MEMORIES

Meria Agustiana
Chapter #15

Part 14

Suara mobil berdesis karena rem yang diinjak terlalu kuat dan laju mobil terlalu kencang. Kombinasi itu mengeluarkan suara desisan yang berasal dari ban mobil karena terseret diatas aspal.

"prang.." Suara kaca mobil Arya pecah setelah menabrak pembatas jalan berupa tembok tinggi karena mobil itu sedang ada disebuah jembatan layang.

Mobil Arya berhenti setelah menabrak pembatas jalan dan asap putih mengepul dari mesin mobil. Suara alaram keamanan mobil berbunyi nyaraing. Sedangkan dari dalam mobil belum terlihat adanya seseoarang yang keluar. Beberapa mobil berhenti untuk membantu sedangkan mobil penguntit itu sudah hilang entah kemana.

Beberapa orang yang berhenti tidak berani mendekat karena kepulan asap begitu tebal. Kepulan asap putih tebal membumbung tinggi membuat orang-orang disekitar batuk karena asap tersebut. Pengemudi mobil belum tampak keluar sehingga membuat orang-orang ragu untuk menembus asap tebal.

Tidak lama kemudian pintu mobil yang tergores parah hingga mengelupaskan cat dibuka oleh Arya. Karena benturan yang keras tepat dipintu kemudi membuat pintu itu ringsek dan sulit dibuka. Namun dengan usaha keras akhirnya Arya dapat keluar dari mobil dan berusaha menyelamatkan Mel bersama beberapa orang yang ada. Arya dengan sisa tenaga dan sesak nafas akibat asap tetap berusaha meminta tolong orang-orang yang ada disana. Arya yang batuk-batuk berusaha menyelamatkan Mel yang masih ada didalam mobil.

Arya dibantu seorang pria berusaha membuka pintu yang didalamnya ada Mel yang terlihat pingsan. Setelah pintu terbuka Arya menyeret Mel keluar dari mobil kemudian menggendongnya menjauh dari mobil yang mengeluarkan asap putih pekat itu.

"Mel... Bangun... Mel." Arya memangku Mel yang tidak sadarkan diri. Menguncang badannya dan menepuk pipinya. Namun usaha Arya tidak berhasil karena Mel tetap terpejam. Arya sangat panik melihat kondisi Mel yang masih pingsan.

"Pak tolong teleponkan ambulance untuk istri saya." Arya meminta tolong kepada pria paruh baya yang menolongnya membuka pintu mobil tadi. Pria itu langsung mengambil ponsel dan menghubungi ambulance.

Meski kecelakaan yang mereka alami nyaris membuat mereka celaka namun kondisi mereka berdua terlihat baik-baik saja karena mobil Arya dilengkapi dengan keamanan tingkat tinggi. Arya hanya mendapat luka diujung alisnya dan bagian dahinya akibat pecahan kaca yang serpihannya mengenai wajah Arya. Sedangkan Mel tidak memiliki luka sama sekali. Hanya saja Mel shok dan membuatnya panik sehingga kondisinya drop yang akhirnya membuatnya jatuh pingsan.

Sembari menunggu pertolongan ambulance datang Arya terus berusaha membangunkan Mel. Arya sangat khawatir terjadi sesutu kepada istrinya itu. Berkali-kali Arya berusaha menyadarkan Mel tapi tidak ada reaksi apapun. Tubuh Mel sangat lemas dan terlihat pucat.

Arya kemudian mengambil ponselnya yang ada disaku celana untuk menghubungi Ardi. Setelah mencari kontak Ardi dan menemukannya Arya langsung menekan tombol hijau untuk memanggil Ardi melalui sambungan telefon.

"Halo Ardi. Lo datang ke rumah sakit sekarang. Gue sama Mel baru saja kecelakaan.

******

Ardi Pov.

Hari ini tidak ada pekerjaan yang berarti di kantor. Aku hanya berdiam dimejaku untuk membaca beberapa buku yang aku beli kemarin. Aku memang sangat suka membaca. Menurutku dengan membaca akan menambah wawasan sehingga akan membuat kita mudah dalam menjalani komunikasi.

Karena bosan membaca didalam kantor akhirnya aku memutuskan untuk keluar mencari suasana yang lebih nyaman untuk membaca. Aku memilih sebuah caffe yang tidak jauh dari kantor. Aku belum pernah mengunjungi caffe ini karena memang aku kurang suka keluar untuk ngopi atau sekedar santai bersama teman-teman. Saat aku memiliki waktu luang, aku lebih memilih dirumah untuk membaca beberap buku atau main game online. Aku termasuk baru di Jakarta meski dulu aku pernah tinggal disini. Tapi karena lama merantau membuatku tidak memiliki banyak teman.

Aku memilih tempat yang paling sepi yaitu dipojokan caffe. Aku lebih suka suasana tenang dari pada keramaian. Aku kembali membaca buku setelah memesan secangkir kopi hitam untuk aku nikmati.

"Kopinya pak." Aku mendengar pelayan mengantarkan pesananku. Tanpa melihat dan tetap fokus pada buku yang aku baca.

"Letakkan dimeja saja dan terimakasih." Ucapku tetap fokus pada bukuku. Namun aku merasa ada yang aneh dengan pelayan ini. Meski kopi yang kupesan sudah datang tapi kopi itu tidak kunjung diletakkan. Karena pelayan ini sedari tadi tidak pergi aku jadi penasaran dan menoleh untuk memastikan.

