Mel berjalan keluar cafee. Pagi ini dia akan membuka butiknya. Mel sudah memiliki karyawan sehingga tidak perlu berangkat pagi untuk membuka butik barunya itu. Sebelum grand opening butik memang dia sudah mencari kayawati until membantunya mengurus butik.
Arya sudah pergi dari tadi pagi karena ada urusan penting dan berkata tidak bisa mengantarnya pagi ini. Arya sudah menelfon supir kantornya untuk menjemput Mel, tapi Mel tidak mau karena dia ingin mampir sebentar dibeberapa tempat. Akhirnya Arya mengizinkannya memesan taxi online.
Mel berhenti dipinggir jalan dan memainkan ponselnya. Karena asik memainkan ponsel sehingga dia tidak menyadari bahaya sedang mengintai dirinya. Dari kejauhaan tampak pria berjaket hitam dan mengenakan helem mengendarai sepeda motor mendekati Mel dan hendak meraih ponsel yang ada ditangan Mel. Beruntung Mel segera mengetahui niat jahat pria tersebut. Mel lalu menarik badannya kebelakang sehingga membuatnya jatuh ditrotoar.
Kejadian tersebut membuat orang-orang disekitar berlari mendekti Mel. Sedangkan pria misterius pengendara motor itu tanjap gas meninggalkan kerumunan. Mel merasakan sakit dibagian siku dan pergelangan kakinya. Benar saja baju kemeja putih yang dia kenakan robek dan kakinya tampak mengeluarkan darah karena goresan duri bunga mawar yang ada disebelahnya.
Diseberang jalan mobil Maron melaju lambat karena di depan ada kerumunan. Kerumuhan orang-orang didepan caffe membuat mobilnya sulit masuk ketempat parkir. Maron sedikit kesal karena aksesnya terhambat oleh orang-orang didepannya. Karena penasaran Maron menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Maron menarik rem tangan dan melepas seatbelt kemudian keluar dari mobilnya. Maron berjalan perlahan menyeberang jalan meski saat itu kendaraan sepi. Perlahan Maron mendekat dan membelah kerumunan orang. Sadar jika Melati adalah objek kerumuman Maron langsung sigap membelah kerumunan.
"Mel." Maron jongkok untuk mendekati Melati yang tengah terduduk dan memegang kakinya yang terluka. Maron melihat kaki Melati yang berdarah dan mengambil sapu tangan yang ada dikantong jasnya. Maron menutup luka Mel dengan sapu tangan yang diikatkan pada kaki untuk menghambat laju darah yang mengalir.
"Maron" Mel terlihat lega ketika Maron datang dan langsung mengambil sikap untuk menutup luka pada kakinya.
"Lo kenapa ? Ada apa ini mas ?" Maron bertanya kepada pemuda yang ada disebelahnya.
"Tadi mbaknya hampir jadi korban penjambretan pak" Pemuda tersebut menjelaskan yang terjadi kepada Mel.
"Yaampun Mel. Kok bisa sih ? Maron masih menatap pemuda itu meminta penjelasan.
"Mbaknya tadi main ponsel dipinggir jalan pak. Terus ada orang pakai motor mau rebut ponselnya si embak ini" pemuda itu menjelaskan dengan detail karena dia tahu kejadian yang sebenarnya.
"Sekarang dimana jambret itu mas ?" Maron menoleh kekanan dan kekiri untuk mencari keberadaan jambret itu.
"Orangnya sudah kabur pak. Tadi sempat dikejar sama para pengunjung tapi gak terkejar karena sudah tancap gas" pemuda yang adalah pelayan caffe itu antusias menjelaskan kejadian itu kepada Maron.
Lo gak papa ? Kaki lo." Maron khawatir melihat kaki Mel yang berdarah. Mel juga terlihat lemas karena shok.
"Enggak papa Maron. Aku gak papa kok" Maron membantu Melati berdiri.
"Pak, bu, ini teman saya. Saya akan mengantarkan ke rumah sakit. Terimakasih banyak sudah menolong teman saya" Maron mengucapkan terimakasih dan pergi dengan membopong Melati.
