Malam ini adalah malam terakhir di rumah nenek dan kakeknya. Rin tidak sabar karena hari ini ada pasar malam di lapangan sekolah bola dekat SD. Ny. Ramida cepat-cepat bersiap karena Rin dan Charles sudah meneriakinya untuk cepat-cepat agar tidak terlambat ke pasar malam.
“Nek, nanti Rin mau naik bianglala. Terakhir kali naik bianglala kelas 6 SD kalau gak salah,” ucap Rin.
“Naik apa saja boleh, asal ada uang. Kalau tidak ada uang nonton saja,” sambung kakek yang sibuk mengatur gaya rambutnya.
“Maaaaaa!” teriak Rin.
“Iya, Ma bawa uang kok. Boleh main apa saja asal bersama Charles,” kata Ny. Ramida.
Sesampainya di pasar malam, Rin langsung menarik tangan Charles untuk naik bianglala. Sementara Charles matanya tidak beralih dari rumah hantu, sepertinya dia berniat untuk ke wahana rumah hantu. Ny. Ramida selalu memperhatikan Rin dan Charles naik bianglala. “Sudah besar, mereka bisa jaga diri. Mereka bawa ponsel, nanti tinggal dihubungi untuk cari keberadaannya,” ucap nenek yang menarik tangan Ny. Ramida untuk ikut menikmati pasar malam.
Rin menikmati pemandangan desa dari atas bianglala. Ia bahkan dapat melihat pohon besar yang ada di sebelah rumah neneknya. Lebih menyenangkan di desa dari pada kota, walau kalau malam lebih seram karena masih ada pohon bambu, pohon-pohon besar di pinggiran jalan dan ada beberapa jalan yang tidak dipasang lampu penerang.
Charles berfokus pada buku yang di bawa. Dirinya sedang dalam proses membuat lagu untuk klub gitar. Sebentar lagi akan ada event di kampus mereka, pergelaran dari berbagai macam fakultas untuk memperkenalkan keunggulan fakultas masing-masing. Charles sebagai perwakilan dari fakultas desain akan membawa lagu yang ia buat sendiri.
Rin sibuk mengirim pesan pada Andrew. Dia memfoto pemandangan pasar malam dan foto dirinya yang sedang naik bianglala.
ANDREW.G: “Fotonya agak gelap. Aku susah untuk melihatnya.”
RIN: “Memang gelap. Oh ya, aku bersama Charles naik bianglala. Habis ini sepertinya akan pergi ke wahana rumah hantu.”
ANDREW.G: “Tidak takut pada hantu?”
RIN: “Tidak. Ada Charles lagi pula.”
ANDREW.G: “Okelah kalau begitu. Sampai ketemu besok. Lupa satu lagi, aku sudah print semua tugas Prof. Suparjo. Termasuk yang kau dan Charles.”
RIN: “Wihhhh, aku jadi makan sayang. Hehehehe. Terima kasih ya. Bye.”
Turun dari bianglala, mereka berdua langsung menuju ke wahana rumah hantu. “Rin, aku tidak takut. Jadi, ayo masuk. Mana uangnya, beli tiket dulu?” tanya Charles menjulurkan tangannya. “Ini. Aku tidak akan takut,” sahut Rin sambil memberi uang untuk tiketnya.
Rin menggandeng tangan Charles saat masuk ke rumah hantu. Jalan perlahan sampai mereka berteriak bersama karena hantu kuntilanak tiba-tiba muncul di sebelah mereka. “Huh, hampir saja aku lepas jantung,” kata Rin yang tertawa.
Ny. Ramida, nenek dan kakek sudah menunggu di depan pintu masuk pasar malam. Rin dan Charles belum datang juga. Ny. Ramida berusaha menghubungi Rin, tapi dia tidak mengangkatnya.
“Ma!”
“Bibi”
“Rin, Charles kenapa muka kalian pucat dan lemas begitu?” Tanya Ny. Ramida yang sudah khawatir.
“Tadi sebelum kami makan sate kambing. Kami main ke wahana rumah hantu. Aku dan Charles tidak takut karena kami pikir hantunya tidak akan macam-macam, tapi ….”
“Tapi hantunya malah jalan-jalan dan bahkan mengejutkan kami. Jadi, kami berdua pucat dan lemas karena berteriak dan jantung kami deg-degan dari tadi.”