Gue membereskan beberapa buku untuk dikembalikan ke perpustakaan. Gue pergi ke perpustakaan sendiri, karena dua kunyuk itu tak mau menemani gue dan malah memilih untuk menunggu di kantin saja.
Mereka berdua sepertinya memang alergi buku.
Sambil menata buku ke tempatnya kembali, gue malah teringat tentang kedatangan Bani semalam di rumah gue.
Bani yang tiba-tiba memeluk gue, Bani yang tiba-tiba meminta maaf. Gue benar-benar merasa semuanya seperti mimpi.
Bani semalam hanya mengatakan maaf saja, tapi tak menjelaskan dia meminta maaf untuk apa. Barangkali dia memang sudah memikirkan kalau yang dia lakukan waktu itu salah, saat dia tak menghiraukan ucapan gue kalau gue tak suka Bani terlalu dekat dengan Kia.
"Maaf..."
Gue tak berkutik.
"Maafkan aku...."
Gue masih diam dan malah semakin menangis di pelukan Bani, membiarkan pria itu menyaksikan sendiri bagaimana terlukanya gue.
Dia tak melepaskan pelukannya sampai gue benar-benar terlihat membaik. Setelah mendengar sisa-sisa isakan pelan dari gue, barulah dia mulai melepaskan pelukannya.
Gue menunduk, dan Bani mulai mengusap sisa-sisa air mata di pipi gue.
"Kenapa kamu duduk di lantai kayak gini? Apa yang terjadi?" Bani bertanya sambil membantu gue berdiri, lalu membawa gue duduk di sofa ruang tamu.
Bani pun langsung berjalan ke dapur, lalu dia kembali dengan membawa segelas air putih.
Dia duduk di sebelah gue sambil memberikan segelas air itu. Setelah menerimanya, gue langsung meminum air itu dengan pelan.
"Tadi aku liat Justin pergi terburu-buru. Kamu berantem sama Justin?" tanya Bani lagi.
Gue memejamkan mata, lalu mengangguk. Sejenak gue pun melupakan masalah dengan Bani.
"Kenapa?"
Gue menggeleng lemah. "Gak papa."
"Yang lain ke mana?" Bani bertanya lagi.
Gue menunduk sambil memejamkan mata. "Belum pulang," jawab gue bohong. Padahal gue yakin malam ini takkan ada satu orang pun yang pulang ke sini.
Mama dirawat di rumah sakit. Justin yang menemani Mama. Dan Papa yang pergi dengan penyesalan-penyesalannya setelah membuat Mama kembali masuk ke rumah sakit.
Dan gue yang ditinggal sendiri di sini.
Gue meremas gelas yang masih berada di genggaman sambil menunduk. "Kamu kenapa di sini?" Lalu gue menatap Bani. "Ada yang mau kamu omongin sama aku?"
Bani sepertinya baru tersadar kalau keadaan kami memang sebelumnya sedang tak baik-baik saja. Dia lupa dan tadi malah bersikap seolah tak pernah terjadi apa-apa di antara kita.