Tak jauh dari destinasi kuliner pertama, destinasi perbukitan yang terletak di desa Krakitan, Bayat Klaten. Pemerintah memberi nama perbukitan itu taman bukit Sidoguro. Di bukit ini, tidak saja bisa melihat hamparan kota Klaten dari atas bukit. Pesona Rowo Jombor yang indah bersabuk perbukitan hijau dipastikan memanjakan mata siapa saja yang memandang. Apalagi ketika naik di menara pandang. Tidak saja bisa memotret wajah Klaten, Gunung Merapi dan Merbabu yang menjulang gagah bisa menjadi latar yang indah berswafoto.
Tidak hanya itu, empat pohon buatan di puncak bukit, dibangun dengan konsep mirip taman di Singapura.
Akhirnya kami semua sampai di area parkir, semua turun dari mobil. Ada salah seorang dari kami mengurus pembayaran di loket tiket menuju bukit Sidoguro. Dari area parkir sampai ke taman bukit jalan lumayan menanjak dan jauh. Untuk menuju ke sana tak lupa kami mengambil beberapa gambar di tepi jalan yang memperlihatkan pemandangan bawah dengan hamparan sawah dan warung apung di rawa jombor, ditambah lagi langit biru yang kala itu benar-benar cerah, tak ada mendung sama sekali.
"Noona, apa perjalanan kita ke tamannya masih lama?" keluh Jisang.
"Tidak, sebentar lagi sampai! Anggap saja kau sedang treathmil." jawabku santai sambil melangkah lebih cepat dari yang lain.
"Apa?!" gerutu Jisang.
"Kalian berhenti di situ! Aku akan mengambil foto kalian di pintu masuk." pintaku pada Nabila dan semua member DCT, dan mereka otomatis berpose sesuka-suka mereka. Aku melihat pose yang sedikit aneh, dimana Chen merangkul bahu Nabila dengan sangat leluasa sambil tersenyum. Begitu cepat akrabnya mereka.
"Lagi! Ganti pose!"pintaku lagi. Lagi-lagi mereka berpose Chen berpose membungkuk dan Nabila berpangku tangan di punggung Chen. Astaga! Aku harus memisahkan atau membiarkan mereka. Aku benar-benar terlihat bosan melihat mereka begitu akrab. Kenapa tidak? Seharusnya aku yang seperti itu dengan Jaemin.
"Wah, Noona! Belum sampai taman kakiku sudah sakit semua." seru Jisang.
"Hay, jangan manja, Jisang! Kau ini laki-laki!" jawabku dengan suara sedikit lantang. Ya, naik perbukitan seperti ini saja, si Magnae terus-menerus mengeluh berkicau seperti burung. Apa lagi kalau ia ku ajak naik gunung? Pasti dia terus- menerus meminta pulang.
Dari belakang, dengan semangat Jun mendorong Jisang sampai ke sebuah jalan dengan accen bambu menakup ke tengah lalu diberi gantungan payung kertas, di tengah jalan juga beri pot bunga tiruan menambah indahnya pemandangan.
"Ayo semua berpencar! Aku akan mengambil foto kalian di sini!" pintaku lagi. Kali ini JMin merebut kamera yang siap ku gunakan dari tanganku. Otomatis aku terkejut, apa maksudnya?
Ia pun menyerahkan kamera itu pada salah seorang staf.
"Tolong foto kami!" pinta JMin. Tak banyak bicara, ia langsung menarik ku ke belakang agar aku juga ikut berfoto. Ia menyuruhku untuk berpose, namun aku hanya terpaku menatap matanya. Dan saat itu, tanpa kusadari flash kamera sudah menyala kurang lebih tiga kali tanpa aba-aba. Ah, aku benar-benar rikuh, tangan kananku masih dipegang olehnya.
"Ayo lanjutkan perjalanan kita! Apa masih jauh?" tanya JMin padaku. Sekejap kesadaranku datang kala ia bertanya.
"Tidak, sebentar lagi sampai!"
"Oke, ayo semangat!" teriak JMin penuh semangat pada yang masih ada di belakang kami.
Tangannya sungguh tak mau melepas? Ia sengaja atau tidak? Aku harus bagaimana? Ayolah Hayya! Semua akan berakhir saat kita berpisah di bandara besok. Jangan berpikir macam-macam, batinku bergemuruh.
Akhirnya sampai di taman bukit Sidoguro, saat itu aku memaksa untuk melepas tanganku, dan mulai menjelaskan pada mereka bahwa bukit ini dulunya adalah bukit karst atau bukit kapur yang di sulap menjadi taman dengan Gelontoran Rp2,8 miliar dana alokasi khusus (DAK) 2019 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemparekraf), dibuat seapik mungkin untuk sekadar berswafoto, mengobrol, kulineria dan instagramable.