"Arya" suara perempuan begitu lembut memanggil namanya berulang kali.
Sinar cahaya matahari bewarna kuning kemerahan menembus mata meninggalkan kesan silau membuat mata Arya menyipit.
Lamat-lamat sepasang mata menangkap sosok wanita dibalik silau sinar matahari. Wajah wanita itu tidak tergambar jelas, namun senyum dibibirnya tampak begitu nyata terlihat.
"Arya." Bibir wanita itu terus memanggil nama Arya dengan senyum manisnya.
Wajah gadis itu terlihat jelas ketika sinar matahari mulai tertutup dedauan hijau pada pohon besar. Arya masih menyipit matanya dan mengarahkan tangan kanannya keatas untuk menutup sinar matahari yang menghalangi penglihatannya.
Cantik adalah kesan pertama yang diucapkan ketika melihat gadis itu. Gadis berparas cantik blasteran dengan rambut ikal coklat dan manik mata berwana coklat.
Arya tersenyum melihat gadis memakai dress putih yang memancarkan senyum ceria. Gadis itu terus tersenyum sampai sebuah mobil menabrak dan membuatnya hilang dari pandangan.
"Tidakkkkkk..." Arya berteriak dan mengulurkan tangannya melihat gadis itu tertabrak mobil. Tangannya seakan ingin meraih gadis cantik dihadapannya.
******
Arya terbangun dari tidurnya dengan nafas tersenggal dan keringat yang membasahi wajahnya. Kesadaran Arya masih belum kembali. Dia masih sangat terkejut karena mimpi yang dialaminya terlihat seperti nyata.
"Tit....tit...tit.." Suara jam digital bentuk persegi panjang bewarna hitam membangunkan kesadaran Arya. Meski begitu Arya masih belum bisa mencerna apa yang sedang dia dengar. Arya menoleh sekeliling untuk memastikan bahwa itu semua hanya mimpi.
Arya masih mengatur nafas untuk mengembalikan kesadaranya. Perlahan Arya menoleh kekiri dan meraih jam digital tersebut.
Waktu telah menunjukkan pukul 08:00 WIB. Arya mematikan alaramnya dan kembali merebahkan tubuhnya pada ranjang. Pikirannya melayang membuatnya memejamkan mata untuk beberapa saat sebelum ponselnya berbunyi. Arya bagun dangan mengambil ponsel yang ada diatas nakas lalu mengarahkan tombol hijau keatas.
"Halo" diam sesaat mendengar suara diseberang telefon.
"Baik saya akan segera kesana." Arya mengakhiri panggilannya kemudian menekan beberapa digit angka pada ponselnya.
"Halo Siska. Hari ini saya tidak bisa ke kantor. Jika ada sesuatu yang penting hubungi saja lewat telefon." Arya mengakhiri pangilannya dan bergegas bangun untuk membersihkan diri.
******
Mel masih berbaring diatas ranjang meski selang infus sudah tidak terpasang lagi. Jiwanya memang sudah terlihat sehat, tapi raganya seakan menyimpan gejolak yang begitu mengelisahkan. Mel menghadap kekanan untuk melihat jendela besar di kamarnya yang menampilkan pepohonan hijau dan beberapa bunga berbagai warna yang dia tanam dikebun samping rumahnya.
Ketika Mel tengah memperhatikan keluar dan memikirkan sesuatu yang masih mengganjal dihatinya, tiba-tiba pintu kamarnya berbunyi yang ternyata adalah bunda. Mel melihat bunda berjalan menghampirinya dan dia memposisikan dirinya untuk duduk.
"Bunda." Mel berusaha membenarkan posisi duduknya. Bunda membawa nampan yang berisi sepotong roti dengan selai strobery. Tidak lupa segelas susu putih yang selalu menemani sarapan Mel setiap pagi.
"Sarapan dulu sayang" ucap bunda lembut dan meletakkan nampan diatas kasur. Bunda kemudian duduk untuk menemani Mel sarapan. Mel meraih sepotong roti kemudian memakannya dengan pelan dengan menggunakan kedua tangannya. Mel mengunyah pelan kemudian menelannya.
"Bunda." Panggil Mel lembut setelah menelan roti dalam mulutnya.
"Ada apa sayang ?" Jawab bunda yang sedang memijat kaki Mel yang diluruskan. Bunda terlihat begitu telaten dan sabar merawat Mel.
"Apakah benar teh Dah sudah meninggal ?" Mel bertanya dengan penuh kehati-hatian karena takut membuat bunda sedih. Mel hanya ingin memastikan apakah benar saudara perempuannya itu telah meninggal saat kecelakaan mereka tiga tahun lalu.
