Apakah mungkin Widuri akan menyampaikan hal yang sama dengan apa yang telah aku sampaikan di atas perahu kemarin? Tapi sepertinya dia masih enggan untuk menegaskan tanggapannya terhadap ini semua. Tapi apapun itu, perjalanan ini telah menjadi perjalanan impian yang cukup lama tertunda. Seandainya Widuri tahu, bagaimana caranya aku bertahan hidup setelah kehilangan dia. Dia yang pergi meninggalkanku tanpa pesan. Dia pergi dihari yang sudah cukup lama aku tunggu. Hari di mana aku akan menyatakan perasaan yang telah lama berputar di kepala ini dan juga telah membanjiri setiap sudut hati. Pertemanan ini tidak lagi sebatas aku ada untuknya, dia ada untukku. Tapi, jika memang ada yang bilang cinta bisa datang karena terbiasa, bisa jadi ini yang aku rasakan. Jika ada yang mengatakan bisakah dari sahabat menjadi cinta? Mungkin aku akan setuju dengan pernyataan itu.
Yogyakarta, 2001
Awal pertemanan dengan seorang Widuri Elok Rembulan.
“Pulang sama siapa?” tanyaku menghampiri gadis terpintar di sekolah ini.
“Dijemput,” jawabnya memberikan senyum yang tipis.
“Pasti dijemput Pak Supir ya?” ledekku. Dia mengangguk pelan.
“Kamu naik motor?” tanyanya balik.
“Enggak, motor lagi dibawa bunda anter pesenan. Hari ini aku jalan kaki. Rumahku deket ini, hanya 3-4 KM dari sini!” jawabku.
“Bundamu jualan apa?” tanyanya mulai tertarik.
“Jual kue basah dan kue kering, kapan-kapan kamu harus mampir ya?” tawarku. Dia kembali mengangguk.