"iya mas. Lain kali mbaknya hati-hati kalau sedang main ponsel dipinggir jalan." ucap salah satu ibu-ibu yang ada didalam kerumunan yang dibalas anggukan oleh Mel.
"Sekali lagi terimakasih" Maron kembali mengucapan terimakasih yang mengajak Mel menjauh dari kerumunan. Setelah Mel dan Maron berjalan pergi semua orang yang berkerumun kembali pada aktivitasnya masing-masing dan melupakan kejadian yang baru saja terjadi.
Maron mengajak Mel menuju mobilnya dan membuka pintu mobil agar Mel masuk. Setelah Mel masuk, Maron menutup pintu dan memutari mobilnya masuk kedalam mobil untuk mengambil kemudi.
Setelah didalam mobil, Maron langsung menghidupkan mesin dan melaju pelan. Lokasi caffe ini memang terletak di daerah sepi. Tidak banyak kendaraan berlalu lalang karena letaknya jauh dari pusat keramaian. Suasana tempat ini sangat tenang dan banyak caffe berjajar disepanjang jalan yang tidak terlalu panjang itu.
Lokasi ini banyak dikunjungi para mahasiswa, karyawan dan juga tempat yang asik untuk melakukan pertemuan penting. Tempatnya tenang dan lokasi strategis sangat nyaman untuk berdiskusi atau sekedar melepas penat karena hiruk-pikuk kota.
"Gue antar lo ke rumah sakit" Maron fokus pada jalan sepi didepannya. Raut wajahnya terlihat khawatir karena melihat Mel yang pucat. Maron sangat tahu kalau Mel takut dengan darah. Meski lukanya tidak parah tapi darah membuat Mel terlihat pucat. Maron khawatir jika Mel pingsan atau kesehatannya terganggu karena shok.
"Engak usah. Aku gak papa serius. Nanti aku obati di butik. Antakan aku ke butik saja" Mel tegas menolak niat baik Maron.
"Gue gak mau lo kenapa-kenapa. Muka lo pucat banget" nada Maron sangat khawatir.
"Beneran aku gak papa kok. Lagian lukanya udah kamu tutup" Mel memperhatikan kakinya yang terbungkus sapu tangan milik Maron.
"Gue bukan khawatir sama luka lo. Tapi gue khawatir lo pingsan karena liat darah. Itu muka udah pucat banget kayak gak punya darah" Mel justru tertawa kecil mendengar Maron mengomel.
"Udah kayak bunda kamu Ron. Bawel" Mel berusaha menetralkan pikirannya dan menenangkan dirinya agar phobia darahnya berkurang. Tapi Maron tetap saja menanggapi ucapan Mel dengan serius.
"Malah ketawa. Pokoknya kamu harus ke rumah sakit" Maron tetap ngotot mengantar Mel ke rumah sakit.
"Maron gak usah. Aku benaran bail-baik saja" Mel meyakinkan Maron.
"Tapi Mel..." Belum selesai Maron berbicara langsung dipotong oleh Melati.
"Aku benaran gak papa Ron. Antar saja aku ke butik. Please..." Melati menyatukan kedua telapak tangan memohon Maron tidak mengantarnya ke rumah sakit. Mendengar kata rumah sakit saja membuat Mel merinding apalagi harus kesana. Maron yang mengerti keadaan Melati hanya bisa pasrah dan memenuhi permintaan Mel.
Melati memang kurang suka ada di rumah sakit. Dia tidak akan pergi kesana jika tidak benar-benar penting. Rumah sakit mengingatkannya pada kecelakaan dan betapa menderitanya dia selama berada disana. Konsumsi obat dan melawan rasa sakit untuk mengembalikan kesehatannya sangat membuatnya trauma. Karena hal itulah membuat Mel enggan diantar ke rumah sakit hanya karena luka kecil.
"Ok gue ngerti. Nanti gue bantu obatin di butik" Maron sangat perhatikan kepada Mel.
Maron memang sangat perhatian kepada sahabatnya. Sikapnya yang lembut memang tidak semua orang tahu. Jika sedang bersama sahabatnya memang Maron sangat hangat dan penuh perhatian. Tapi saat menghadapi karyawan dan beberapa rekan bisnisnya sikap Maron menjadi dingin dan tegas.