MEMORIES

Meria Agustiana
Chapter #4

Part 3

Seminggu sebelum pertemuannya dengan Melati.

Arya Pov.

"Baik pak satu jam lagi saya sampai" aku melirik alroji dipergelangan tanganku dan menempelkan ponsel pada pundakku karena kedua tanganku sedang memegang berkas.

Aku kemudian mematikan sambungan telepon dan meraih jas yang tergantung disandaran kursi kebesaranku kemudian bergegas pergi dengan mengenakan jas sambil berjalan.

Aku keluar dari ruangan dan menghampiri sekretarisku yang tepat berada diluar ruanganku.

"Siska, jika ada yang mencari saya suruh buat janji saja. Saya ada keperluan dan mungkin gak akan kembali ke kantor lagi" aku menjelaskan pada sekretarisku masih dengan merapikan jas yang baru saja aku pakai.

Pintaku kepada Siska sekretarisku yang dijawab tegas olehnya. "Baik pak." balas Siska dengan menundukan badannya memberi hormat. Siska sudah bekerja denganku selama dua tahun terakhir ini. Pekerjaanya sangat bagus dan dia juga sangat cekatan. Satu lagi yang terpenting adalah dia sangat jujur dan pandai membaca situasi. Siska adalah wanita langka yang banyak dicari pengusaha sepertiku. Beruntungnya Aku memiliki sekretaris sepintar dan secantik dia. Jadi pekerjaanku menjadi lebih ringan dan cepat selesai.

Meski sekretarisku ini sangat cantik dan menarik dengan inner beauty (kecantikan batin) yang terpancar didalam dirinya, aku sama sekali tidak tertarik atau bahkan memiliki niat untuk menjadikannya kekasih. Karena aku memiliki wanita lain didalam hatiku. Wanita ini adalah satu-satunya yang bisa membuatku mati jika aku tidak bersamanya. Memang terkesan berlebihan tapi memang begitulah uangkapan yang bisa aku gambarkan.

Aku kembali melangkahkan kaki keluar dari kantor dengan terburu-buru. Aku harus menemui seseorang yang sangat penting. Karena orang ini memiliki nilai disiplin yang tinggi jadi aku harus bergegas agar tidak terlambat.

******

   60 menit kemudian aku telah berada disebuah ruangan yang begitu besar dan rapi bersama seorang pria paru baya. Ruangan ini sangat luas bernuansa klasik. Paduan warna cream dan ornamen klasik menghiasi isi ruangan. Buka yang berjajar rapi didalam lemari dan vas bunga berukuran besar berdiri dipojok ruangan. Ditambah guci kramik yang sangat langka dan pastinya berharga fantastis. Guci ini merupakan barang antik yang tidak dijual sembarangan.

Aku duduk dihadapan pria yang duduk dikursi besar dengan sandaran tinggi. Di atas meja yang memberi jarak pada kami terdapat tulisan "Direktur Jason Wong". 

Pria paru baya ini keturunan inggis China. Namun parasnya lebih dominan pada ayahnya yang seorang berwarga negara China. Pria ini memiliki perawakan yang tegas namun matanya menyiratkan keteduhan bagi yang memandangnya. Meski begitu tidak semua orang bisa melihat keteduhan dimatanya karena pria ini adalah Jason Wong pemilik KING PROPERTY yang sangat terkenal itu. Aku merasa sangat beruntung sedekat ini dengan beliau.

Aku sangat dekat dengan rekan bisnisku yang satu ini karena sebelumnya papa telah menjalin bisnis dan memiliki hubungan sangat baik dengan seluruh anggota keluarga Jason. Bahkan aku dan Pak Jason layaknya seperti ayah dan anak. Kami sering bertemu dan berdiskusi banyak hal mulai dari pekerjaan sampai masalah asmara. Beliau benar-benar banyak memberikan ilmu kepadaku. Meski pak Jason sangat baik padaku dan keluargaku, tapi aku tetap menaruh rasa hormat yang tinggi dan tidak menjadi kurang ajar padanya. Aku tetap pada porsiku sebagai seorang teman, rekan bisnis dan juga bisa dibilang anak.

