Menanti Hujan Teduh

Isti Anindya
Chapter #16

15W (Sudut Pandang Widuri)

Danau Lenggo, Batu Putih, Berau

Danau ini begitu tenang, jarang terlihat ada riak yang menganggu pandangan. Dari kejauhan, aku melihat Adit berbahagia bersama Alia dan teman-temannya. Sepertinya Alia adalah perempuan yang tepat untuk menggantikan Mita—bukan aku. Entah mengapa, dari hati yang paling dalam, ‘aku bahagia melihat Adit bahagia’, meskipun bahagianya bukan denganku. Karena bagiku cinta bukan hanya perkara aku dan kamu, tapi lebih dari itu. Aku mungkin mencintai Aditya Bima, namun tentu bukan cinta picisan yang diselimuti nafsu—seperti cinta kebanyakan. Aku mencintai dia, karena dia pernah menunjukkan padaku apa itu bahagia. Aku mencintainya karena dia pernah selalu ada untukku—dulu. Hari ini? Apakah aku sedang mencintainya?

“Wid, gabung sini!” dari kejauhan Adit memanggilku. Aku mengangguk dan berjalan santai mendekati mereka.

“Widuri, bukannya kamu dari dulu pengen banget ya datang ke tempat seperti ini?” tanyanya menyambut langkahku yang hampir sampai.

“Iya, tapi kan aku sudah pernah ke sini Dit, jadi ya sekarang biasa saja. Lagian ‘dulu pengen banget itu’ kan udah dulu banget. Nyatanya sekarang, aku lebih dulu menjelajah alam inikan? Sedangkan kamu?” aku tertawa mengejek Adit. Dia membalas tawaku dan secara spontan menyentuh lembut kepala ini dengan tatapan yang berbeda dari biasanya. 

“Dit?” tanyaku dengan ekspresi wajah bertanya ‘Hei kamu kenapa?’

“Maaf, refleks Wid! Semoga Ihsan tidak marah ya sama aku,” jawabnya mendadak canggung.

Aku menatapnya maklum, meskipun sebenarnya ada perasaan yang tiba-tiba melintas dalam hati ini. Ya Allah, perasaan macam apa ini? Mengapa aku merasa begitu nyaman dekat dengan Adit. Merasakan apa yang dulu pernah aku rasakan belasan tahun yang lalu. Perasaan yang sebenarnya belum tuntas. Bahkan sampai detik ini pun aku tak tahu apa maksud lukisan yang ingin dia berikan saat perpisahan pertama kami, belasan tahun lalu. Ada rasa ingin tahu yang menggebu, tapi juga ada rasa takut yang memburu. Aku takut menerima kenyataan, jika ternyata Adit benar-benar mencintaiku seperti apa yang ia tulis di sudut lukisan itu. Aku takut keadaan akan membuat kami dalam kondisi perasaan yang tidak sehat setelah ini. Bagiku, Adit bisa menjalani babak baru dengan Alia, itu lebih baik untuk masa depannya. Aku tak akan memaksanya untuk menjelaskan maksud lukisan itu. Karena bisa jadi lukisan itu akan mengungkap kenyataan yang mungkin saja dapat membuat ada jarak antara Adit dan Alia—dan itu semua tentu karena kehadiranku dan seberkas kisah masa lalu. 

Lihat selengkapnya