Memoria

Fiha Ainun
Chapter #8

Tentang Suka

Gue menggosok rambut dengan handuk untuk mengeringkannya. Dan gue langsung melirik ponsel di tempat tidur. Gue meraihnya dan langsung mengecek apakah ada pesan baru atau panggilan telepon yang tak terjawab. Gue mengembuskan napas, tidak ada pesan maupun panggilan masuk sama sekali.

Gue kira Bani sudah pulang dan langsung mengabari gue, tapi semuanya tidak ada, Bani masih belum ada kabar.

Dan gue benci seperti ini.

Gue benci selalu berharap lebih pada Bani. Gue benci ketika gue merasa, gue selalu ingin Bani ada di sekeliling gue, selalu ingin Bani me-nomor satu kan gue, selalu ingin Bani mengartikan gue segalanya dia.

Karena gue tahu gue tak pernah bisa. Gue tak pernah bisa membuat Bani selalu ada untuk gue, selalu berada di sekeliling gue, selalu me-nomor satu kan gue, selalu menjadikan gue segalanya. Karena gue bukan segalanya Bani, jadi tak seharusnya gue berharap lebih.

Tepat di jam 23:51, ketika gue baru saja mematikan lampu, barulah Bani mengirimi pesan yang sedari tadi gue tunggu.

Pesan yang hanya berisi permintaan maaf karena sudah meninggalkan gue dan sudah ingkar janji untuk mengantar gue pulang.

Gue mengembuskan napas lelah.

Sudahlah, mungkin gue butuh istirahat.

***

"Kak, Yoona! Cepetan bangun!"

Gue menyipitkan mata sambil menggeliat. Ini ada apa sih? Masih pagi begini Justin sudah berteriak heboh. Mengganggu orang tidur saja.

"Bangun, Kak Yoona! Ada Kak Bani nih!"

Gue langsung berjingkat kaget.

Ini Justin serius? Apa dia hanya mengerjai gue supaya gue bangun?

"Subhanallah, Kak Yoona! Lo lagi tidur apa latihan meninggal?!"

Gue mendesis dan langsung berlari untuk membasuh muka. Setelah dirasa bersih, gue langsung keluar kamar dan melihat Bani sudah berada di ruang tamu sambil asyik bermain ponsel.

Gue berdeham membuat dia mengalihkan pandangan dari layar ponsel-nya. Dia tersenyum manis dan langsung menyuruh gue duduk di sebelahnya.

"Kamu kok ke sini pagi-pagi banget sih? Mana aku baru bangun tidur." Gue sedikit menggerutu.

Bani tertawa. "Aku jadi tau kalau weekend kamu bangunnya siang terus."

Gue mendelik. "Dih, kata siapa? Ini mah kebetulan doang kali."

"Tadi Justin bilangnya gitu kok."

Gue mendesis sambil mencari keberadaan Justin. "Issh, anak itu."

Bani tertawa lagi. "Ya udah, sana mandi dulu gih. Abis itu langsung pergi."

"Pergi ke mana?"

"Ke mana aja, yang penting pergi."

Gue menatap Bani aneh. "Tumben kamu ajak perginya dadakan gini."

Bani tersenyum lalu mengelus pipi gue. "Aku mau nebus kesalahan aku karena kemarin udah ninggalin kamu."

***

Bani mengajak gue ke basecamp organisasinya dulu untuk menemui teman-temannya sebelum mengajak gue jalan.

Hari ini juga Bani tidak mengendarai motor, melainkan mobil milik keluarganya. Mungkin karena dia berangkat dari rumah, makanya dia bawa mobil.

"Widiiihh! Bawa cewek nih!" seru salah satu mereka sambil cengengesan.

Gue hanya tersenyum tipis menanggapinya. Gue hanya kenal beberapa orang di sini, senior prodi gue.

"Bisa juga ya, lo dapetin cewek. Cakep," seru seseorang berbisik pada Bani, namun gue masih dapat mendengarnya dengan jelas.

"Gila sih lo, Yoona. Mau-an sama Bani," seru Kak Angga, anak mesin semester 6.

"Ceweknya Bani junior lo ya, angga?" tanya salah satu dari mereka pada Kak Angga.

Kak Angga pun menjawab, "Yoi. Dia junior gue. Cewek paling hitz di antara cewek-cewek mesin, tau." Kak Angga menatap gue. "Lah? Lo bukannya deket sama si Yasha, temen sekelas gue? Inget Yasha, Kan?"

Gue diam sebentar, lalu perlahan mengangguk. "Iya, inget."

"Gue kira lo jadinya sama si dia. Eh ternyata sama si Bani."

Bani melirik gue dengan pandangan bingung, dan gue hanya membalasnya dengan senyuman.

"Udah sih, jangan godain ceweknya Bani terus ngapa. Usil banget lo-lo pada," seru salah satu cewek di antara mereka.

Akhirnya mereka pun berhasil diam, membuat gue bernapas lega karena tak berakhir ditanyai terus oleh mereka.

"Sorry nih. Gue hari ini gak ikut rapat, ya. Ada perlu," izin Bani.

"Lo mah perlu nge-date sama cewek, kan," timpal salah satu dari mereka yang langsung membuat lainnya tertawa.

Bani ikut tertawa. "Serius deh, nih. Gue gak ikut hari ini aja. Ini juga mau langsung cabut."

"Oke oke, gue izinin. Lagian lo gak pernah bolos rapat juga selama ini."

Bani tersenyum dan langsung menggenggam tangan gue. "Ya udah gue langsung cabut, ya," serunya sambil menyalami mereka satu persatu.

Gue hanya tersenyum sekilas sambil berlalu pergi bersama Bani.

Sebelum Bani membukakan pintu mobil, dia menoleh ke gue terlebih dahulu.

"Yasha siapa?"

Lihat selengkapnya