Setelah kuliahnya selesai, Nala keluar dari gedung Ilmu Perpustakaan dan berjalan lurus menuju gerbang Fakultas Ilmu Budaya. Sembari berjalan, Nala mengeluarkan ponselnya, menghubungi Githa, salah satu sahabatnya untuk menanyakan perihal pameran Adinda siang ini. Karena tak memperhatikan jalan, Nala tidak sadar bahwa ia sudah keluar dari gerbang fakultasnya dan berada di jalan raya kampus yang sering dilalui kendaraan.
Tiba-tiba saja, bunyi klakson yang memekakkan telinga terdengar dari belakang, beriringan dengan decit ban yang direm secara paksa. Hal itu membuat Nala terlonjak kaget dan memalingkan wajah dari ponselnya. Ia sedikit terkejut, sekaligus bersyukur ketika melihat sebuah mobil putih berjarak kurang dari sejengkal dari tempatnya berdiri. Jika saja rem mobil itu tidak pakem, Nala yakin ia sudah terlindas saat ini.
Penumpang mobil itu turun, dan Nala sudah mempersiapkan diri apabila ia dimaki-maki. Ia juga akan meminta maaf, toh ini memang salahnya.
Begitu keluar, nampak sesosok perempuan dengan rambut yang dicat pirang. Kacamata hitam berkilau bertengger di hidung perempuan itu, nampak serasi dengan blazer hitam yang tengah dipakainya. Perempuan itu melepas kacamatanya, memperlihatkan dengan jelas wajah cantiknya.
Sadar siapa yang ada di depannya ini, Nala tambah terkejut. Ia tahu siapa perempuan ini, hampir seisi kampus tahu siapa perempuan ini. Namanya Ajeng, seleb kampus yang cantik dan populer. Pernah menjadi bintang iklan beberapa produk kecantikan, ditambah pernah menjuarai beberapa ajang perlombaan, membuat perempuan itu dikenal baik oleh rektorat, dekanat, maupun mahasiswa biasa.
"Lo nggak apa-apa?" Tanya Ajeng. Nala sedikit mengernyit, sebab ia sudah mempersiapkan diri apabila dimaki oleh si pengendara mobil ini. Nyatanya, pengendara ini malah mempertanyakan keselamatan Nala.
"Gue enggak apa-apa, kok. Maaf, ya, gue nggak fokus jalan tadi." Nala buru-buru meminta maaf.
"Ih, gue kali yang minta maaf. Soalnya gue yang mau nabrak lo. Gue lagi main hape tadi soalnya. Sekali lagi maaf ya?" ucap Ajeng balik meminta maaf.
"Iya, nggak apa-apa."
"Oh, iya. Lo kau kemana? Gue anterin, deh. Itung-itung sebagai tanda permintaan maaf." Ajeng menawarkan bantuan.
"Nggak usah repot-repot, lagian juga bukan salah lo, kok," tolak Nala.
"Bukan salah gue gimana? Jelas-jelas lima senti lagi lo bakal kelindas gara-gara gue teledor main hape sambil nyetir. Udah, mau kemana? Barangkali gue bisa anter."
Melihat Ajeng yang bersikeras ingin mengantarnya, membuat Nala akhirnya menyerah dan tak menolak lagi. Ia menyebutkan tujuannya. "Gue mau ke pendopo universitas, sih, mau lihat pameran."
Nampak gurat ekspresi terkejut sekaligus bahagia yang tercetak di wajah Ajeng. "Seriusan?!! Gue juga mau kesana. Kebetulan banget nggak, sih. Yok!"