Mina keluar buru-buru dari pintu kamarnya dan langsung berlari menuju dapur. Gerakan gadis itu mengagetkan teman satu apartemennya yang sedang duduk menikmati sarapan di area ruang makan.
“Apa yang terjadi, Kak? Kenapa terburu-buru seperti itu?” Gadis bertubuh mungil dan berkaca mata yang sedang menyedok bubur sereal ke mulutnya, menatap Mina dengan heran.
Mina tak menjawab. Kedua tangannya sedang sibuk membuat segelas cokelat panas. Bunyi air mendidih di dalam panci, membuat Mina berpaling lalu segera memasukkan mie instan beserta bumbu-bumbunya.
“Sepertinya, Kak Mina bangun kesiangan, ya?” tanya gadis itu lagi.
“Iya. Kakak udah hampir terlambat, nih,” jawab Mina seraya meletakkan mie ke dalam mangkuk kemudian ia duduk bersila di meja makan tanpa kursi.
Gadis mungil itu melirik jam tangannya. Keningnya berkerut. Menurut gadis itu, saat ini masih pagi. Memang biasanya, Kak Mina—panggilannya kepada Mina, selalu yang pertama berada di dapur dan berangkat lebih awal dari yang lain.
“Hari ini, Kakak masuk shift pagi. Tadi tidurnya kebablasan, karena Kakak lagi enggak salat.” Mina menyesap minuman cokelatnya perlahan.
“Kak Mina berlebihan, deh. Ini baru jam enam lewat tiga puluh menit. Bukannya kalo shif pagi, kakak masuk kerja jam delapan, ya?”
“Iya. Tapi kan, enggak mungkin juga Kakak berangkat jam delapan, Cantik ….”
Gadis mungil berkaca mata bernama Kayla itu tertawa lalu beranjak dari duduknya dan langsung mencuci mangkuk kotor di wastafel.
Setelah selesai, Kayla kembali ke meja makan. Ia memasukkan buku pelajaran yang tadi dibacanya ke dalam ransel.
“Oke deh, Kak. Kayla berangkat kuliah dulu.”
“Tumben cepat berangkatnya?” tanya Mina dengan mulut yang masih agak penuh.
“Dosen yang ngajar mata kuliah kali ini, masih muda dan tampan, Kak. Jadi, kami semangat untuk datang duluan.”
“Oalah …,” sahut Mina sambil geleng-geleng kepala. “Kakak jadi inget zaman masih kuliah dulu. Emang sih, kalo dosennya masih muda apalagi kece badai, bikin kita betah lama-lama di ruang kelas.”
Mina langsung teringat akan Dokter Rizal, salah satu dosen muda dan tampan yang pernah mengisi kuliah di kelasnya dulu.
“Iya. Bener bingits, Kak.” Kayla sependapat dan mengacungkan jempolnya. “Kayla berangkat ya, ntar telat lagi.”
Mina mengangguk.
“Assalamu’alaikum …,” ucap Kayla kemudian berlalu meninggalkan Mina sendirian.
Setelah menghabiskan sarapannya, Mina beranjak menuju wastafel—mencuci gelas dan mangkuknya. Ketika berbalik, Mina dikejutkan dengan seorang laki-laki dengan postur tubuh lebih tinggi lima belas centimeter darinya, berdiri tak jauh di belakangnya.
“Haris?!” teriak Mina kaget. “Tiba-tiba muncul. Bikin kaget saja.”