Seorang perempuan cantik berdiri didepan pintu rumah mewah. Wanita itu mengenakan celana jins longgar bewarna biru. Baju kemaja putih lengan panjang yang bagian depannya dimasukkan kedalam jins. Rambutnya lurus sebahu bewarna coklat tua. Kulitnya putih dan badannya tinggi. Wanita itu membawa sebuah koper dan satu tas jinjing. Tidak lupa kacamata hitam yang bertengger diatas kepalanya.
Wanita cantik itu sedang menunggu seseorang membuka pintu untuk dirinya. Tidak lama kemudian pintu rumah mewah itu terbuka dan wanita cantik itu langsung menerobos masuk tanpa disuruh.
"Haloo tan, om." Wanita itu masuk menuju ruang makan dan langsung mencium pipi Ajeng mencium tangan Heru.
"Halo sayang. Kok gak ngabrin tante mau kesini. Kapan kamu sampai ? Tante bisa minta tolong supir jemput kamu di bandara."
Dena Ayunda adalah nama wanita cantik itu. Dena atau Nana panggilan wanita cantik itu adalah sepupu Arya. Dia tinggal diluar negeri bersama orang tuanya. Nana datang ke Indonesia hanya untuk berlibur dan bertemu Arya. Nana memang sering bolak-balik Australia Indonesia. Uang baginya bukanlah masalah besar. Nana sudah terbiasa terbang dan berlibur kemanapun dia mau. Namun kemanapun dia pergi negara favoritnya adalah Indonesia. Lebih tepatnya negara dengan satu penduduk terfavoritnya yaitu Arya.
"Tante gak usah repot-repot jemput Nana. Tantekan tahu Nana banyak maunya. Gak bisa kalau gak mampir-mampir." Nana duduk disebelah Ajeng dan langsung bergabung untuk sarapan.
"Arya mana tan ?" Nana melihat sekeliling tapi tidak menemukan Arya.
"Arya dirumahnya." Ajeng kembali menikmati makanannya.
"Terus gimana masalah sama istrinya itu ?" Tanya Nana penasaran dengan kasus Mel. Nana selalu update tentang kehidupan Arya. Dia selalu menelepon Ajeng dengan alasan pengen tahu kabar keluarga di Indonesia. Tapi ujung-ujungnya tetap menanyakan kabar Arya. Ajeng tidak tahu saja kelakuan keponaknnya yang sering menggoda anak laki-laki tampannya itu. Arya tidak pernah menceritakan kelakuan Nana kepada mereka karena alasan menjaga perasaan seluruh keluarganya. Selain itu, apa yang dilakukan Nana juga masih wajar dan bisa diatasi oleh Arya jadi dia berpikir jika masalah ini tidak perlu diperbesar.
"Yang om dengar masalah Mel sangat sulit karena minim bukti dan tidak ada saksi mata saat kejadian. Tapi om berharap kasus ini segera selesai dan pembunuh itu ditemukan jika memang kasus ini benar kasus pembunuhan." Nana hanya diam mendengar penjelasan Heru.
"Kalau kasus ini gak jelas kenapa masih diterusin sih om ? Lagian sudah terbuktikan kalau peristiwa itu murni kecelakaan." Nana mengoles roti dengan selai kacang.
"Awalnya om juga berpikir seperti itu. Tapi Arya bersikeras dan punya keyakinan kalau apa yang dikatakan Mel benar. Om sih berharap kasus ini segera selesai." Heru kembali menyantap sarapannya.
"Buang-buang waktu." Nana berbicara lirih dengan wajah licik dan senyum yang sangat mengejek. Karen terlalu lirih sampai Ajeng yang ada disampingnya tidak bisa mendengar jelas ucapan Nana.
"Ada apa Nana ?" Ajeng ingin mendengar lebih jelas ucapan Nana yang begitu lirih.
"Enggak ada tan. Ini selai kacang kesukaan Nana." Nana melahap roti yang sudah diolesi selai kacang kesukaannya.
