Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia

Noura Publishing
Chapter #2

Kata Pengantar

Minat saya terhadap berbagai hal yang terkait dengan pendidikan, saya ingat, sudah bersemi lama sekali. Khusus terkait dengan istri saya sebagai pemrakarsa keterlibatan kami di dunia pendidikan praktis. Dia bahkan sempat kuliah di IKIP Jakarta selulus SMA—meski akhirnya dia tinggalkan karena merasa jurusan akuntansi yang juga dia jalani secara rangkap pada awalnya lebih dibutuhkannya untuk menunjang ekonomi keluarga (Belakangan, ketika usianya sudah mencapai 33 tahun dan mempunyai 2 anak kecil-kecil, dia bahkan mengulang kuliah kembali, mulai dari Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak Islam hingga akhirnya menamatkan pendidikan keguruannya dalam usia 45 tahun ketika telah memiliki 4 anak). Puncaknya pada saat anak kami sudah tumbuh besar dan saatnya sekolah. Masalah muncul, akan kami sekolahkan ke mana mereka. Selama ini saya menilai sistem pendidikan kita pada umumnya kurang memadai. Saya beruntung karena tak jauh dari kompleks perumahan kami, ada sebuah sekolah Islam yang baik. Meskipun demikian, tak urung kami merasakan adanya kekurangan-kekurangan mendasar pada sistem pendidikan yang dikembangkan dan diterapkan di negeri kita. Sedemikian, sehingga bersama berjalannya waktu, saya dan istri merasa perlu untuk membangun sendiri lembaga pendidikan yang lebih sesuai dengan aspirasi kami, baik sebagai tempat anak-anak kami bersekolah maupun wujud partisipasi kami bagi upaya perbaikan sistem pendidikan nasional kita.

Jauh sebelum itu, yakni ketika saya kuliah di ITB. Saat saya kuliah itu, persisnya antara tahun 1977 dan 1978, ada Gerakan Anti Kebodohan yang dilancarkan oleh Dewan Mahasiswa ITB pimpinan Kemal Taruc pada waktu itu. Dicetuskannya Gerakan Anti Kebodohan ini menjadikan saya menyadari betul betapa penting masalah pendidikan ini mendapat perhatian. Pendidikan memiliki nilai strategis untuk memecahkan semua masalah di negeri ini. Kalau dirunut ke belakang, masalah rendahnya moral, akhlak, perilaku, dan etos kerja masyarakat, tak lain dan tak bukan karena mutu pendidikan yang memang rendah.

Nah, setelah berjalan beberapa waktu, ternyata minat masyarakat sekitar kompleks perumahan tempat kami tinggal terhadap TK yang didirikan istri saya cukup besar. Dengan mulai dibukanya jenjang pendidikan SD, di suatu lahan yang jauh lebih besar dan fasilitas lebih lengkap, saya pun lebih melibatkan diri dalam segala kegiatan yayasan, mulai tingkat TK hingga perguruan tinggi (yang disebut paling belakangan ini didirikan oleh yayasan lain), di samping juga dalam kegiatan-kegiatan yang menyangkut upaya perbaikan sistem pendidikan di Tanah Air.

Lihat selengkapnya