Pukul 6 pagi Rin sampai di Indonesia. Dia langsung memesan taksi menuju ke rumahnya. Sesampainya di rumah, Rin melihat ibunya yang sudah duduk di ruang keluarga.
“Untuk apa kau menemui Dokter Billy?” tanya Ny. Ramida.
Rin tertawa kecil melihat ibunya. Bukannya meyambut dirinya yang pulang ke rumah untuk memberi kejutan padanya, tapi ibunya malah bertanya soal pertemuannya dengan Dokter Billy.
"Aku sudah banyak kecewa dengan Ma. Aku ini kembali untuk memberi kejutan. Mama malah bertanya soal pertemuanku dengan Dokter Billy.”
“Cepat jawab Rin!” Ny. Ramida tampak marah menatap Rin.
“Baik, aku jawab Ma. Aku ingin tahu bagaimana masa laluku dulu. Dia menceritakan semuanya padaku. Jadi, aku tahu sekarang. Puas?” masih tersenyum menatap ibunya.
“Aku sangat lelah menghadapimu Rin. Aku sudah sangat lelah,” ujar Ny. Ramida.
“Mama pikir aku tidak lelah. Aku juga lelah. Aku ini korban dari kegilaan Anda ,Ny. Ramida. Kau yang menelantarkanku, kau bermain dengan laki-laki lain saat suamimu pergi bekerja di luar negeri. Pikir pakai kepintaran Anda, Ny. Ramida. Siapa yang lebih lelah. Aku! Aku!” menunjuk dirinya.
“Diam Rin!” bentak Ny. Ramida.
“Kenapa? Tidak mau salah? Anda tidak mau mengakui kesalahan. Aku bisa menderita gangguan mental karena dirimu. Lingkungan, stress dan diri ini yang di telantarkan oleh ibun sendiri membuatku mengidap penyakit itu. Ketika aku sakit, Anda bahkan tidak mau untuk menguruskan dengan baik. Anda pikir aku lupa. Anda menyalahkan ayahku karena membuat aku sakit. Padahal Anda adalah sebab aku bisa sakit.” Bicara dengan nada yang tinggi.
“Ahhhh! Diam Rin. Mama bilang diam.” Mendorong Rin ke sofa.