Ketika aku memastikan siapa pelayan menyebalkan yang mengantar pesananku, aku justru terpanah dengan senyum wanita cantik dihadapanku.

"Tari." Hanya kata itu yang terlintas dalam pikiranku. Tari tersenyum manis dan meletakkan nampan berisi pesananku. Tari duduk tepat didepanku dan aku masih terpesona dengan wajah ayunya. Aku baru sadar jika sahabat Arya ini sangat cantik meski kami sudah beberapa kali bertemu.

Tari adalah wanita cerewet menurutku. Dia selalu banyak bertanya meski dia tidak mengerti sama sekali tentang persoalan yang biasa aku bahas dengan Arya. Hal itu membuatku kurang suka dengan wanita ini karena begitu merepotkan. Untung saja aku diberikan sifat sabar yang luar biasa sehingga aku bisa menghadapi wanita bawel ini dengan baik.

"Hai.. Kamu kenapa ?" Tari melambai-lambaikan tangannya tepat dihadapanku yang membuat aku tersadar dari lamunan. Aku dengan cepat menetralkan pikiranku dan beradaptasi dengan keadaan. Aku menutup buku ditanganku dengan pelan dan meletakkanya diatas meja.

"Sigmund Freud ?" Tari melirik buku yang aku letakkan dimeja. Aku melirik buku disebelah kiriku sekilas dan kembali menatap Tari.

"Aku suka membaca buka psikologi. Hal itu sangat membantu dalam dunia kerjaku." Aku sedikit menjelaskan kepada Tari maksudku membaca buku itu.

"Lo suka baca ?" Tari mulai kepo dengan hobiku. Sebenarnya aku kurang suka ditanya masalah pribadi. Tapi karena Tari adalah sahabat Arya jadi aku pikir kita bisa menjadi teman.

"Bisa dibilang seperti itu. Aku menghabiskan waktu luangku untuk membaca. Menurutku itu sangat menyenangkan." Aku bercerita dengan antusias karena hobiku sangat menyenangkan menurutku.

"Hahahahah...." Tari justru tertawa mendengar pernyataanku. Aku juga bingung dimana letak salahnya ucapanku sehingga Tari tertawa lepas seperti ini.

"Cupu banget sih lo. Kalau gak ada kerjaan main kek. Nonton atau ningkrong. Ini malah baca kayak anak sekolah mau ujian aja." Tari tetap tertawa meski suaranya pelan. Aku hanya diam dan tidak menanggapi Tari. Aku meminum secangkir kopi dengan kesal. Saat ini juga kutarik kata-kata ku tentang Tari yang begitu cantik. Wanita ini memang begitu menyebalkan.

Aku tetap menggunakan bahasa formal meski Tari menggunakan bahasa Jakarta. Aku memang terbiasa menggunakan bahasa formal jika belum akrab dengan seseorang. Aku hanya menggunakan bahasa Jakarta dengan Arya dan beberapa temanku karena aku sudah sangat mengenal mereka.

"Bagimana perkembangan kasus Mel ? Apa ada titik terang ?" Tari mulai serius mengajukan pertanyaan padaku.

"Akupun tidak tahu apakah si cupu ini bisa dipercaya oleh bintang bersinar ini." Aku memajukan daguku untuk menunjuk Tari sebagai bintang bersinar yang aku maksud.

Aku sudah mendengar banyak tentang Tari dari Arya. Kalau boleh jujur sebenarnya aku sangat kagum dengan wanita ini. Dia sangat pintar dan juga memiliki jiwa sosial tinggi. Dia juga sangat ramah dan begitu peduli terhadap para sahabatnya. Dia juga wanita karir yang sangat sayang terhadap keluarganya.

Mendengar cerita dari Arya membuatku menaruh hati kepadanya. Tapi aku tidak berani mengatakan kepada siapapun karena aku juga tidak yakin jika wanita sepertinya mau dengan pria sepertiku. Meski banyak orang bilang aku tampan dan karismatik, namun nyaliku masih ciut untuk menyukai seorang Tari. Jadi aku lebih memilih diam dan mengenalnya lebih jauh lagi secara sembunyi -sembunyi.

"Ayolah gue cuma bercanda. Kenapa lo jadi marah sih kayak cewek aja." Tari terlihat menyesal dengan sikapnya barusan. Aku hanya tersenyum melihat ekspresi Tari.

"Arya akan melanjutkan kasus ini sampai selesai." Tari yang tadinya memalingkan wajah kini kembali menatapku dengan serius.

"Jadi apa yang kalian temukan ?" Tari terlihat begitu penasaran.

"Kelinci putih yang pernah Mel ceritakan ternyata memang ditemukan di TKP." Tari terlihat begitu terkejut dengan ceritaku.

"Jadi Mel benaran gak berhalusinasi ? Jadi Mel beneran... Mel." Tari sangat terkejut dan ucapannya berbata-bata. Sepertinya dia juga bingung harus berkata apa karena terlalu terkejut.

"Udah tenang dulu Tar." Aku berusaha menenangkan Tari agar tidak menarik perhatian pengunjung lainnya.

Lihat selengkapnya