Dalam pikirannya Rin melihat bayangan sewaktu dia kecil. Dia sering bermain bulu tangkis dengan ayahnya. Ibunya yang selalu membacakan dongeng. Dia juga yang sangat sering bermain bola dan boneka bersama Charles. Namun, semuanya berubah. Dia melihat lagi bayangan di mana ibunya tidak ada saat sarapan pagi. Rin yang pergi sekolah diantar oleh bibinya, Ny. Rani. Bahkan, tidak ada yang merawatnya saat ia sakit demam.
Ia juga melihat bayangan di mana ibunya tidak menghargainya yang sudah memenangkan olimpiade saat SMP. Terkadang ayah dan ibunya yang ribut. Rin yang sewaktu SMP selalu merindukan ayahnya.
“Rin! Rin!” panggil Ny. Ramida.
“Rin, ini Papa. Ayo bangun nak!” panggil Tuan Jack untuk membangunkan anaknya yang sudah pingsan selama 1 jam.
“Rin, ada Bibi, Paman dan Charles di sini. Ayo bangun Rin!” panggil Ny. Rani yang terlihat sangat khawatir dengan keponakannya.
Keesokan harinya Rin baru bangun. Ia melihat kamarnya kosong, tapi dia tahu kalau Charles pasti sedang berada di rumahnya sekarang karena ada tas Charles di kursi meja belajarnya.
Rin perlahan-lahan bangun, mengosok-gosok matanya. Kepalanya masih sedikit pusing, tapi masih bisa di atasi. Dari lantai atas Rin melihat ada ayah, ibu, paman, bibi dan Charles yang berada di meja makan untuk sarapan. Rin memperhatikan ibunya yang sibuk menyiapkan sarapan untuk semua orang.
“Ma,Pa, Bibi, Paman, Charles, selamat pagi,” panggil Rin.
“Rin!” sahut Ny. Ramida yang menghampiri Rin.
“Maaf membuat khawatir. Aku juga tidak tahu kenapa, tapi tadi malam aku tiba-tiba pusing,” ucap Rin untuk menenangkan semua yang sudah khawatir dengannya.
“Tidak apa-apa, yang terpenting Rin sekarang sudah baikkan,” jawab paman Rin.
“Itu karena kuliah yang sangat melelahkan. Papa juga pernah mengalaminya. Terlalu lelah, tubuh memaksa dan pingsan adalah jalan terakhir yang dilakukan tubuh agar kita bisa istirahat,” sambung ayah Rin yang tersenyum melihat anaknya.
Selesai sarapan, semua orang pamit pulang. Sebelum ayahnya pergi, Rin berteriak pada ayahnya, “Aku akan ikut ke Singapura. Jadi, jangan lupa beli tiket untuk aku dan Charles!” Ayah Rin mengangkat tangan ke atas dan jarinya membentuk tanda oke.
“Tumben Rin mau ke Singapura, biasanya menolak. Lebih suka liburan ke Sumba.” Mengelus rambut Rin.
“Karena aku butuh kejelasan. Agar kelak kita benar-benar bisa hidup harmonis dan aku bisa ke Sumba bersama Mama.”
Ny. Ramida cukup bingung dengan maksud dari kata-kata Rin. Tetapi, ia tetap senang Rin mau ke Singapura bersama ayahnya. Di Singapura ada nenek dan kakek dari ayah Rin. Ny. Ramida takut kalau Rin menolak untuk ke Singapura, mantan mertuanya akan mengira kalau dirinya yang sengaja tidak membiarkan Rin untuk bertemu mereka. Mereka adalah kakek dan nenek Rin juga. Mereka berhak atas Rin.
Rin meminjam mobil ibunya untuk pergi membeli alat-alat kampus untuk besok sebentar. Ny. Ramida khawatir dengan Rin yang menyetir sendiri. Dia masih ingat soal kecelakaan dulu. Rin meyakinkan kalau dia akan lebih berhati-hati.
