"Lo kenapa, Kak?" tanya Intan yang heran melihat kelakuan aneh abangnya. Berjalan santai di treadmill sambil senyum-senyum. Padahal sebelum pergi tadi muka Dewa kusut.
Dewa menoleh tanpa repot-repot menghapus senyum di wajahnya. "Gue rasa gue ngerti kenapa lo ngefans sama Lola."
"Hah?" Intan tambah bingung. "Lo betulan udah suka baca novel romansa sekarang?"
Dewa berdecak, tumben-tumbenan adiknya tulalit.
Intan membaca kebetean di wajah Dewa. "Kalo ngomong tuh yang jelas makanya. Gue kan emang seneng sama Kak Lola karena novelnya bagus. Menurut lo gue mesti mikir apa emang?" ujarnya.
"Ya gue pikir lo tahu kepribadiannya, makanya lo senang sama dia," kata Dewa yang mood-nya sudah anjlok sambil memasang headset di telinganya.
"Hmm gue tahunya cuma berdasarkan sosmed aja sih. Itu juga jarang dia posting-posting selain tentang novelnya. Sama tentang series lo itu akhir-akhir ini," tiba-tiba Intan terkesiap dan matanya membelalak. "Lo suka sama Kak Lola?!"
Sudah basi. Telinga Dewa sudah tersumpal headset dan tidak mendengar apa-apa selain musik yang ia putar.
"Ck apaan sih?!" Dewa berdecak emosi saat treadmill-nya mendadak mati.
"Lo suka sama Kak Lola?"
Ekspresi Dewa kembali melunak. Ia melepas salah satu headsetnya. "Hmm gue senang sama kepribadiannya. Dia baik, gigih juga," dan manis, imbuh Dewa dalam hati. "Gue juga senang akhirnya ada orang yang dukung dan semangatin gue."
"Seriusan??? Waahahaha...." Intan tetawa senang dan matanya berbinar. "Gue dukung kalau lo jadian sama dia. Gas lah, Kak! PDKT!"
Hmm... PDKT. Dewa berpikir. Sepertinya tak ada salahnya mencoba. Dan jangan menyia-nyiakan waktu yang tersisa.
***
Rasanya malam ini Lola mau nangis! Rasa betenya sudah sampai ubun-ubun. Gimana nggak mau bete coba? Hari ini jadwal syuting hari terakhir dan Lola malah nggak bisa pulang tenggo. Ini semua gara-gara sistem down sejak pagi hingga pukul dua siang yang menyebabkan terhambatnya aktivitas seluruh kantor. Karena beberapa pembayaran tidak bisa ditunda, terpaksalah Lola dan Ihsan pulang malam demi mengejar agar pembayaran yang urgent dapat diselesaikan hari ini.
Sejak siang tadi, Lola mengebut mengerjakan pembayaran. Jemarinya berlarian tanpa henti di atas keyboard dan matanya memelototi layar monitor hingga terasa panas. Lola memasang target harus selesai pukul delapan dan ia takkan membiarkan gangguan jenis apapun mengalihkan perhatiannya dan memperlambat kerjanya. Ia bahkan tidak menghiraukan ponselnya yang entah sudah berapa kali berdentang.
Hingga akhirnya konsentrasi Lola pecah juga saat ponselnya berdering, menandakan telepon masuk.
"Iish siapa sih nelepon?! Ganggu aja!" Lola menggerutu. Rupanya Dewa yang menelepon. "Halo." Lola tidak menyadari nada ketus yang masih tersisa dalam suaranya.
"Buset, galak amat," terdengar Dewa menggumam. "Lo jadi nggak datang ke lokasi syuting?"
"Nggak tahu nih, kerjaan gue belum kelar," Lola setengah mengerang. Ia sungguh kesal.
"Kalau lo nggak bisa datang nggak usah maksain, La. Nanti lo kecapekan," kata Dewa.
"Tapi kan ini hari terakhir syuting, gue pengen datang."
"Dibilang, nggak usah maksain. Lagian syuting hari ini nggak lama juga kok, dan semuanya baik-baik aja."
Sebenarnya bukan masalah Lola khawatir syutingnya kenapa-kenapa. Lola yakin Dewa, Gio dan timnya akan memastikan proses syuting berjalan lancar dan sempurna. Hanya saja Lola tidak mau kehilangan momen, makanya ia selalu mengusahakan untuk hadir di lokasi syuting jika ada waktu dan tidak sedang kecapekan. Kapan lagi novelnya diangkat jadi series dan ia punya kesempatan terjun langsung?
"Hmm... lihat nanti deh," kata Lola pasrah.
Lola mematikan teleponnya dan lanjut bekerja. Jemarinya kembali menari di atas keyboard, namun melambat dibanding sebelumnya. Panggilan telepon itu sedikit mengalihkan perhatiannya karena kini ia memikirkan perubahan sikap Dewa.
Awalnya, Lola berpikir jangan-jangan dasar dia saja yang GR. Tapi Dewa memang lebih peka dan penuh perhatian saat mereka bertemu di lokasi syuting akhir-akhir ini. Salah satu contohnya, saat Lola menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya gara-gara AC kafe terlalu dingin ditambah di luar sedang hujan, tiba-tiba saja Dewa memberikan jaketnya pada Lola. Lalu tadi, apa katanya? 'Kalau lo nggak bisa datang nggak usah maksain, La. Nanti lo kecapekan.' Perhatian banget kan? Padahal sebelumnya mana peduli Dewa akan hal-hal itu. Walaupun Lola tergopoh-gopoh kerena kemalaman tiba di lokasi syuting, ataupun mengantuk sampai pening kepala, mana peduli Dewa?
Ditambah lagi, setiap mereka bertemu Dewa selalu terlihat mengenakan topi hitam pemberian Lola jika ia tidak sedang adegan. Padahal setahu Lola, Dewa bukan tipe cowok yang suka pakai topi. Soalnya sebelum-sebelumnya cowok itu memang nggak pernah pakai topi. Sebagus itukah topi pemberian Lola?
Lola merasa sikap Dewa berubah sejak pertemuan di kafe Bogor tempo hari. Apa deeptalk mereka bikin Dewa merasa akrab sama Lola?
Ihsan menyenggol lengan Lola. "La, jangan sambil bengong dong. Kalau malam kantor kita horor," katanya mengingatkan.
Lola hanya menanggapinya dengan anggukan dan langsung lanjut bekerja. Ihsan yang sama sibuknya pun tidak lagi banyak bertanya.
***
"B1 dong, San," kata Lola saat Ihsan hampir menekan tombol 'GF' untuk Lola.
Ihsan menurut dan menekan tombol 'B1' sesuai permintaan Lola. "Tumben?"
"Gue dijemput," jawab Lola singkat sambil mengetik-ngetik di ponselnya. Ia sedang sibuk membalas komentar-komentar pembaca di Lovestory.com.
Sebenarnya Ihsan penasaran siapa yang jemput Lola. Tapi karena cewek itu sedang sibuk, Ihsan mengurungkan niatnya. Lagi-lagi dengan keyakinan, cepat atau lambat Lola pasti akan curhat padanya.
Sesampai di B1, Lola mencari mobil sport hitam. Setelah menemukannya, Lola mengetuk jendela mobil itu dan masuk ke dalam mobil setelah terdengar bunyi 'klik' tanda kunci mobil dibuka.
"Udah dari tadi nunggu?" Lola bertanya sambil meletakkan tas selempang dan totebag-nya.
"Nggak kok, gue juga baru sampai."