengannya. Meski begitu, aku tetap tidak ingin membiarkan hal itu terjadi. Sebagai jalan keluar, aku berusaha mengikat diri kami dengan tali amoral. Aku pikir, sekarang aku tahu ia seperti apa dan ia juga tahu aku seperti apa. Kenapa tidak sekalian aku tahu lebih banyak. Permintaan pertamaku sederhana, tetapi ini yang menjadi petaka di kemudian hari. Aku memintanya mengirim gambar dirinya berpose telanjang dada.

Lihat selengkapnya