Memori Sonata

🕯Koo Marko✨
Chapter #22

Bab 9: Wi (Bagian II)

Memang aku adalah pendosa, pikirku saat itu. Hanya saja, pendosa mana yang menyadari dosanya, seperti yang ditanya A-ni. Aku telah menyadari kesalahanku dan hidup di dalamnya. Pada tahun 2024, aku meluncurkan animasi pertama yang lolos final tersebut dan secara mengejutkan Alifah men-DM-ku. Seorang perempuan yang telah kulukai yang selama itu aku kira bakalan membenciku sampai mati justru menanyakan kondisiku setelah lama menghilang. Rasanya ingin sekali meminta maaf lagi padanya waktu itu. Hanya saja, aku tidak ingin mengganggu momen yang berharga tersebut. Aku berusaha mengetik beberapa kalimat berulang kali agar terlihat biasa dan hangat, seperti kawan lama yang bertemu kembali. Itu adalah kali terakhir kami saling nge-chat, sebelum akhirnya sama-sama menghilang seperti kabut di pagi hari. Ia seperti seekor merpati kiriman Tuhan untuk memberitahuku agar jangan merasa bersalah lagi.

Dadaku terasa ringan. Kuceritakan pada A-ni yang kurasakan. Yen-Yen yang penasaran dengan siapa Alifah bertanya-tanya. Kuceritakan padanya, bahwa Alifah adalah mantanku yang paling terindah. Kami saling mencintai dan mendukung sewaktu SMA. Terkadang aku peringkat pertama dan ia kedua, terkadang sebaliknya. Sayangnya, setelah lulus, ia harus melanjutkan kuliah di tempat yang jauh. Hubungan kami berakhir dan itu yang membawaku pada ibunya, A-ni. Yen-Yen sangat senang saat kuceritakan seperti itu. Aku tidak mungkin jujur pada anakku sendiri bahwa ayahnya adalah seorang pendosa yang hampir merenggut kesucian seorang perempuan saleh. Bisa-bisa ia akan menganggap semua laki-laki sama sepertiku.

Yen-Yen dan Kong-Kong yang telah membuatku bertahan di sekolah minggu tersebut. Mereka juga yang membuatku bertahan di sisi A-ni. Sia-Sia yang tanpa kusadari mulai termakan perhatianku menjadi lebih sering mencari perhatian. Dulu setiap kali kami bertemu ia hanya akan tersenyum atau menungguku memanggilnya. Kali itu saat sedang acara di tempat ibadah, ia bahkan dengan sengaja duduk di belakangku secara terang-terangan. Setiap kali berpapasan, ia akan melayangkan ekspresi gemasnya dengan memainkan lidah atau memasang wajah lucu. Kedekatan kami mulai dirasakan banyak orang, termasuk Ying-Ying.

Dulu kalau tidak ada Sia-Sia, aku akan menjadikan Ying-Ying sebagai teman bercanda. Di mataku saat itu mereka hanya adik dan aku harus menjadi seorang kakak yang baik. Tidak seperti adiknya yang suka terang-terangan, ia cenderung pemalu dan memendam perasaannya meskipun ia sebenarnya lebih tomboi daripada Sia-Sia. Setelah ia menyadari bahwa adiknya dekat denganku, hubungan kami terputus begitu saja bak benang. Setiap kali berpapasan di jalan, bahkan aku klakson sekali pun, ia tetap tidak menoleh. Pada saat itu aku bekerja sebagai pelayan toko bos sehingga kupikir mungkin ia minder punya teman atau kakak dengan pekerjaan rendahan. Lama-lama, aku yakin bukan. Aku juga tidak bermaksud merusak hubungan mereka kakak adik dengan bermaksud mencintai mereka berbarengan seperti sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Sayangnya, aku benar-benar tidak menyangka apa yang awalnya kuperbuat hanya sekadar bersenang-senang ternyata membuat Sia-Sia mendekat dan Ying-Ying menjauh.

Tiga tahun, aku pikir, itu waktu yang cukup untuknya melupakan cintanya padaku. Alasanku kenapa begitu yakin sebenarnya sederhana, yaitu karena sifatnya yang memang mudah bosan. Ibarat mengantre di belakang barisan yang sangat panjang, aku yakin ia akan bosan dengan sendiri sambil bertanya-tanya kenapa belum gilirannya. Dulu sewaktu sekolah, terutama SMP, aku paling sering terlambat dijemput oleh a-pa. Rasanya dunia seperti menyisakan diriku seorang. Berjalan ke mana pun seorang diri. Memang keuntungannya adalah bebas. Sekolah menjadi seperti milikku seorang. Aku bebas kencing di mana saja dan masuk ke kelas mana pun. Lama-kelamaan, setelah semua sudut sekolah terasa biasa, bahkan memuakkan, aku berakhir dengan pengharapan besar sesuatu yang baru akan terjadi. Itu yang kuharapkan dari Sia-Sia. Aku berharap ia menemukan cinta yang lain, yang lebih baik dariku, apalagi sewaktu ia masuk SMA. Aku yakin ia dengan kecantikannya tentu tidak akan mudah kesepian.

