"Arya" suara perempuan begitu lembut memanggil namanya berulang kali.
Mimpi itu terulang kembali hampir setiap hari. Mimpi yang sama membuat Arya tidak berhenti memikirkannya karena mimpi itu sangat aneh dan terus berulang hampir setiap Arya memejamkan mata.
Arya membuka mata bersama dengan suara jam digital. Kali ini Arya terlihat lebih santai dan seperti tidak terjadi sesuatu. Karena mimpi itu terus datang membuat Arya terbiasa dan menghadapinya dengan santai.
Arya bangkit dari tidurnya dan duduk diam untuk beberapa saat. Hari masih gelap dan kamar Arya begitu gelap karena minimnya penerangan. Perlahan Arya meraih jam digital diatas nakas dan menghidupkan lampu yang ada disana.
Arya menatap jam yang menunjukkan pukul 04:00 wib. Arya mematikan jam tersebut dan meletakkannya kembali diatas nakas kemudian bangkit menuju kamar mandi.
Arya memang sudah terbiasa bangun sebelum subuh. Kebiasaan ini memang diajarkan padanya sejak kecil. Keluarga Arya memang terpandang dan bisa dibilang sangat sibuk. Meski begitu mereka tidak pernah lupa akan kewajiban kepada sang pencipta. Hal itu juga yang membuat Arya jatuh hati kepada Mel sejak pertama kenal di Bandung. Meski sudah kenal lama tapi Arya baru berani mengatakannya setelah memiliki niat untuk menikahi Mel.
Arya sangat tahu bagaimana latar belakang keluarga Mel. Arya juga tahu jika Mel adalah tipe perempuan yang tidak mau pacaran atau dekat dengan sembarang laki-laki. Karena hal itulah membuat Arya tidak berani menyatakan cintanya sejak dulu. Arya lebih memilih diam dan mengatakannya jika dia sudah siap untuk menikah. Siap dalam artian bisa memberi kehidupan yang layak untuk calon istrinya kelak.
******
"Saya tidak yakin bisa cepat menemukan data itu pak karena jangka waktu kejadian sudah lama."
Petugas forensik menjelaskan dengan berjalan keliling pada lemari besar yang berisikan berkas-berkas. Pada lemari terdapat beberapa kamera digital, kotak memori dan banyak hardisk eksternal yang dimasukkan didalam kotak secara terpisah. Ardi tampak berpikir mendengar penjelasan petugas forensik tersebut. Jari telunjuknya mengusap-usap kumis tipisnya. Alisnya tebalnya berkerut dan saling menyatu.
"Lalu apakah kamu tahu siapa saja Tim Penyidik kasus kecelakaan itu ?" Tanya Ardi menghentikan langkahnya yang diikuti petugas forensik yang diketahui bernama adalah Willi.
Ardi memang baru setahun setengah dipindah tugaskan di Bandung karena sebelumnya dia bertugas di Medan. Karena baru satu tahun berada disini membuat Ardi harus banyak meminta bantuan kepada Willi yang lebih lama bertugas disini.
"Saya kurang tahu pak. Saya waktu itu belum bertugas diforensik. Tapi kabar yang saya dengar kasus itu ditutup dan."
Willi menghentikan ucapannya yang menggantung seraya berpikir membuat Ardi mengangkat alis kanannya.
"Dan apa ?" Tanya Adri mengejutkan Willi.
"Ah... Saya lupa pak. Tadinya saya mengingat-ingat nama Tim Penyidik. Tapi saya tidak ingat." Ucap Willi dengan cengengesan dan menggaruk-garuk kepala belakangnnya yang tidak gatal.
"Kau membuatku penasaran saja. Baiklah, aku mengandalkanmu mencari bukti itu. Jika kau menemukan sesuatu segera hubungi aku." Ardi membalikkan badannya dan pergi meninggalkan Willi yang masih menggaruk-garuk kepalannya.
Penampilan Willi yang begitu rapi dengan kacamata tebal dan topi yang selalu melekat pada kepalanya membuat Willi terlihat cupu tapi juga petugas yang teladan. Ardi yakin jika Willi adalah orang yang sangat jeli. Jadi Ardi menyerahkan semua tugas yang katanya "mencari bukti" itu kepada Willi.
Ardi bukan orang yang mudah percaya dengan orang yang belum dia kenal. Sebelum menunjuk Will untuk membantu pekerjaanya dia sudah mencari tahu dulu catatan beberapa petugas di kantor ini. Akhirnya pilihan jatuh pada Will yang memiliki catatan rapi dan juga terkenal sangat jeli dan juga telaten. Will juga memiliki keahlian dalam mengotak-atik komoputer.
