Pagi hari, Nala dibangunkan oleh suara berisik yang berasal dari luar kamar kosnya. Pintu kos yang hanya terbuat dari triplek murahan, yang bahkan sudah mulai dimakan rayap, membuat suara itu terdengar sangat jelas, keras dan menusuk indra pendengaran Nala. Meskipun kelopak matanya serasa enggan terbuka, Nala mencoba bangun dari tempat tidurnya. Ia beringsut menuju pintu dan membukanya.
Dengan mata yang menyipit akibat menahan kantuk, Nala melihat sesosok perempuan paruh baya, dengan daster biru motif bunga-bunga ada di depan kamar kosnya. Wajahnya yang garang dengan rambut keriting mengembangnya itu sukses membuat mata Nala terbelalak. Terlebih ketika otaknya mulai menghitung tanggal dan bulan hari ini
"Uang kos!" ucap Ibu Kos. Ketus, irit bicara. Serasa rentenir profesional. Tangan Ibu Kos itu menodong uang kos-kosan yang bahkan belum Nala kantongi.
"Aduh, maaf, Bu. Saya ... "
"Eits! Jangan banyak alasan!" Ibu Kos memotong Nala. Membuat gadis itu terdiam. "Udah lima bulan nunggak, Sayang, mau dibayar kapan?" tanyanya, sambil memiringkan kepalanya, melihat Nala yang sedang tertunduk.
Nala mencoba menatap Ibu Kosnya, meski penampilan Ibu Kosnya membuat bulu kuduknya meremang. "Saya beneran lagi enggak ada duit, Bu. Mohon pengertiannya. Ini saya belum ada kiriman dari bulan lalu."
"Saya enggak peduli, Anala. Kamu sudah sanggup tinggal di sini, ya harus sanggup bayar, dong."
"Bulan depan, deh, Bu. Sekalian genap enam bulan."
Nala mencoba mengulur waktu. Meski sejatinya ia sendiri tidak yakin bulan depan sudah mendapatkan uang yang cukup untuk membayar uang kos-kosannya. Tapi, mengulur waktu adalah hal yang paling tepat untuk dilakukan saat ini, untuk meredam kemarahan orang di depannya ini, sekaligus mengembalikan ketenangan di kos-kosannya.
Ibu Kos itu nampak memicingkan matanya. "Bener, ya? Kalau sampai kamu bulan depan enggak bayar, kamu saya usir!"
Perempuan paruh baya itu pergi, menyisakan bau bawang, pertanda bahwa ia baru saja selesai memasak. Juga menyisakan perasaan lega di hati Nala. Setidaknya, satu masalah bulan ini terselesaikan. Ibu Kosnya tak akan mau lagi menginjakkan kakinya di kos Nala yang terletak paling ujung, kotor dan bau tikus. Kos yang sebenarnya adalah gudang. Nala memaksa Ibu Kosnya untuk mengijinkannya tinggal di gudang tersebut. Awalnya sang Ibu Kos menolak, sebab kamar yang bagus masih sisa. Namun, harga kamar yang kayak tak sesuai dengan kantong Nala. Sampai akhirnya ia merengek untuk menempati gudang tersebut dan Ibu Kos pun mengijinkan.