Menanti Hujan Teduh

Oleh: Isti Anindya

Blurb

Keputusan Widuri Elok Rembulan untuk memulai kehidupan kedua bersama Anggara Ihsan, membuat ia terbentur pada satu tanda tanya besar yang sulit menemukan jawaban. Gambar yang Aditya Bima kirim sebelum mereka berpisah di Wimbledon, ternyata sangat menganggu hari-hari Widuri. Adit tak lagi membalas pesan terakhir yang ia kirim. Sepertinya dia memilih tak menjawab pertanyaan Widuri tentang tulisan kecil di sudut gambar itu. Adit menghilang dari kehidupan Widuri, seakan ingin memastikan bahwa pertanyaan itu tak akan pernah menemukan jawaban. Namun Widuri memilih untuk menuntaskan rasa penasarannya dengan pulang ke Yogyakarta setelah pengobatannya tuntas di Amsterdam. Ia berusaha kerasa menemukan jawaban yang ia cari, Widuri mencari tahu terkait lukisan itu ke Galeri Aditya Bima. Novel ini diawali dengan konflik pertemuan antara dua orang yang saling mencintai, namun saling menahan diri untuk mengungkapkan. Mereka yang 16 tahun lalu pernah terjebak dalam kisah sahabat jadi cinta, kini dipertemukan lagi pada babak cerita hidup yang baru. Pertemuan kesekian kali ini ditemani oleh seorang gadis bernama Samalia Randu. Gadis yang tampaknya berusaha mendekati Aditya Bima, paska meninggalnya Paramita Andira (Istri Bima) setahun yang lalu. Widuri, Adit, dan Alia terjebak dalam sekian puluh babak yang akan membawa pembaca pada kisah yang mengalir sarat edukasi tentang bahaya infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, CMV, dan Herpes). Novel ini diceritakan dari dua sudut pandang tokoh utama ; sudut pandang Widuri dan sudut pandang Aditya. Harapan penulis dari dua sudut pandang ini dapat mengantarkan pembaca masuk ke dalam dunia Widuri dan Adit secara utuh. Akankan pertemuan Widuri dan Aditya Bima membuat kisah mereka akan menjadi kisah yang memiliki ujung? Apa yang sebenarnya Adit sembunyikan? Dan apakah Widuri akan menemukan jawaban atas pertanyannya?

"Wid, kenapa? Kenapa kamu tak mau berteduh di bawah payung yang aku bentangkan sejak lama untukmu? Kenapa kita harus saling berebut untuk menjadi yang paling melindungi? Kenapa kita harus mendahulukan ego yang akhirnya membuat kita memilih untuk memakai payung masing-masing. Tak akan pernah kita menemukan jalan akhir jika salah satu dari kita tidak mengalah. Hujan tak akan pernah reda, maka dari itu kita harus berani berjalan di dalam hujan. Menanti hujan teduh bukanlah cara terbaik untuk kita tetap bersama. Justru dengan melalui hujan itulah kita akan sampai pada tujuan yang kita impikan. Wid, menumpanglah pada payungku. Biarkan aku yang melindungimu, biarkan aku yang meneduhimu di bawah payung hidup ini. Biarkan aku menjadi satu-satunya manusia yang akan menjagamu hingga akhir waktu. "
- Aditya Bima

Selamat Membaca Teman!
Selamat bertemu dengan Widuri dan Aditya.

Isti Anindya
(Instagram : @istianindya)

Lihat selengkapnya