Ajeng sedang melihat layar ponselnya. Wajahnya terlihat marah dan nafasnya ditahan seakan menahan kemarahan. Dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Hai tante." Nana meletakkan kantung belanjaan diatas sofa dan duduk terlentang karena merasa lelah setelah belanja barang-barang yang kurang penting.
Nana memang gemar menghambur-hamburkan uang. Harta keluarganya yang tidak mungkin habis tujuh turunan dan jiwa yang belum pernah merasakan sulitnya mencari uang membuat Nana selalu bersikap seenaknnya saat belanja.
Melihat Nana duduk dan setengah tubuhnya direbahkan diatas sofa membuat Ajeng berdiri dengan wajah penuh amarah. Ajeng melempar ponselnya tepat disamping Nana dengan penuh emosi. Nana yang tengah terpejam dibuat kaget dengan ponsel yang tiba-tiba terjun disampingnya.
"Tante buat Nana kaget aja." Nana membuka matanya dan membenarkan posisi duduknya dengan wajah malas.
"Liat apa yang ada didalam video itu !" Ajeng menunjuk ponsel dengan nada marah. Ajeng memang jarang marah atau bahkan tidak pernah marah. Menurut Nana kali ini tantenya sangat menakutkan.
Perlahan Nana mengambil ponsel itu dan mulai melihat isi video yang dimaksud Ajeng. Betapa terkejutnya Nana melihat video dirinya yang sengaja menyenggol Melati sehingga membuat air panas mengenai tangan Mel. Suara Nana juga terekam dan terdengar jelas didalam video bagaimana perlakuan Nana kepada Melati.
Video kedua menunjukkan Nana sedang menggoda Arya didalam ruang kerja kantor. Nana mengelus-elus dada Arya. Namun dengan cepat Arya menolak dan menepis tangan Nana. Tapi Nana tidak menyerah dan justru mencium pipi Arya dan memeluk Arya dengan erat. Dalam video itu terdengar Nana berkata kalau dia akan merebut Arya dari Mel.
Nana sangat terkejut dan takut. Perlahan Nana memberanikan diri untuk menatap Ajeng. Mengerikan adalah kesan pertama yang dirasakan Nana saat menatap mata Ajeng.
"Tante... Nana... Nan." Nana terbata-bata menjelaskan. Nana begitu takut kepada Ajeng. Dia tidak menyangka jika Ajeng akan mengetahui semua kebusukannya. Selama ini dia sangat berhati-hati dan menjaga rapi perasaanya kepada Arya dan kejahatannya terhadap Mel dari Ajeng.
Nana juga sangat tahu kalau Mel tidak akan berani untuk mengadu karena menurutnya Mel adalah wanita bodoh. Arya juga tidak mungkin mengatakan perlakuannya kepada orang tuanya karena alasan menjaga hubungan baik keluarganya. Hal itulah yang membuat Nana sangat berani mendekati Arya.
"Cukup. Tante sungguh tidak menyangka kelakuan kamu seperti itu. Tante kecewa Na." Ajeng meradang dan nadanya meninggi. Nana sangat takut dan menundukkan kepalanya. Nana sangat takut karena ini adalah pertama kali dia melihat tantenya yang lemah lembut itu begitu marah kepadanya.
"Nana minta maaf tante." Nana memotong kalimatnya untuk mengatur nafas karena dadanya terasa begitu sesak.
"Tapi Nana sangat mencintai Arya." Kini Nana berani menatap Ajeng. Matanya menyiratkan sebuah harapan dan juga permohonan untuk dimengerti. Nana sangat berharap Ajeng bisa mengerti perasaannya dan memaklumi sikapnya kepada Arya.
"Apa kamu sudah gak waras ? Arya itu sepupu kamu dan Arya itu sudah menikah Denaa." Ajeng mulai menangis mengetahui kelakuan keponakannya itu.
"Siapa ? Siapa yang mengadu sama tante ? Pasti Melati perempuan sialan itu." Nana berdiri untuk melawan Ajeng. Dia yakin jika Mel yang mengadu kepada Ajeng karena takut Arya akan berpaling dan memilih Nana. Pikiran Nana memang sangat buruk kepada Mel.
Ajeng mendekat kepada Nana dan menampar keras pipi kiri Nana sehingga membuat wajahnya tertoleh kekanan. Nana mengelus pipinya yang terasa panas akibat tamparan Ajeng.
"Jangan kurang ajar kamu Na. Sekarang juga kamu pulang dan jangan pernah ganggu Melati dan Arya lagi. Dan jangan pernah kamu berani datang kerumah tante jika sikapmu masih seperti ini." Ajeng menunjuk Nana.
"Tante. Nana minta maaf tante." Nana terduduk dan memeluk kaki Ajeng. Sedangkan Ajeng tidak begitu memperdulikan apa yang dilakukan Nana. Ajeng hanya memegang kepalanya dengan terus menangis penuh sesal.
"Tante. Nana janji Nana gak akan ganguin mereka tapi tante maafin Nana tan." Nana menangis sejadi-jadinya. Dia begitu menyesal atas sikapnya selama ini.
"Tante tahu kalau mama sama papa gak pernah perhatian sama Nana. Cuma tante orang yang selalu perduli sama Nana. Nana gak papa dibenci Arya tapi Nana gak sanggup kalau tante yang benci Nana." Nana terus menangis dan semakin erat memegang kaki Ajeng. Tangisannya begitu menyayat hati Ajeng karena dia tahu bagaimana Nana begitu kurang perhatian dari orang tuanya. Ajeng memegang dadanya yang terasa sesak dan sakit.
Nana memang bisa dikatakan kurang perhatian. Karena orang tuanya selalu sibuk bekerja-bekerja dan bekerja membuat Nana tidak bisa menceritakan dan mencurahkan apa yang sedang dia alami.
Sejak kecil Nana sudah terbiasa hidup seperti ini. Nana lebih memilih bercerita semua hal kepada Ajeng melalui sambungan telepon. Ajeng adalah wanita keibuan yang begitu sabar. Ajeng selalu mendengarkan keluh kesah Nana. Tanpa Ajeng bagaimana Nana menjalani hidup ?
Nana sangat dekat dengan Ajeng bahkan dibandingkan orang tuanya. Nana lebih menganggap Ajeng sebagai mamanya. Singkat cerita Nana mulai tertarik dengan Arya saat dia pernah ditemani Arya keliling Barcelona saat liburan. Namun Arya tidak pernah membalas cintanya dan hanya menganggapnya sebagai adik dan tidak lebih. Namun Nana justru terobsesi untuk mendapatkan Arya. Hingga dia sangat membenci Mel karena menikah dengan Arya. Obsesinya itu terkadang suka kelewatan dan membuatnya menjadi wanita jahat.
"Maafin Nana tante." Nana tetap menangis. Saat itu Heru sedang berada diluar kota dan para asisten rumah tangga tidak mau ikut campur dengan urusan keluarga besar Heru. Ini pertama kalinya mereka melihat majikannya marah. Ajeng memeng dikenal sangat baik dan juga sabar. Dia tidak pernah semarah ini jika ada asisten rumah tangga yang membuat kesalahan.