Bunda tidak menjawab justru menghentikan pijatannya. Bunda menatap Mel dengan penuh kesedihan. Bunda menarik nafas berat kemudian menjawab pertanyaan Mel.
"Bunda dan ayah sudah ikhlas sayang. Bunda harap kamu juga ikhlas ya." bunda mengelus pipi kiri Mel dan meneteskan air mata. Mel mengusap lembut air mata bunda.
"Bunda jangan sedih. Mel juga sudah ikhlas kok bun. Kan bunda sama ayah juga udah ngajarin Mel untuk ikhlas akan apa yang telah menjadi takdir kita. Semua bersumber dari Allah dan akan kembali pada Allah. Mel yakin saat ini pasti teh Dah sudah bahagia disurga Allah." Mel tersenyum meyakinkan bunda bahwa dia benar baik-baik saja.
"Iya sayang." Bunda sangat terharu mendengar ucapan Mel. Awalnya bunda mengira Mel akan sulit menerima kenyataan ini. Bunda sudah bingung memikirkan hal yang harus dia katakan untuk membuat Mel mengerti. Tapi nyatanya Mel justru lebih kuat dibandingkan bundanya. Mel memang perempuan sholehah yang dari kecil sudah diajarkan nilai-nilai agama oleh kedua orang tuanya.
"Jangan tinggalkan ayah dan bunda ya sayang. Cukup tetehmu yang pergi. Kamu jangan ninggalin ayah dan bunda." Bunda memegang tangan Mel yang masih mengusap air matanya. Mel mengangkat nampan berisi susu dan roti diatas ranjangnya. Mel meletakkan nampan itu diatas nakas kemudian mendekat pada bunda. Mel meraih pundak bunda dan melingkarkan kedua tangannya pada leher bunda.
"Mel gak akan ninggalin ayah dan bunda. Mel janji akan selalu ada didekat kalian." ucap Mel dalam pelukan bunda. Mel semakin mengeratkan pelukannya dan membuat bunda semakin terisak.
Cahaya pagi yang menerobos selah-selah jendela kamar Mel menjadi saksi betapa dua perempuan ini begitu saling menyayangi. Mereka berdua adalah sebuah ikatan yang tidak mungkin bisa dipisahkan oleh manusia biasa. Ikatan yang begitu kuat menjadi pondasi kokok untuk menghalau segala rintangan yang datang sampai kisah ini akan berakhir pada waktunya.
******
Satu jam kemudian Arya telah berada dikantor polisi. Arya memenuhi panggilan kepolisian setelah beberapa hari lalu melapor untuk membuka kembali kasus kecelakaan Melati. Arya tidak sendirian, dia ditemani Maron.
Satu hari pasca kejadian di rumah Melati, Maron diberi kabar oleh Tari tentang semua peristiwa yang terjadi. Hari itu Maron tengah berada di Surabaya untuk menghadiri pesta pernikahan salah satu temannya.
Maron sangat terkejut mendengar detail cerita dari Tari. Dia sangat tidak menyangka dan prihatin atas peristiwa yang menimpa sahabatnya itu. Setahu Maron, Mel dan Dahlia adalah gadis baik dan tidak memiliki musuh. Jadi sangat tidak mungkin jika mereka menjadi korban pembunuhan. Meski semua itu terasa tidak mungkin namun inilah kenyataan yang terjadi.
Meski kasus ini masih dugaan sementara, tapi Maron tetap tidak menyangka dan belum bisa percaya Mel mengatakan hal tersebut. Meski begitu Maron juga tidak menganggap Mel berbohong karena memang semua ini belum terbukti benar atau tidak. Maron berjanji akan selalu menemani Arya mengawal kasus ini sampai tuntas. Jika Arya membutuhkan bantuan Maron akan siap kapan pun itu.
"Selamat pagi pak" sapa salah satu polisi yang bertugas. Polisi itu sangat tampan dengan tubuh tinggi dan kulit putih. Polisi itu memiliki kumis tipis yang membuatnya terlihat sangat maskulin.
"Selamat pagi pak" Arya dan Maron berdiri sebagai penghormatan dan menjabat tangan polisi tersebut. Polisi tersebut menunjuk kursi dan mempersilahkan Maron dan Arya untuk duduk. Dia juga membawa beberapa berkas yang ada didalam map plastik.
"Silahkan duduk pak" mereka bertiga duduk saling berhadapan. Polisi itu meletakkan map dihadapannya.