"Mengapa kau begitu tertarik dengan ruko itu Arya ?" tanya pak Jason yang tetap fokus pada laptop dihadapannya.

"Bahkan aku sama sekali tidak ada niat untuk menjualnya. Tapi kau begitu memaksaku untuk menjual roko itu" lanjut pak Jason yang masih tetap fokus dengan memperhatikan laptopnya. Sepertinya ada sesuatu yang sedang dikerjakan oleh pria ini. Karena beliau belum pensiun dan menyerahkan urusan perusahaan pada putra-putranya jadi beliau masih sangat sibuk dan tidak mau meladeni hal-hal yang menurutnya kurang penting.

Sekedar informasi bahwa pak Jason memiliki dua orang putra. Putra pertamanya sudah bekerja sebagai manager disebuah perusahaan robot di Jepang. Sedangkan putra keduanya bekerja sebagai karyawan biasa diperusahaan pembangkit listrik di Indonesia. Memang terkesan sangat kejam jika membiarkan putranya bekerja keras banting tulang sedang mereka memiliki perusahaan sebesar ini.

Bukan pak Jason namanya jika tidak menanamkan kerja keras dan juga dedikasi tinggi pada pekerjaan. Pak Jason adalah orang yang sangat tegas dan disiplin. Hal ini dilakukan untuk membentuk dan mempersiapkan anaknya untuk melanjutkan bisnisnya suatu hari nanti.

Pak Jason memang sangat dekat denganku dan dia sudah menganggap aku seperti putranya sendiri. Begitu juga aku yang telah menganggap Pak Jason seperti ayahku sendiri. Bahkan aku lebih terbuka kepada pak Jason daripada papaku sendiri. Itu karena papa jarang berada dirumah karena papa terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Beliau selalu sibuk mengurus bisnisnya yang saat ini mulai merajai pasar Asia dan mungkin akan berlanjut ke pasar Internasional. Perusahaan papa berkembang sebesar ini juga karena kerjasamanya dengan pak Jason yang berjalan lancar dan tanpa masalah sejauh ini. 

Bukanya merespon pertanyaan pak Jason aku malah melamun dan sibuk memainkan jam pasar yang ada dimeja pak Jason. Karena aku tidak merespon pertanyaannya, jadi pak Jason menghentikan kegiatannya didepan laptop dan menggeser laptopnya kesebelah kanan. Dia mulai fokus kepadaku yang sedari tadi sibuk dengan pikiranku sendiri.

Aku sebenarnya juga tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan pak Jason. Aku tidak mungkin mengatakan jika aku ingin membelikan ruko itu untuk Mel. Aku bisa jadi bahan olok-olok pak Jason meski hanya bercanda. Jadi aku memilih untuk diam dan terus memainkan jam pasir.

Pak Jason memang sudah tahu ceritaku dengan Mel. Mereka sudah pernah bertemu satu kali ketika aku mengajak Mel menghadiri acara ulang tahun KING PROPERTY beberapa bulan lalu. Sebelum pertemuan itu aku memang sudah banyak cerita tentang Mel kepada pak Jason. Sambutan beliau atas ceritaku sangat baik dan mendukung semua usahaku untuk Mel karena dia tahu kalau Mel adalah wanita baik.

"Apa karena wanita itu?" tanya pak Jason sambil memajukan wajahnya yang masih memakai kacamata mendekati aku yang duduk di depannya. Tatapan pak Jason sangat mengintimidasi membuatku sulit untuk mengelak.

Aku mendengus lemah dan menghentikan kegiatan bermain dengan jam pasir dan mulai menegakkan badanku. Aku merapatkan kedua telapak tanganku sehingga bergabung menjadi satu dan memulai negosiasi ini.

"Berapapun akan ku bayar asal Anda mau menjualnya kepadaku" ucapku serius sembari membuka sesi negosiasi. Aku sangat berharap pak Jason mau merelakan satu unit rukonya untuk dijual kepadaku. Pak Jason adalah pria kaya raya yang hanya dengan menjual satu ruko saja tidak akan membuatnya bangkrut tujuh turunan. Tapi untuk meyakinkannya itu adalah hal yang sangat sulit.

Lihat selengkapnya