Sudah sekitar sebulan lebih gue mengamati kalau Kia mulai menjauh dari Bani. Dan gue merasa lega karena Bani yang sekarang sudah sering bersama gue, tanpa diganggu oleh Kia.
Gue tak tahu pasti kabar Kia bagaimana. Tapi yang jelas, gadis itu tampak ceria seperti biasanya walau sudah jarang bersama Bani. Gue merasa bersyukur karena semuanya tampak seperti yang gue inginkan.
Saat ini Bani tengah mengantar gue ke rumah Mahesa, karena kebetulan gue lagi butuh sesuatu ke dia.
"Nih." Mahesa menyerahkan tumpukan makalah mata kuliah Dasar Kewirausahaan di hadapan gue.
"Buset! Seriusan nih makalah banyak begini?" Gue terperangah melihat tumpukan makalah yang baru saja Mahesa berikan.
"Makanya, Neng! Itu otak pinternya jangan dipake buat bongkar-bongkar mesin, doang. Lagian suruh siapa gak pernah ngerjain matkul ini? Kan lo tau sendiri ini dosen suka minta semua tugasnya dikumpulin pas mepet uas," nyinyir Mahesa.
"Kok lo lama kelamaan kayak si Kun, sih! Ngomel terus!" Gue menggerutu. "Besok-besok lo jangan bergaul sama si Kun deh. Ikut gila, lo!"
"Terus? Kalo gue gak bergaul sama si Kun, gue maen sama siapa? Sama lo? Lo-nya aja sibuk maennya ama cinta," nyinyir Mahesa lagi. Dan kali ini sukses membuat Bani jadi tertawa lebar.
"Kalian berdua sering nih ribut kayak gini?" tanya Bani pada Mahesa di sela tawanya.
"Sai mah suka gitu," seru Mahesa dengan nada mencibir. "Suka julid kalo gue lagi sama si Kun."
"Julid apaan, sih njiir! Lo berdua aja pake najisin banget!"
"Tuh kan tuh kan. Julid tuh tuh!" cibir Mahesa sambil menunjuk gue, membuat Bani tertawa kembali.
"Udah lah. Gue lagi gak mood berantem sama lo," seru gue pada akhirnya. "Gue bawa semua makalah ini, ya. Mau disalin."
"Tapi dibeda-bedain dikit kek, ya. Kan kalo sama persis nilai gue bisa dikurangi."
Gue mendecakkan lidah sambil memutar mata malas. "Iya iya, elaaah... Gak usah lo kasih tau juga gue udah paham, Ndoro."
Mahesa tersenyum puas. "Ya udah gih. Kalo mau langsung pergi tinggal pergi, ya. Kalo masih mau di sini, ya gak papa. Tapi gue mau masuk kamar dulu. Waktunya tidur siang nih, udah ngantuk," seru Mahesa disusul tawa lebarnya.
Gue kembali mencibir. "Jiihh, pantesan tuh badan kayak kebo! Kerjaannya molor terus." Gue bangkit lalu melirik Bani. "Ayo, Bani. Kita pergi. Ngapain juga gue masih di sini."
Bani tertawa dan langsung berjalan mengikuti gue.
"Bilang makasih kek, atau apa. Yaelah, nih anak gak ada sopan santunnya!" Teriak Mahesa.
Gue tertawa samar namun memilih mengabaikannya.
"Langsung pulang nih?" tanya Bani.
Gue mengangguk ragu. "Mmm iya, boleh. Aku juga udah gak ada keperluan lain."
Bani diam sebentar, seolah memikirkan sesuatu. Lalu ia menjentikkan jarinya. "Eh, ke rumah aku aja dulu, yuk!" ajak Bani.
"Ngapain?" tanya gue bingung.
"Ya main aja lah ke sana. Mumpung Mama sama Papa lagi di rumah juga. Sekalian makan malam."
Gue pun mengangguk. "Oke."
***
Ketika baru saja tiba, gue langsung disambut hangat oleh Mama Nisa.