Memoria

Fiha Ainun
Chapter #15

Tentang Pertengkaran

"Sayang, hari ini aku gak bisa jemput, ya. Mama nih mintanya dianterin terus!"

Gue hanya tertawa mendengar gerutuan Bani di ujung sana.

"Ya udah gak papa. Ini juga udah pesan ojek online kok."

"Atau kamu berangkat bareng aja sama aku. Kita anterin Mama dulu tapi."

Gue tersenyum. "Aku yang nantinya telat, Bani. Kan kelasnya pagi."

"Oh, iya," keluh Bani. "Ya udah, deh. Yang penting nanti pulangnya aku jemput."

"Iya. Ya udah, ya aku berangkat dulu."

"Iya. Hati-hati. Love you."

Gue tersenyum. "Love you too."

Setelah mematikan panggilan telepon, gue buru-buru berangkat ke kampus. Dan sekitar jam delapan, gue sudah sampai di kampus.

Ketika gue memasuki kelas, seperti biasa dua kunyuk itu sudah berada di sini. Gue hanya diam saja tak memedulikan mereka yang tengah menatap gue.

Gue duduk di kursi yang sedikit jauh dari mereka, lalu mengeluarkan ponsel dan memainkannya. Tapi sialnya, gue malah kembali mengingat pertemuan dengan Yasha kemarin.

Apa gue kemarin tak terlalu keras, ya pada Yasha? Apa gue terlalu berlebihan? Toh seharusnya gue tak menyalahkan Yasha tentang perasaan ini, karena perasaan ini muncul dengan sendirinya tanpa gue kehendaki.

Ahh... seharusnya gue tak terlalu keras kemarin. Yasha hanya ingin menyapa gue, tak lebih.

Gue merasa kesal karena sudah berlebihan pada Yasha. Dan tanpa sadar, gue malah membenturkan kepala ke meja berkali-kali, membuat fokus Sebastian dan Mahesa beralih ke gue.

"Sai, Sai! Ih ngapain, sih!" cegah Sebastian sambil memegang kepala gue.

"Ini anak kenapa, sih!" tambah Mahesa bingung. "Dateng-dateng langsung kayak gini."

Gue memejamkan mata sambil mendesis. "Singkirin tangan lo!" Gue berteriak, membuat Sebastian langsung menyingkirkan tangannya dari kepala gue.

"Lo kenapa? Ada masalah? Cerita dong sama kita," pinta Sebastian.

"Apa lo masih marah sama kelakuan kita kemarin? Gara-gara gue ngomong ke Bani?" tanya Mahesa.

Gue mendengus. "Udah deh, lo berdua pergi. Ganggu aja!"

"Maafin dong, Sai. Maafin kita kalo lo masih marah gara-gara kemarin." Sebastian merajuk. "Maafin, ya maafin. Please...."

Gue menggertakkan gigi. "Pergi. Pergi gak!"

Terlihat helaan napas dari mereka berdua. Lalu mereka pun memilih pergi.

Namun samar-samar gue masih dapat mendengar percakapan mereka berdua.

"Kemarin lo pulangnya gimana?" tanya Sebastian pada Mahesa.

"Ya gue terpaksa pulang dulu ambil kunci serep di rumah. Kalo nggak gitu, ya gimana gue bawa pulang motornya."

Dan gue berhasil tertawa terpingkal-pingkal begitu mendengar percakapan mereka, membuat Sebastian dan Mahesa langsung menoleh lagi dan menatap gue dengan bingung.

Maaf, Mahesa.

Lo jadi kerepotan pulang kemarin gara-gara kunci motor lo, gue buang.

***

Sudah sekitar tiga mata kuliah yang gue ikuti hari ini. Dan rasanya benar-benar lelah sekali.

Hari ini gue hanya perlu istirahat, gue perlu tidur. Karena jenuh sudah mengikuti tiga mata kuliah tanpa istirahat.

"Lo mau balik sekarang?" tanya Sebastian yang tak gue jawab.

Lihat selengkapnya