"Tante telepon Arya ya. Dia pasti seneng kamu datang." Ajeng mengambil ponselnya membuat Nana tersenyum antusias. Nana begitu beruntung karena Ajeng sangat peka. Nana tidak harus meminta untuk mengundang Arya datang padanya karena tante kesayangannya ini begitu cepat tanggap.
******
Sementara dirumah Arya dan Ardi masih berpikir untuk memecahkan teka-teki siapa yang mengirim foto-foto tersebut.
"Kecuali.... Ada satu orang yang memang tidak suka dengan pernikahan gue." Arya mengangkat wajahnya kearah Ardi yang ada dihadapannya. Sedangkan Ardi yang tidak mengerti dengan maksud Arya hanya mengangkat satu alisnya sebelah kanan.
Saat mereka tengah tegang memikirkan kasus ini tiba-tiba ponsel Arya berbunyi. Arya meraih ponselnya didalam saku celana.
"Iya halo ma." Diam sejenak mendengar Ajeng berbicara.
"Ok Arya akan pulang setelah menyelesaikan pekerjaan." Arya menutup telefon dan memasukkan ponselnya kembali kedalam saku celana.
"Gue harus pulang untuk memastikan semuanya." Arya beranjak dari duduknya dengan terburu-buru.
"Maksud lo ?" Ardi bingung dengan Arya yang tiba-tiba ingin pulang setelah mendapat telepon.
"Apa terjadi sesuatu dengan keluarga lo ?" Ardi mulai panik karena Arya tidak menjawab pertanyaanya. Ardi panik karena baru saja Mel mendapat teror. Ardi takut jika kasus teror ini juga berimbas pada keluarga Arya.
"Orang yang gak suka gue nikah sama Mel ada dirumah mama gue. Orang itu Nana. Sepupu gue." Arya langsung pergi meninggalkan Ardi yang diam mematung. Ardi khawatir jika Arya bertindak bodoh atau menuduh sepupunya itu tanpa barang bukti. Tapi apa boleh buat. Toh Arya juga sudah pergi. Ardi juga yakin jika Arya bukan lelaki bodoh. Meski terkadang emosi menjadikan kita bodoh, tapi Ardi sudah tidak bisa mencegah Arya. Dia hanya pasrah dan tidak menyusul Arya untuk menghentikannya.
******
Ardi mengetuk pintu kamar Mel dan melihat Mel sedang duduk meminum secangkir teh hangat yang dibuatkan mbak Ida. Ardi masuk kedalam kamar Mel yang saat itu masih ada mbak Ida didalam.
"Giman keadaan kamu Mel ? Udah enakan ?" Ardi menghilangkan logat Jakartnya ketika berbicara dengan Mel. Ardi tahu jika Mel tidak fasih berbahasa Jakarta. Sangat cangung jika Mel berbicara bahasa Indonesia yang benar sedangkan dia menggunakan bahas Jakarta.
"Alhamdulilah Ardi aku sudah mendingan." Mel meletakkan cangkir di atas nakas.
"Kalau gitu mbak pamit kebelakang dulu ya mas mbak Mel." Ida melangkah keluar dari kamar Mel.
"Tolong pintunya dibuka saja ya mbak. Terimakasih." Pinta Ardi kepada Ida. Mbak Ida keluar dan membuka lebar pintu kamar Mel
Ardi kembali menatap Mel.
"Arya kemana ?" Mel melihat pintu kamar tetapi Arya tidak kunjung muncul.
"Arya sedang ada urusan." Ardi menghela nafas berat dan menjelaskan situasi yang tengah terjadi.
"Mel, aku sudah menyuruh rekanku untuk menyelidiki tempat pengiriman paket yang kamu terima. Tapi aku minta maaf karena kami tidak bisa menemukan bukti apapu. Itu karena CCTV ekspedisi itu sedang dalam proses perbaikan. Aku yakin pelakunya sangat mengerti situasi ini. Dia bukan penguntit ingusan yang ceroboh. Aksinya begitu bersih dan sulit tercium." Ardi sangat kesal dengan penjahat yang dia sebut penguntut itu. Dia sangat kesal karena penjahat itu sangat cerdik dan tidak ceroboh. Pelakunya sangat matang saat membuat siasat dan bergerak diwaktu yang tepat.