Senja terbangun dari tidur ketika jam yang menggantung di dinding menunjukkan pukul delapan lewat dua puluh menit.
Jauh lebih siang dari jadwal biasanya ia terbangun. Tapi tak masalah, toh ia juga sedang berada dalam masa cuti.
Perempuan itu meregangkan tubuh yang terasa sedikit kaku, lalu menyandarkannya pada kepala ranjang.
Ringisan pelan terlontar saat secara tiba-tiba kepala terasa sakit dan berdenyut. Mungkin akibat dari menangis semalaman di pelukan Maiko dan kemungkinan jatuh tertidur setelahnya di kamar Cakrawala.
Eh?!
Tunggu!
Kamar Cakrawala?
Mata Senja membulat. Kepalanya tertoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan jika semuanya adalah benar. Dan kemunculan Bu Raina di ambang pintu kamar saat ia tengah berpikir semakin menguatkan asumsi.
"Selamat pagi sayang." Bu Raina menyapa sembari mengulas senyum teduh. Langkah kakinya terlihat ringan sementara Senja meringis malu.
"Selamat pagi Bun." balas Senja setelah Bu Raina terduduk di pinggiran ranjang.
"Gimana tidurnya? Nyenyak?" tanya Bu Raina. Jemarinya bergerak membenarkan rambut Senja yang berantakan tak tentu arah.
Senja tersenyum, kemudian mengangguk. "Nyenyak Bun. Sampe Senja nggak sadar kalo tidur di kamar Cakra. Maaf Bun." ujarnya sedikit tak enak hati.
"Nggak apa-apa. Nggak perlu minta maaf." senyum Bu Raina nampak tulus. Menandakan jika apa yang beliau katakan adalah sebuah kesungguhan. "Ke bawah yuk, kita sarapan. Yang lain udah nunggu."
"Yang lain?"
"Nada, Koko, sama Fajar."
"Mas Fajar?" Senja memastikan sekali lagi. Raut wajahnya terlihat bingung. "Dia di sini?"
"Iya ..."
"Dia nggak pulang Bun?"
Bu Raina menggeleng. "Nggak ... mau jagain kamu katanya."
"Waw ... " wajah Senja nampak terkejut seperti habis melihat hantu di pagi buta. Alias, masih belum yakin dengan informasi yang ia dapatkan barusan. "... tumben baik?"
Kekehan ringan keluar dari belah bibir Bu Raina yang Senja amati sedikit pucat pagi ini. "Mamasnya baik itu harusnya disyukuri, kok malah dibilang tumben?" pipi Senja, Bu Raina berikan cubitan ringan.
Senja tertawa kecil. "Abisnya kan Mas Fajar itu suka jahat bin usil. Jadi kalo tiba-tiba Mas Fajar baik, sesuatu banget."
"Mungkin Fajar mulai insyaf dari keusilannya."
"Nggak mau berharap lebih, tapi ya mudah-mudahan aja ya Bun? Hehehe ..."
Tawa renyah dari Senja rupanya menular pada Bu Raina. Beliau juga terkekeh pelan karena ucapan sahabat mendiang anak tersayangnya.
"Aneh-aneh aja sih kamu ini ..." gantian hidung mungil Senja yang Bu Raina cubit sebelum berdiri dari ranjang. "Udah buruan cuci muka sama sikat gigi. Itu udah disiapin sama Nada peralatan mandinya di kamar mandi Cakra. Terus ke bawah. Kasian yang lain." titahnya.
Senja mengangguk. "Iya ... dalam lima menit pasti Senja udah turun."
"Bener?"
"Iya."
"Suer?"
"Tekewer-kewer deh." jari lentik Senja bergerak membentuk pola "v". Bu Riana yang gemas, lantas tertawa ringan sambil mengacak rambut Senja pelan sebelum berlalu.
Namun langkahnya tertahan karena suara Senja yang memanggil namanya kembali terdengar dari belakang.
"Bunda?"
"Iya?"
"Gimana kabar hari ini?" tanya yang lebih muda.
Bu Raina terdiam untuk beberapa saat. Bukan berarti Bu Raina tak tahu apa maksud dari pertanyaan Senja. Hanya saja beliau terlalu bingung untuk memberikan jawaban.
Bu Raina tak ingin jawabannya malah membuat Senja semakin sedih atau malah semakin sulit untuk mengikhlaskan kepergian Cakrawala.
"Masih belum sepenuhnya baik. Tapi Cakra bilang, Bunda harus tetap bahagia dan ceria tanpa adanya dia. Jadi sekarang Bunda lagi usaha." jawab Bu Raina pelan diiringi senyum sedikit sendu. "Senja sendiri gimana?"
Senyum yang sama dengan milik Bu Rainan terhias di wajah Senja yang sedikit pias pagi ini. "Sama." katanya. "Masih belum baik. Tapi kata Koko, Senja harus bisa nerima. Jadi sekarang, sama kayak Bunda, Senja lagi usaha."
🌸
"Bang! Ayamnya jangan ditaruh di depan Abang semua dong ... bagi sini. Kan gue juga mau!"
"Udah lo makan sayur aja Ko. Biar kagak bogel."
"Sembarang lo Bang. Gue nggak bogel oy!"
"Tinggi lo berapa emang?"
"174, tinggi kan?"
"Kalo sama gue yang 184, ya tinggi gue lah Ko." ejek Fajar dengan wajah pongah.