Memories Coffee and Eatery

Lolita Alvianti susintaningrum
Chapter #7

Episode 7

I like your eyes you look away when you pretend not to care

I like the dimples on the corner of the smile that you wear

I like you more, the world may know but don't be scared

Cause I'm falling deeper, be prepared


"Hmm yang lagi bahagia," goda Ihsan. "Hari ini bawaan lo cerah banget."

Memang, sejak pagi Ihsan perhatikan Lola ceria sekali. Lebih murah senyum, mood-nya baik, kerja fokus, nyanyi terus, bahkan teror divisi lain yang menanyakan pembayaran tidak mengubah mood-nya. Padahal biasanya Lola senewen kalau diteror "pembayaran vendor ini udah diproses belum?".

Lola berhenti menyanyi dan tersenyum pada Ihsan. "Kan lo tahu karir kepenulisan gue lagi bagus-bagusnya."

"Iya juga sih," kata Ihsan. "Tapi kayaknya senang lo kali ini kayak orang jatuh cinta?"

"Dih, ngasal aja lo." Lola mengelak sambil terus mengetik.

"Kok muka lo merah sih?" Nada Ihsan meningkat satu oktaf karena yakin tebakannya benar. "Hahaha siapa, La?"

Aduh, kenapa akhir-akhir ini susah banget kontrol muka?! Lola merutuk dalam hati. "Nggak ada. Kepo amat sih nanya-nanya."

"Lo suka sama si pemeran Keenan?" Ihsan mencoba menebak lagi. Dari postingan foto bersama yang pernah diunggah Lola di Instagram story sih, dia yang paling ganteng.

Lola tertawa. "Hahaha bukan. Gue sama dia tuh best friend. Kayak sama lo aja," jelas Lola. "Udah ah jangan ngobrol mulu. Entar ditegor Bu Jenny. Lebih mampus lagi kalau salah transfer," Lola mengingatkan.

Ihsan menyerah dan nggak nanya-nanya lagi. Ia lanjut kerja dengan keyakinan bahwa nggak lama lagi Lola pasti akan cerita sendiri. Mana pernah cewek itu tahan lama-lama menyimpan rahasia darinya?

Sementara di sebelah Ihsan, Lola mengernyit, masih dengan senyum di wajahnya. Hari ini Lola memang sedang, tapi kalau jatuh cinta... entahlah. Memang siapa yang mau dijatuh cintai? Lola senang karena memang karir kepenulisannya saat ini sedang bagus, dan karenanya ia menemukan lagi semangat hidupnya. Lola juga senang karena seorang Dewa, yang Lola yakin bukan orang yang hobi membaca, bisa asyik membaca novelnya sampai bergadang. Dan cowok itu mengakuinya. Berarti kan memang karya Lola sebagus itu. Hmm pemikiran itu membuat Lola bangga pada dirinya sendiri.


***


"Kok novel gue belum ada tanda tangan Kak Lola sih?!" ujar Intan sambil membolak-balik halaman novel miliknya.

Dewa melepas salah satu earphone dari telinganya. "Belum sempat."

"Emang lo belum ketemu Kak Lola?" Pertanyaan retoris. Padahal beberapa kali Intan melihat unggahan foto Instagram story Dewa saat syuting dan ada Lola di sana.

"Udah."

"Terus?"

"Gue lupa bawa."

Intan geram sama kecuekan kakaknya. Ia bangkit dari sofa, menghampiri Dewa dan mematikan treadmill yang sedang digunakan kakaknya.

"Eh, apa-apaan lo?!" seru Dewa kesal.

"Kalau orang ngomong didengerin makanya!" ujar Intan sambil melepas satu earphone Dewa yang tersisa. "Percuma dong gue kirim jauh-jauh dari Bandung."

Dewa mendengus kesal. "Iya iya nanti gue mintain! Resek banget anak kecil," gerutu Dewa sambil menyalakan lagi treadmill-nya.

Biasanya saat ini Dewa sedang menikmati malamnya dengan tenang setelah penat mengurus kafe. Entah untuk jogging di sekitar apartemennya, treadmill, atau nonton televisi. Tapi untuk sebulan kedepan ia akan kehilangan waktu santainya yang berharga karena Intan yang sedang libur kuliah memilih menghabiskan waktu liburannya di Jakarta dan tinggal di apartemen Dewa daripada di Surabaya bersama orang tua mereka.

Intan kembali menginspeksi novelnya. "Ini kenapa novel gue jadi banyak lipatannya ya?! Cover depannya kayak ketekuk gini lagi. Nggak bisa banget sih jaga barang orang?!" Intan mengomel lagi.

Lihat selengkapnya