Di satu sisi aku juga takut ia bertemu dengan pemuda yang salah. Aku tahu bagaimana sifat asli seorang pria yang berbahaya, apalagi pernah punya teman yang memang sekejam itu. Mereka berpacaran bukan untuk masa depan, melainkan untuk kenikmatan semata. Dengan mata kepala sendiri aku menyaksikan mereka mengakui hal tersebut pada sesama teman. Kondisi saat itu sehabis olahraga dan kami beristirahat di kantin belakang SMP Negeri 2 Belinyu. Benar, saat itu kami baru SMP, tetapi temanku telah memiliki akal dewasa yang jauh melampaui umurnya, bahkan menjerumus ke jurang negatif yang kelam dan suram. Aku masih ingat waktu itu sedang memakan tempe goreng dan di sekelilingku bisa dibilang preman-preman sekolah. Diam-diam aku mendengar ia bercanda, kelak misal ia berpacaran lagi, ia bukan mengincar alat kelamin pacarnya, melainkan ketiaknya. Ia berbicara dalam logat Belinyu yang semakin menambah kekasaran dan penekanan pada alat kelamin perempuan. Dulu aku memang suka bergaul dengan anak-anak seperti mereka karena kupikir mereka sangat bebas dan membuatku terkesan gaul.

Belinyu adalah kota kecil dengan banyak desa terpencil. Kurangnya pembelajaran dan maraknya lingkungan tidak sehat, menjadi pemicu fenomena mengejutkan tersebut terjadi. Yang lebih mengerikan lagi adalah masih SD tetapi telah berpacaran, bahkan pernah kudengar terjadi pesta seks di kalangan anak-anak SD. Memang hal tersebut belum pernah terjadi di Belinyu, tetapi ditakutkan kemudian hari akan terjadi. Betapa mengerikan dan memalukan kejadian tersebut. Jika ingin menyalahkan, maka salahkan keluarga lebih dulu, baru lingkungan.

Banyak dari wanita yang pernah dipacari oleh teman-temanku berakhir menjadi wanita pesolek. Gincu merah dan pipi merona seakan tidak pernah lepas, serta wajah putih bak porselen yang berkilau, tetapi isinya telah kosong, direnggut. Terbayang dengan wajah Sia-Sia berakhir seperti itu rasanya aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Seorang pendosa memang bukan lagi pendosa bila ia menyadari dosanya. Akan tetapi, bila si mantan pendosa yang telah menyadari dosanya masih tetap mengulangi dosa yang sama atau berbeda, maka si pendosa adalah jahanam. Aku akan menjadi orang jahanam bila masa depan Sia-Sia sampai rusak.

Sesekali kami bertemu di sekolah minggu dan beberapa guru menyingkir. Kutanya padanya, di SMA ada yang mengganggu atau meminta nomornya. Ia dengan polos menjawab ada beberapa yang meminta nomornya melalui temannya. Kalau mengganggu, tidak pernah kudengar. Sungguh jawabannya membuatku dilema. Mungkin kalian akan bertanya kenapa aku sampai dilema hanya mendengar jawabannya. Alasanku karena sebenarnya ia bisa saja bilang tidak dan memilih berbohong. Ia tidak memiliki alasan kuat untuk jujur. Aku hanyalah orang luar dan masalah nomor ponsel adalah masalah pribadi. Bila aku menjadinya, mau seberapa banyak yang meminta nomorku, itu jelas hanya urusanku, orang lain tidak perlu tahu. Akan tetapi, ia sampai menjawab sejujur itu, artinya diriku telah terlanjur hidup di bayangannya. Bila kucabut akar bayanganku dari bayangannya, aku takut ia akan berakhir seperti tanaman obat dalam waralaba Harry Potter yang memecah jiwaku menjadi kepingan-kepingan rapuh.

Benar-benar kejam, pikirku. Kutanya pada A-ni, “Mengapa aku dilahirkan sebagai seorang pria bila akhirnya tidak bisa memiliki seorang perempuan? Mengapa aku harus mencintainya bila tidak bisa memilikinya? Mengapa pula kami harus bertemu bila tidak akan pernah bisa bersatu?”

A-ni menjawabku dengan bertanya balik, “Mengapa pula aku harus ada bila kau meninggalkanku? Mengapa Yen-Yen dan Kong-Kong harus lahir bila kau mengharapkan anak dari perempuan lain? Mengapa pula kita harus berkeluarga bila kau masih menginginkan keluarga yang lain?”

“Namun, ia telah menantiku selama tiga tahun, Ni!” kelitku dalam hati yang masih berusaha mencari alasan.

“Kami juga menantimu selama tiga tahun,” balasnya.

“Bisakah kau berhenti mempersulitku! Aku hanya ingin memiliki keluarga yang bahagia!”

Lihat selengkapnya