******
Mobil Arya berhenti di depan gerbang rumah Mel. Didalam mobilnya Arya tampak sedang memikirkan sesuatu. Wajahnya begitu lelah dan tubuhnya terasa lemas. Mungkin karena sibuk memikirkan kasus Mel membuatnya lupa kalau perutnya masih kosong dari tadi pagi.
Namun rasa lapar dan lelah itu seakan hilang ketika melihat wanita cantik yang amat dia cintai membuka gerang rumah. Wajah Arya yang tadinya muram berubah menjadi senyum manis. Bukan karena melihat wanita yang dia cintai saja, namun senyum ini juga menutupi kegelisahannya di depan Melati. Arya tidak ingin wanita cantik ini bersedih.
Arya memang selalu terlihat tenang dihadapan Mel. Dia selalu berusaha membuat suasana menjadi cair dan juga tidak penuh dengan kekhawatiran. Arya memiliki alasan untuk tidak terlalu sering membahas kegelisahan hatinya kepada Mel. Dia hanya tidak ingin jika Mel menjadi terlalu memikirkannya yang akan berakibat buruk pada kesehatan Mel sendiri.
Arya membuka pintu mobilnya dan tersenyum kepada Melati. Senyum Arya dibalas dengan senyum Melati yang tidak kalah manis. Arya menutup pintu mobil dan berjalan menghampiri Mel yang tengah berdiri diambang pintu gerbang.
"Apakah kau lelah ?" Tanya Mel ketika mereka berdua berjalan masuk kedalam rumah.
"Sedikit" tambah Arya dengan senyum.
"Assalamualaikum" Melati dan Arya memberi salam ketika masuk kedalam rumah.
"Wa'alaikumsalam" ayah dan bunda kompak menjawab salam mereka. Arya mencium tangan kedua orang tua Mel. Arya memang selalu hormat kepada orang tua. Kepribadiannya yang santun dan juga ramah membuat ayah dan bunda sangat senang ketika Mel menikah dengan Arya. Mereka juga tahu jika Arya adalah pria baik yang sangat bertanggung jawab. Hal itu diketahui karena ayah sering menghabiskan waktu untuk bermain catur bersama Arya ketika mereka masih menempuh pendidikan S1 di Bandung.
"Kamu terlihat begitu lelah nak" bunda mengelus kepala menantunya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Bunda memang sangat menyayangi Arya layaknya anak sendiri. Bunda begitu menyayangi Arya karena dia adalah lelaki yang sangat mencintai putrinya begitu dalam. Bunda sangat bersyukur memiliki menantu seperti Arya. Saat mereka sudah pasrah akan Mel, Arya adalah satu-satunya orang yang memiliki keyakinan atas kesembuhan Mel. Mereka tidak tahu jika saat itu Arya tidak menghalangi mereka untuk mengikhlaskan Mel, mungkin saat ini mereka sudah benar-benar kehilangan dua putri.
"Tidak bunda. Hanya saja ada dateline pekerjaan yang harus Arya selesaikan jadi mungkin kelihatan lelah. Tapi sebenarnya tidak selelah itu. Karena hal yang lebih melelahkan adalah merindukan anak bunda dan ayah." Arya melirik Mel yang wajahnya sudah memerah. Bunda dan ayah tersenyum mendengar gombalan menantu kesayangnnya itu. Sedangkan Mel mencubit pinggang Arya membuatnya kesakitan.
"Aduh. Sakit Mel." Terik Arya. Mel hanya melotot yang diikuti senyum ayah dan bunda.
"Kalian ini kalau ketemu selalu saja bertengkar." Ayah dan bunda tersenyum melihat kelakuan kedua makluk yang ada dihadapannya. Tanggapan ayah hanya dibalas senyum oleh Arya dan Mel.
******
"Baiklah semua sudah selesai dan tidak ada yang tertinggal." Ucap Arya sembari menutup bagasi mobil setelah memasukkan koper Mel.
Melati sengaja tidak membawa banyak pakain dan barang-barang ke Rumah Arya. Sebenarnya Mel masih belum yakin akan tinggal di rumah Arya. Tapi dia harus mencoba untuk meyakinkan apa yang selama ini dia dengar. Melati juga masih akan sering berkunjung ke rumah orang tuanya jadi dia tidak ingin terburu-buru mengambil keputusan.
"Kamu hati-hati ya sayang. Jangan terlalu banyak merepotkan nak Arya." Mel tersenyum dan memeluk erat bundanya.
"Mel janji bunda. Mel gak akan merepotkan Arya." Mel semakin mengeratkan pelukannya. Sementara ayah mendekati Arya dan menepuk pundak Arya.
"Nak Arya. Tolong jaga putri ayah dan bunda ya. Ayah yakin dan percaya nak Arya bisa menjaga Melati dengan baik. Ayah juga merasa kalau Melati bersama nak Arya, Melati akan aman." Arya memeluk ayah dan meyakinkan ayah jika dia bisa menjaga Melati.