Jam menunjukkan pukul 7 malam. Rin belum pulang ke rumah. Ny. Ramida segera menghubungi Rin, tapi Rin tidak mengangkat atau membalas pesannya. Akhirnya Charles yang mengirim pesan pada bibinya kalau Rin bersama dirinya dan Andrew sedang mengerjakan tugas kelompok bersama di sebuah kafe. Mendengar Charles bersama Rin membuat Ny. Ramida menjadi tenang.
“Rin! Sudah jam 7 malam. Kita harus pulang. Ayo pulang,” ajak Charles.
“Nanti!” sahut Rin yang sudah mabuk.
“Tidak ada yang bisa membuatnya sadar kalau sudah di sini. Kita hanya bisa mengawasi dan menjaganya,” kata Andrew pada Charles.
Rin berada di klub bersama Charles dan Andrew. Dia terus minum bir untuk menghilangkan lelahnya. Charles sudah pusing melihat Rin yang kembali minum bir di klub. Dia juga takut karena sudah berbohong dengan bibinya.
Charles memutuskan untuk membawa Rin menginap di rumahnya. Rin sedang mabuk tidak mungkin untuk pulang ke rumah. Charles menceritakan semua kejadian pada ibunya. Ny. Rani dengan sigap langsung menelfon kakaknya untuk meminta izin kalau malam ini Rin akan menginap di rumahnya. Ny. Rani mengerti dengan keadaan Rin karena dari kelas 6 SD sampai kelas 2 SMP, Ny. Rani yang mengurus Rin. Dia tahu segala hal yang sudah dialami oleh keponakkannya. Semua kesalahan yang sudah dibuat oleh kakak perempuannya.
Charles pergi ke toilet dan Rin masih menghabiskan minumannya. “Rin, aku sayang padamu. Aku tidak mau melihtmu seperti ini lagi. Kalau ada masalah, ayo kita selesaikan bersama,” ucap Andrew yang mengenggam tangan Rin. Rin menatap Andrew dan kemudian mencium pipinya.
“Kenapa kau mau dengan wanita seperti ini Winnie?”
“Karena aku cinta padamu. Aku cinta semua yang ada padamu. Baikmu, burukmu, bahkan hal yang paling buruk dan sangat buruk dalam dirimu.”
“Aku ini wanita yang tidak baik. Sementara dirimu adalah laki-laki yang baik, sopan, dan sangat tampan. Untuk apa kau mecintaiku yang seperti ini. Aku yang selalu membuatmu cemas, aku yang membuatmu sedih, aku yang membuatmu kecewa. Kenapa?” dalam keadaan mabuk.
“Kau kenapa Rin? Selama 4 tahun kau tidak pernah mengatakan hal seperti ini. Kau tidak pernah bertanya kenapa aku memilihmu.”
“Karena aku mencintaimu dan aku sangat merindukanmu. Aku takut kehilanganmu. Aku ini beruntung memilikimu. Ini bukan drama. Ini nyata, aku memiliki pacar yang baik, setia, sabar, dan selalu mengertiku. Tapi, Winnie, orang punya batas sabar. Aku yakin suatu hari kau akan lelah menghadapiku.” Menundukkan kepala yang mana air matanya sudah bercucuran.
“Kalau aku lelah. Maka, sudah dari lama kita putus. Kau pikir aku tidak lelah. Aku sangat lelah denganmu Rin. Dulu kau sangat jarang ada waktu untukku. Waktu untukku hanya ada di kampus. Di luar kampus kau sibuk dengan teman-temanmu dan di klub ini. Aku berusaha untuk tidak menyerah pada rasa lelahku. Aku berusaha untuk paham dan mengerti pacarku. Kalau hanya karena lelah aku menyerah, karena hal sekecil itu. Bagaimana jika aku menghadapi hal yang lain? Hal yang lebih besar. Rin lupakan hal buruk. Aku mencintaimu. Ayo kita pulang.”