Situ Patenggang, Rancabali, Jawa Barat
Ambu Norma dan anaknya mengantarkanku melihat Danau Situ Patenggang yang terkenal kaya akan legenda. Aku sejenak ingin memandang kesejukan air yang tenang, sambil memaksa diri mengingat Sang pencipta alam ini. Allah telah menggariskan takdir ini untukku. Sekuat apapun aku menghadapinya, tanpa restu Allah ini semua tidak akan terjadi. Katanya sakit itu adalah salah satu peluang menggugurkan dosa. Karena di titik itu kita akan menyerahkan jiwa dan raga, belajar ikhlas dan mempersiapkan yang terbaik, sebelum Allah benar-benar memanggil kita pada panggilan terakhir-Nya.
Sudah satu jam aku duduk memandangi kebun teh yang tersusun rapi sambil memesan beberapa penganan khas wisata di sini. Di sampingku duduk seorang anak berusia sepuluh tahun mungkin, bersama ibunya sedang menikmati tempe goreng dan segelas teh. Aku melihat ibunya membawa kanvas dan cat air, sepertinya mereka ingin melukis di sini.
“Kamu suka melukis?” tanyaku pada anak itu. Dia mengangguk sambil tetap mengudap tempe yang ada di tangannya.
“Wah ibu hebat ya, mau menemani anaknya mencari inspirasi sampai ke sini,” aku tersenyum pada perempuan yang mendampingi anak perempuan yang rambutnya di kepang dua itu.
“Saya bukan ibunya teh, saya guru melukisnya!” Perempuan itu mengulurkan tangan mengajakku berkenalan.
“Oh maaf, saya pikir tadi teteh ini, mamanya adik manis ini!” ujarku.
“Mamanya malah melarang dia melukis teh!” guru melukis itu mulai bercerita.
“Maksudnya?” tanyaku penasaran.
“Saya ke sini, karena permintaan ayahnya. Beliau meminta saya melatih adik ini di tempat yang jauh dari rumah. Karena mamanya tidak suka kalo anaknya jadi pelukis!” jelasnya.